Perencana
Regional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Velix
Vernando Wanggai,
saat membacakan ringkasan disertasinya dalam Sidang
Terbuka Promosi Doktor bidang Hubungan
Internasional di Ruang Serba Guna
Kampus Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 35, Bandung, Kamis (13/04).
(Foto:
Tedi Yusup)*
[Unpad.ac.id, 13/04/2017] Perencana Regional Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas) Velix Vernando Wanggai mengatakan,
Indonesia mengalami transformasi membaiknya situasi ekonomi dan politik
mulai 2004, atau pada masa kepemimpinan Presidenke-6 Susilo Bambang
Yudhoyono. Asumsi ini didasarkan pada banyaknya permasalahan yang
dihadapi Indonesia pasca memasuki masa transisi dari Orde Baru 1998.
“Ibarat kapal, Indonesia pada masa transisi dikatakan akan karam. Pasca 2004, standing position
Indonesia di luar negeri meningkat, dan orang melihat profil positif
Indonesia,” ujar Velix saat membacakan ringkasan disertasinya dalam
Sidang Terbuka Promosi Doktor bidang Hubungan Internasional di Ruang
Serba Guna Kampus Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 35, Bandung, Kamis
(13/04).Disertasi yang berjudul “Peran Karakteristik Personal Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Pembuatan Kebijakan Luar Negeri Indonesia Periode 2004 – 2014 (Studi Kasus Penanganan Isu Papua)” dipresentasikan di hadapan tim promotor, tim oponen ahli, dan representasi guru besar. Sidang terbuka itu dihadiri Presiden ke-6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono beserta istri, Rektor Unpad Prof. Tri Hanggono Achmad, serta segenap tamu undangan.
Salah satu yang dihadapi Indonesia pasca reformasi 1998 adalah penanganan isu Papua. Sejak era awal kemerdekaan Indonesia, agenda Papua, atau dulu disebut West Nugini atau Irian Barat ini sudah menjadi agenda perdebatan hingga tingkat internasional. Isu ini juga menjadi prioritas penting SBY yang diletakkan dalam kerangka peningkatan kedaulatan nasional dan integritas wilayah.
Dalam penelitiannya Velix mengungkapkan, SBY digolongkan sebagai tipe pemimpin yang “need for affiliation” daripada tipe “need for power”. Dalam tipe ini, Presiden SBY lebih mengendepankan jalinan persahabatan, persuasif, menawarkan konteks kerja sama, serta penanganan win win solution.
Sementara dalam hal pengambilan keputusan, SBY sangat terinformasi atas berbagai perkembangan dan isu internasional yang diperoleh dari berbagai sumber informasi. SBY juga memperhatikan masuk dari para menteri dan lingkungan terdekat di kantor Presiden.
Dengan mencermati kompleksitas permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam isu Papua, SBY memiliki berbagai pilihan kebijakan untuk mengatasi isu internasionalisasi masalah Papua, baik yang diterapkan di level internasional maupun domestik.
Berbagai pemikiran dan langkah-langkah SBY ini kemudian dismpulkan Velix ke dalam istilah baru “The Yudhoyono Doctrine” di dalam kebijakan luar negeri Indonesia. Setidaknya ada sembilan prinsip yang termaktub dalam “The Yudhoyono Doctrine” yang dikemukakan Velix.
Adapun tim promotor dalam sidang terbuka tersebut yaitu Prof. Drs. Yanyan M. Yani, MAIR., PhD, Prof. Dr. H. Obsatar Sinaga, S.IP., M.Si., dan Dr. Arry Bainus, M.A. Tim oponen ahli terdiri dari Prof. Bob S. Hadiwinata, M.Sc., PhD, Dr. R. Widya Setiabudi Sumadinata, dan Drs. Taufik Hidayat, M.S., PhD., sedangkan representasi Guru Besar yaitu Prof. Dr. H. Nasrullah Nazsir, drs., M.S. Dalam sidang terbuka itu, Velix mendapat yudisium “Sangat Memuaskan”. *
Laporan oleh Arief Maulana