| Kamis, 10 Oct 2013
Rihad Wiranto
Oleh:
Velix Wanggai
Tanggal 8 Oktober 2013 Pulau Dewata Bali kembali menjadi saksi bagi penegasan ulang komitmen para pemimpin ekonomi Asia Pacific Economic Cooperation (APEC). Re-konfirmasi komitmen itu ditujukan untuk mewujudkan Bogor Goals yang memberi ruang bagi perdagangan bebas, investasi, tarif, dan kerjasama kelembagaan yang adil di kawasan Asia Pasifik. Bogor Goals juga memuat kebijakan afirmasi dengan membedakan tingkat pembangunan ekonomi dari setiap negara.
Negara-negara yang telah maju, perdagangan bebas diterapkan di tahun 2010. Sedangkan negara-negara berkembang diterapkan pada tahun 2020. Dan, di Pulau Bali yang indah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membacakan tujuh poin strategis sebagai hasil APEC 2013. "Tujuh Kesepakatan Bali" itu memberikan makna pentingnya peran Indonesia dalam membentuk arsitektur ekonomi regional dan global. Perjalanan sejak Bogor tahun 1994 hingga Bali 2013, menghadirkan narasi pentingnya peran Indonesia.
Dengan semakin pentingnya kekuatan ekonomi Asia Pasifik, APEC Summit tahun 2013 ini mengangkat tema ‘Resilient Asia Pacific, Engine of Global Growth'. Ketika berpidato, Presiden SBY menegaskan kekuatan ekonomi APEC merupakan sumber penting dari pertumbuhan global. International Monetary Fund (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi APEC sebagai kelompok sekitar 6,3 persen di tahun 2013 dan 6,6 persen di tahun 2014. Ini berarti dua kali lipat dari rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia.
Bagi kepentingan Indonesia, Presiden SBY dengan menekankan pentingnya agenda pertumbuhan yang berkeadilan, perdagangan yang seimbang, penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai tulang punggung ekonomi kawasan, konektivitas antarwilayah, dan pentingnya jaringan pengaman sosial dan kebijakan keuangan yang inklusif. Ini berarti gagasan Pembangunan Untuk Semua menjadi agenda strategis yang diperjuangkankan Indonesia dalam APEC Summit 2013 ini.
Karakter sosial yang beragam juga menghadirkan warna spesial dari pagelaran APEC 2013 ini. Selain menggunakan jas lengkap, para pemimpin ekonomi APEC mengenakan kain tenun asal Bali yang bermotif garis dan kotak abstrak. Gaya dan pola baju menjadi warna tersendiri dalam perjalanan APEC Summit dari waktu ke waktu. Ketika di Seoul tahun 1991, para pemimpin dunia mengenakan Hanbok, di Seattle Amerika Serikat tahun 1993 ada Bombardier Jackets, dan di Shanghai tahun 2001 ada Tangzhuang. Ketika pertemuan di kawasan Amerika Latin, yakni di Chile, gaun tradisional Chamantos dikenakan oleh para pemimpin ekonomi. Di Hanoi tahun 2006 kostum Ao dai, di Peru tahun 2008 ada Ponchos, dan di Sydney kostum Drizabones dan Akubra hats. Sedangkan di Bogor tahun 1994, desain batik karya Iwan Tirta dikenakan pada pemimpin delegasi APEC.
Kawasan Asia Pasifik penuh dengan warna yang beragam. Keberagaman itu pula menjadi pedoman dasar ketika Perdana Menteri Australia Bob Hawke dalam pidatonya di Seoul, Januari 1989, mengajukan proposal untuk pembentukan kerjasama regional antarpemerintahanpembentukan kerjasama yang lebih permanen dalam bidang perdagangan dan investasi di kawasan Asia Pasifik.
Belajar dari pengalaman Pacific Economic Cooperation Council (PECC), para pengamat mencatat sejumlah prinsip yang mendukung keberhasilan kerjasama Asia Pasifik, yakni keterbukaan, keadilan, saling menguntungkan, transparansi, non-diskriminasi dalam kebijakan perdagangan dan ekonomi, dan kerjasama kawasan yang mendukung pertumbuhan kawasan, bahkan pertumbuhan global. PECC yang dimotori Australia memainkan peran bagi lahirnya APEC di tahun 1989.
Untuk itu, 24 tahun kemudian, "Kesepakatan Bali" dalam APEC Sumit 2013 ini adalah re-konfirmasi dari komitmen dasar yang telah disepakati dari konsensus APEC yang dideklarasikan di Canberra pada tahun 1989. Sejak awal terbentuknya APEC, kerjasama ini wajib mengakui keberagaman negara-negara di kawasan Asia Pasifik, termasuk perbedaan sistem ekonomi dan sosial, serta tingkat pembangunan dari setiap negara.
Prinsip ‘the diversity of the region' inilah yang melatari lahirnya Bogor Goals yang membedakan masa berlakunya perdagangan bebas, baik bagi negara-negara maju di tahun 2010 maupun bagi negara-negara berkembang di tahun 2020. Tujuh poin strategis dari Kesepakatan Bali ini memuat ide dasar Pembangunan Untuk Semua. Poin pertama, para pemimpin ekonomi APEC setuju untuk melipatgandakan usaha untuk mencapai Bogor Goals. Kedua, mereka setuju meningkatkan perdagangan intra-APEC, termasuk fasilitasi perdagangan, kapasitas institusi, dan fungsi system perdagangan multilateral. Yang ketiga, koneksivitas antara masyarakat (people-to-people) juga ditekankan oleh para pemimpin APEC.
Yang keempat, sepakat untuk meningkatkan komitmen untuk mewujudkan pertumbuhan global yang inklusif, keberlanjutan, seimbang, dan kuat. Sejalan dengan ini, tulang punggung ekonomi kawasan menjadi perhatian penting, yakni usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), dan pengusaha wanita dan pengusaha muda. Kelima, setuju untuk membangun kolaborasi kawasan dalam mengembangkan keamanan pangan, air, dan energi. Keenam, dengan semakin pentingnya arsitektur global dan kemitraan ekonomi, para pemimpin APEC setuju untuk menguatkan sinergi antara APEC dan proses kerjasama regional dan multilateral lainnya seperti East Asia Summit dan G-20. Dan yang ketujuh adalah para pemimpin APEC setuju untuk kerjasama yang intensif dengan sektor bisnis melalui APEC Business Advisory Council (ABAC).
Kesepakatan Bali ini juga sebagai jawaban dari pekerjaan rumah kita untuk mewujudkan pertumbuhan yang inklusif dan berkeadilan. Investasi yang tumbuh dan perdagangan bebas tentu harus memberikan manfaat bagi penduduk lokal, ekonomi daerah, buruh, petani, penjahit, maupun ekonomi kreatif rakyat kebanyakan. Seiiring dengan pertumbuhan, ada saja rakyat yang tersisih.
Agenda itulah yang diperjuangkan Presiden SBY dan sejumlah pemimpin negara berkembang lainnya. Disinilah, pentingnya negara atau pemerintah untuk mendistribusikan pertumbuhan yang inklusif. Inilah arah ideologi politik-ekonomi yang menjadi platform bagi Indonesia untuk mewujudkan janji kemerdekaan Indonesia, yakni "ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial".
No comments:
Post a Comment