Oleh:
Velix Wanggai
Ketika kita mengunjungi berbagai daerah di Tanah Air dalam dua tahun terakhir, kita menyaksikan derap langkah pembangunan yang dinamis di berbagai daerah. Kita adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Ada ruang darat, ruang laut, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wadah NKRI. Luas wilayah yang luas adalah kekuatan, namun juga merupakan tantangan yang kita hadapi dalam mengelola pembangunan regional dan sektoral. Tidak bisa dipungkiri bahwa Tanah Air kita memiliki keberagaman yang tinggi antarwilayah seperti keberagaman dalam kualitas dan kuantitas sumber daya alam, kondisi geografi dan demografi, agama, serta kehidupan sosial budaya dan ekonomi. Disinilah, pentingnya makna pembangunan berdimensi kewilayahan yang didorong Presiden SBY hari-hari ini.
Langkah utama yang saat ini Presiden SBY benahi adalah mengarusutamakan pendekatan kewilayahan dalam UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 maupun di dalam RPJMN 2010-2014. Regulasi ini mengamanatkan aspek spasial diintegrasikan ke dalam kerangka perencanaan pembangunan. Tidak hanya RPJP, Pemerintah juga membenahi kebijakan pemanfaatan ruang dengan menerbitkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Disinilah, pentingnya integrasi dan keterpaduan antara Rencana Pembangunan dengan Rencana Tata Ruang di semua tingkatan pemerintahan, apakah pusat, provinsi, kabupaten, dan kota.
Relevansi tata ruang semakin terasa ketika Pemerintah mendorong pembangunan daerah-daerah dalam konteks perluasan dan percepatan pembangunan ekonomi Indonesia, yang dikenal MP3EI. Dengan rencana tata ruang yang baik, dunia investasi maupun intervensi program pemerintah terjamin secara hukum. Jika tidak ada jaminan hukum, kita telah menyaksikan sejumlah elite birokrasi terkena kasus hukum. Untuk itu, dengan rencana tata ruang yang baik, kita berikhtiar untuk mengharmoniskan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, serta mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan pencegahan kerusakan alam.
Penataan regulasi terus dibenahi pasca terbitnya UU Penataan Ruang tahun 2007 tersebut. Presiden SBY telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur (Jabodetabekpunjur). Selain itu, saat ini jajaran pemerintahan juga menata regulasi di seputar pengelolaan sumber daya alam, tata cara dan bentuk peran serta masyarakat dalam penataan ruang, tingkat ketelitian peta rencana tata ruang, dan penataan ruang kawasan pertahanan. Sementara itu, Pemerintah juga sedang menyelesaikan Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau, baik RTR Pulau Sumatera, RTR Pulau Jawa-Bali, RTR Pulau Kalimantan, RTR Pulau Sulawesi, RTR Pulau Papua, RTR Kepulauan Maluku, dan RTR Kepulauan Nusa Tenggara.
Kita juga menyadari masih banyak pekerjaan rumah yang harus kita lakukan dalam tata ruang ini. Saat ini Pemerintah berupaya untuk menyelesaikan rencana tata ruang provinsi dan ratusan kabupaten/kota yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Kita mencatat pula bahwa penyelesaian rencana tata ruang ini bukan hanya pekerjaan teknokratik semata, namun ternyata membutuhkan pertimbangan politik ekonomi baik skala internasional, nasional, regional, dan lokal. Dengan demikian, politik rencana tata ruang wilayah haruslah diletakkan secara komprehensif.
No comments:
Post a Comment