JAYAPURA-Informasi adanya rencana presiden terpilih periode 2009-2014 Susilo Bambang Yudiyono (SBY) yang akan membentuk Menteri Muda Urusan Daerah Khusus (UDK)dan kabarnya akan menempatkan putra terbaik Papua, Velix Fernando Wanggai yang kini menjabat staf perencana pada direktorat kawasan khusus dan daerah tertinggal di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), mendapat tanggapan positif dari Ketua Pokja Adat Majelis Rakyat Papua (MRP) Zainal Abidin Bay.
"Ini merupakan hasil yang kami dorong, sehingga otonomi khusus bisa terlaksana dengan baik sesuai dengan sasarannya, baik di Aceh maupun di Papua" ujarnya saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Senin (14/9).
"Jabatan ini lebih mengena dari pada menggunakan nama menteri percepatan pembangunan yang sudah tidak relevansi lagi saat ini,"tambahnya.
Kata Zainal, selama ini, MRP sudah memperjuangkan undang-undang otonomi khusus agar terlaksana dengan baik, namun dalam kenyataannya selalu saja terjadi persoalan, untuk itu dengan hadirnya menteri tersebut, diharapkan segala persoalan yang selama ini terjadi bisa menjadi perhatian dari menteri tersebut.
"Undang-undang Otonomi khusus sudah berjalan kurang lebih 8 tahun di Papua, namun sampai saat ini, undang-undang tersebut belum bisa terlaksana dengan baik. Kami harapkan dengan hadirnya menteri tersebut, persoalan yang selama ini sulit diterapkan di Papua dapat terlaksana dengan baik," tukasnya.
Menyinggung tentang adanya anggapan bahwa MRP belum maksimal dalam memperjuangan hak-hak adat orang Papua, langsung dijawab oleh Zainal, bahwa selama ini MRP sudah bekerja secara maksimal baik secara politik maupun melalui kelembagaan. Salah stau yang dilakukan pihaknya yakni sudah mendorong agar ada perlindungan terhadap masyarakat adat Papua menjadi perhatian pemerintah, ini dibuktikan dengan mereka sudah menyusun beberapa peraturan daerah khusus (Perdasus) dalam rangka memproteksi adat orang Papua.
Sayangnya karena MRP hanya sebagai lembaga yang memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap sebuah kebijakan, sementara fungsi legislator tidak ada pada MRP, sehingga sampai saat ini draf-draf yang sudah disusun oleh MPR sebagai lembaga kultur orang Papua dalam rangka memproteksi adat, selalu saja mandek di pemerintah daerah dan di Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).
"Ada beberapa draf tentang perlindungan adat orang Papua yang sudah kami dorong, yang menjadi pertanyaan sejauh mana Pemprov dan DPRP memperjuangkan draf-draf tersebut. Ingat, masyarakat ini sudah lelah dengan persoalan-persoalan adat," katanya.
Tambah Zainal, sebagai contoh draf-draf yang telah didorong oleh MRP agar menjadi satu peraturan daerah dalam rangka memproteksi wilayah masyarakat adat Orang Papua, diantaranya tentang Perdasus pertambangan, Perdasus tentang hutan adat, Perdasus tentang tanah adat, termasuk juga tentang 11 kursi untuk orang asli Papua."Sayang, draf-drat tersebut selalu tidak ada kelanjutan lantaran terhambat di Pemprov dan DPRP," ujarnya.
"Yang kami dari MRP inginkan adalah draf-draf yang kami susun tersebut ada kelanjutan, sehingga masyarakat tahu bahwa hak-hak konstitusi sudah dilakukan oleh MRP. Selama ini kan tidak dilakukan, sehingga apa yang dilakukan oleh MRP tidak diketahui oleh masyarakat, ini yang menyebabkan masyarakat selalu menuding bahwa MRP tidak mampu menjalangkan perannya dan fungsinya dengan baik,"tambahnya.
Dijelaskan oleh Zainal, pihaknya sudah melakukan fungsi dan tugasnya untuk melindungi adat masyarakat orang Papua, bahkan demi memperjuangkan adat orang Papua, MRP juga dalam waktu dekat akan mensosialisasikan hasil pleno tentang keputusan cultur perlindungan orang Papua yang rencananya akan digelar pada 31 September mendatang baik di Papua maupun Papua Barat.
Nantinya, keputusan cultur adat orang asli Papua tersebut berisikan tentang pemberdayaan maupun keberpihakan dan perlindungan orang asli Papua. Hal-hal yang akan diatur dalam keputusan cultur adat orang asli Papua tersebut, diantarnya masalah-masalah khusus, seperti tentang rekrutmen PNS, termasuk penerimaan TNI/ polisi, dan partai Politik, yang mana harus mengutamakan sebanyak-banyaknya orang Papua.
" 0Ini kami lakukan karena melihat dinamika politik yang berkembangan bahwa harus mengutamakan orang asli Papua dalam segala hal, itu merupakan tindak nyata yang kami sudah laksanakan,"tuturnya.
Hal yang menarik juga bahwa di dalam keputusan cultur tersebut, MRP juga mendorong agar terbentukanya Partai Lokal Papua, sama seperti yang dilaksanakan di Aceh, sebab dengan hadirnya partai lokal tersebut diharapkan hak politik masyarakat Papua yang selama ini kurang diperhatikan oleh pemerintah, semakin nyata dalam politik, terutama 11 kursi yang selama ini dipersoalkan bisa terkafer didalamnya.
"Kami harapkan melalui partai lokal tersebut, 11 kursi tersebut bisa terakomodir, target kami 2014 partai lokal tersebut bisa terbentuk,"pukasnya.
Zainal mengambil contoh di partai yang dipimpinnya seperti Hanura Porovinsi Papua, dimana dirinya menerapkan 95 persen adalah orang asli Papua, ternyata tergetnya berhasil dimana tiga orang asli Papua mampu maju menjadi calon anggota DPRP, begitu juga di daerah-daerah dimana calon yang terpilih dari partai Hanura 95 persen adalah orang asli Papua. (cak)****
______________________
Dater:16 September 2009
No comments:
Post a Comment