Jakarta, MAJALAH SELANGKAH -- Perencana pada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Velix Wanggai dalam keterangan tertulisnya yang diterima majalahselangkah.com pada awal tahun 2015 lalu memaparkan 10 inisiatif baru yang mulai terlihat Presiden Joko Widodo untuk Papua.
Kata Velix, 10 inisiatif baru Jokowi ini mulai terlihat selama kunjungan ke Jayapura, Wamena, Sorong, dan Biak Numfor.
Pertama, kata Wanggai, Presiden Joko Widodo memilih pendekatan dialog guna mengurai persoalan dan merumuskan solusi alternatif, serta membangun rasa kepercayaan. Presiden menyatakan bahwa rakyat Papua butuh didengar dan diajak bicara perihal apa yang diinginkan. Kepercayaan menjadi fondasi penting.
Langkah yang perlu disamakan antara Jakarta dan Papua, kata dia, persepsi atas format dialog, agenda, peserta, proses tahapan dialog dan target akhir dialog. Dengan demikian, ditemui pemahaman yang sama perihal gagasan Dialog Jakarta-Papua ini (baca: Jokowi Jangan Salah Artikan Dialog Jakarta-Papua).
Kedua, Presiden Joko Widodo tetap menjalankan kebijakan yang pernah diletakkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengedepankan pendekatan kesejahteraan ketimbang pendekatan keamanan di dalam mengelola Papua. Integrasi nasional dan keutuhan NKRI adalah harga mati, namun dibangun di atas fondasi kesejahteraan, keadilan dan tatatan hukum yang menghargai konteks sosial budaya.
Ketiga, perbatasan antara Indonesia dengan negara-negara sahabat menjadi perhatian penting dari Presiden Joko Widodo. Presiden ingin menjadikan perbatasan menjadi beranda depan Indonesia di hadapan negara-negara di kawasan Pasifik.
Keempat, Presiden Joko Widodo menginginkan kekayaan sumberdaya alam di Tanah Papua dinikmati oleh rakyat secara adil dan proporsional. Hal ini sejalan usulan Gubernur Papua yang mengharapkan adanya renegosiasi kontrak karya yang tidak adil dan pentingnya keikutsertaan Pemda dan rakyat Papua di dalam pengelolaan sumber daya alam.
Kelima, memecahkan persoalan kemahalan harga dengan kebijakan Tol Laut dengan menetapkan sejumlah titik pelabuhan sebagai simpul distribusi logistik di Tanah Papua.
Keeenam, untuk menggerakan ekonomi kawasan Timur Indonesia, Presiden Joko Widodo melakukan terobosan pembangunan infrastruktur strategis seperti re-aktivasi Bandara Frans Kaisepo sebagai jalur penerbangan internasional, kebijakan trans-kereta api Papua, pembangunan jembatan Holtekamp Jayapura sebagai landmark Indonesia di kawasan Pasifik maupun percepatan infrastruktur dasar di kawasan terisolir.
Ketujuh, kebijakan rehabilitasi pasar tradisional sebagai media ekonomi rakyat, sekaligus media pembangunan integrasi sosial dalam masyarakat yang majemuk. Untuk itu, Presiden membangun pasar tradisional di 4 simpul kawasan di Papua. Tidak hanya pasar, namun perhatian ditujukan ke penguatan pedagang-pedagang lokal asli Papua untuk berkembang.
Kedelapan, Presiden menaruh perhatian ke peningkatan pelayanan dasar rakyat baik pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih, dan transportasi lokal.
Kesembilan, Presiden Joko Widodo menaruh perhatian ke pelaksanaan otonomi khusus Papua sebagai bagian dari kebijakan desentralisasi asimetris di tanah air. Kata dia, Pelaksanaan Otsus ini sesuai dengan aspirasi Papua yang menginginkan rekonstruksi atau revisi UU 21/2001 Otsus Papua, yang dikenal sebagai Otsus Plus.
Kesepuluh, Bappenas sedang menyiapkan bab khusus perihal percepatan pembangunan Papua, baik dimensi kewilayahan yang berbasis wilayah adat, dimensi sektoral, dan dimensi sosial di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019.
Diketahui, Velix Wanggai lahir pada 16 Februari 1962 di Jayapura, Papua, putra dari Sofyan Wanggai dan Ita Nurlita. Ia menikah dengan seorang wanita bernama Herwin Meiliantina dan telah dikaruniai empat orang anak. Ia melalui masa kecil sampai tamat sekolah menengah atas di Jayapura.
Setamat dari SMA Negeri 2 Jayapura pada tahun 1991, Velix ke Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikan tingginya di Universitas Gadjah Mada sampai mendapatkan gelar sarjana (S1) di bidang Hubungan Internasional dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada tahun 1996. Ia mendapatkan gelar master (S2) dari Flinders University, Australia dengan tesis "The Politics of Formulating Regional Development Policy: The Case of Papua, Indonesia, 1998 - 2006". Sedangkan gelar doktor (S3) ia dapatkan di Australian National University.
Ia resmi diangkat menjadi Staf Khusus Presiden pada 20 November 2009. Ia dipercaya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjadi staf khusus yang bertugas membantu memberi masukan pada presiden tentang hal-hal yang berhubungan dengan pembangunan daerah dan otonomi daerah di Indonesia.
Sebelumnya, Velix berkarier sebagai Staf Perencana pada Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (Yermias Degei/MS)
No comments:
Post a Comment