Oleh: Velix Wanggai
Perjalanan kepemimpinan Lukas Enembe – Klemen Tinal telah berjalan lebih dari 4 tahun.
Jejak langkah telah diletakkan oleh Gubernur Papua Lukas Enembe dalam
berbagai sektor pembangunan, pemerintahan dan pelayanan kemasyarakatan. Ada hal menarik yang digagas dan dijadikan kebijakan Enembe adalah
men-desentralisasi fiskal-an anggaran dana Otonomi Khusus dengan formula
80 persen ke Kabupaten/Kota se-Papua. Hal ini tentu dianggap sebagai
terobosan, dan dalam konteks tema politik pembangunan Papua dapat
dijuluki sebagai ”Enembe-nomics”. Artinya, kebijakan yang digagas oleh Enembe dengan seperangkat
landasan filosofis, landasan teori desentralisasi fiskal, landasan teori
manajemen pemerintahan, landasan teori politik electoral, maupun
landasan teori perubahan sosial
Dan, tidak berhenti digagasan saja, namun gagasan ini diikuti oleh
kebijakan keuangan lokal yang dipayungi oleh peraturan daerah, sehingga
dijadikan pedoman di dalam mengelola pembangunan di Papua.
Landasan Filosofis
Ketika 9 April 2013 di hadapan ribuan rakyat Papua di lapangan
Mandala, Kota Jayapura, diiringi deburan ombak Lautan Pasifik, Lukas
Enembe, Gubernur terpilih dan baru saja dilantik oleh Menteri Dalam
Negeri, menyampaikan pidato: “Perjalanan kita masih panjang, tetapi
perahu Papua akan terus berlayar, perjalanan Papua tidak lengkap jika
bapa dan mama, saudara-saudara masih hidup dalam kegelapan dan
keterisolasian, perjalanan Papua tidak lengkap jika bapa dan mama masih
sulit mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, kehidupan bapa dan mama
tidak lengkap jika masih sulit untuk mendapatkan pelayanan pendidian
yang baik, perjalanan pendapatan yang layak, mari kita tanamkan semangat
optimieme untuk menghadapi tantangan yang dihadapi”.
Selanjutnya, Gubernur Lukas Enembe menggugah rakyat Papua, dimana Enembe
menyampaikan, “Ada yang mengatakan Papua raksasa yang sedang tidur,
atau raksasa yang mulai bangun dari tidurnya, namun saya mengajak kita
semua pada saat ini, detik ini juga raksasa Papua harus bangun, kita
harus tegakan harkat dan martabat Papua, kita harus menemukan win-win
solution bagi semua pihak, kita juga berjuang agar rakyat lebih
sejahtera, satu rupiah pun yang jatuh diatas tanah ini harus digunakan
dengan baik untuk perubahan kehidupan orang Papua. Orang Papua tidak
boleh lagi miskin diatas kekayaannya, kue pembangunan harus dibagi
dengan adil dan tepat, tidak boleh makan sendiri tetapi merata untuk
rakya Papua. Kami juga berusaha agar hak-hak dasar orang Papua
terpenuhi, kami akan perbaiki kebijakan-kebijakan sektor pendidikan,
kesehatan ekonomi rakyat badan infrastuktur. Untuk itu perlu kebijakan
baru dalam mengelola pembangunan di Papua yaitu kebijakan untuk semua
rakyat Papua”. Demikian, pidato Gubernur Enembe di lapangan Mandala,
pada 9 April 2013.
Landasan Manajemen Pemerintahan
Dari landasan filosofi itu, Gubernur Enembe menegaskan diperlukan
upaya radikal untuk membalikkan anggaran pembangunan Papua yang berasal
dari Dana Otonomi Khusus.
Dari sisi landasan manajemen pemerintahan dan politik anggaran
nasional, Papua memperoleh skema asymmetric fiscal decentralization
atau dana otonomi khusus dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN).
Hal ini yang dinyatakan di dalam UU No. 21/2001 bahwa, “Penerimaan
khusus dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya setara
dengan 2 % (dua persen) dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional,
yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan”.
Dari Gubernur demi Gubernur di Papua sejak tahun 2001 hingga awal
2013 memiliki strategi penggunaan dana otonomi khusus. Tentu, ada
strategi, pendekatan, dan penekanan prioritas yang berbeda dari waktu ke
waktu. Ada konteks yang melatari apa kebijakan yang ditempuh oleh
masing-masing Gubernur, dimana dialokasikan untuk pendidikan, kesehatan,
ekonomi rakyat dan infrastruktur wilayah. Kebijakan alokasi dana
Otonomi Khusus sejak tahun 2001 hingga 2013 hanya berpijak pada
Peraturan Gubernur yang dibuat setiap tahun.
Di era Gubernur Enembe, ia sejak awal telah menegaskan ke publik
bahwa ia akan membalikkan paradigma desentralisasi keuangan dalam
pembangunan Papua, dimana mengalokasikan dana lebih besar ke
kabupaten-kabupaten yang sebetulnya lebih dekat dengan rakyat atau grass
root.
Dalam pandangan seorang ahli pemerintahan di Amerika Serikat, *”Bring
the State Closer to the People” (membawa Negara lebih dekat ke
rakyat).* Ini bermakna bahwa negara atau pemerintah daerah melakukan
desentralisasi perencanaan dan penganggaran ke daerah-daerah di bawah
gubernur untuk mengelola dana sendiri sesuai kebutuhan lokal yang
dihadapi di level paling bawah.
Terobosan PERDASUS No. 25/2013: Skenario Anggaran 80 : 20
Tepatnya tanggal 30 Desember 2013, atau 8 bulan setelah Lukas Enembe
dilantik pada 9 April 2013, Gubernur Enembe menetapkan Peraturan
Daerah Provinsi Khusus (Perdasus) Nomor 25 Tahun 2013 tentang Pembagian
Penerimaan dan Pengelolaan Keuangan Dana Otonomi Khusus, yang ditetapkan
pada 30 Desember 2013. Sejak tahun 2001 hingga 2013 pengelolaan dana Otonomi Khusus,
termasuk pembagian dana Otonomi Khusus hanya berdasarkan Peraturan
Gubernur yang dikeluarkan setiap tahun.
Keadaan ini menimbulkan masalah dan persepsi yang berbeda-beda di
tengah-tengah publik Papua, bahwa kemana saja penggunaan dana Otonomi
Khusus dan apa latar belakang pembagian dana antara Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
Oleh sebab itu, Lukas Enembe melihat diperlukan TEROBOSAN dengan membuat
payung hukum yang transparan dan terukur di dalam mengelola tata
keuangan daerah, termasuk jaminan kepastian hukum dan kepastian
kemanfataan yang adil.
Kebijakan mendasar dalam desentralisasi fiskal ini, dapat disebut
sebagai “Enembe-nomics”. Dalam Enembe-nomics, bahwa pemberian otonomi
khusus bagi Papua perlu diikuti dengan pemberian kewenangan khusus yang
dibagi antara daerah Provinsi dan daerah kabupaten/kota dimana
fungsi-fungsi pengaturan berada di daerah Provinsi, sedangkan fungsi
pelayanan masyarakat diberikan secara bertahap dan proporsional kepada
daerah kabupaten/kota.
Enembe-nomics juga melihat diperlukan kebijakan khusus dari
Pemerintah Provinsi untuk menjangkau semua daerah kabupaten/kota dalam
rangka membuka keterisolasian fisik dan sosial, mendukung peningkatan
dan pemerataan pendidikan, kesehatan, serta menumbuhkan kemandirian
ekonomi rakyat secara berkeadilan.
Di dalam Enembe-nomics ini, mengatur skenario anggaran yang berubah,
yakni 20 persen untuk Provinsi dan untuk Kabupaten/Kota sebesar 80
persen. Pola alokasi ini dilakukan sebelumnya dikurangi oleh pembiayaan
Program Strategis Pembangunan Kampung (Prospek) dan program strategis
lintas kabupaten/kota untuk pendidikan dan kesehatan. Hal ini bersifat
terobosan karena selama 12 tahun, sejak 2001 hingga 2013, pembagian dana
alokasi khusus 2 persen dari DAU Nasional ini dibagi dengan format 40
persen untuk Provinsi dan 60 persen untuk Kabupaten/Kota.
Selanjutnya, Enembe-nomics mengatur pula bahwa dana otonomi khusus
bagian Provinsi digunakan untuk membiayai: (1) program pendidikan,
kesehatan, ekonomi kerakyatan, dan infrastruktur yang merupakan
kewenangan Provinsi; (2) bantuan untuk institusi keagamaan, lembaga
masyarakat adat asli Papua, dan yayasan yang bergerak dalam bidang
pendidikan, kesehatan dan ekonomi kerakyatan; (3) penataan data untuk
kebutuhan perencanaan pembangunan otonomi khusus; (4) monitoring dan
evaluasi dana otonomi khusus; (5) peningkatan kinerja keuangan otonomi
khusus; (6) belanja operasional pelaksanaan tugas dan fungsi MRP.
Sementara itu, dalam strategi Enembe-nomics juga memberikan pedoman
bahwa peruntukan dana otonomi khusus bagian kabupaten/kota dialokasikan
untuk: (1) pembiayaan pelayanan bidang pendidikan minimal 30 persen; (2)
pembiayaan pelayanan kesehatan minimal 15 persen; (3) pembiayaan
pengembangan ekonomi kerakyatan minimal 20 persen; (4) pembiayaan
infrastruktur minimal 20 persen; (5) pembiayaan bantuan afirmasi kepada
lembaga keagamaan, lembaga masyarakat adat asli dan kelompok perempuan
dialokasikan maksimal 6 persen; (6) membiayai perencanaan dan pengawasan
pemerintah daerah, monitoring dan evaluasi serta pelaporan dialokasikan
maksimal 4 persen.
Enembe-nomics di dalam desentralisasi fiskal ke kabupaten/kota adalah salah satu terobosan dalam politik pembangunan Papua. Perjalanan dari terobosan kebijakan ini tentu tidak mudah. Masih ada
saja pekerjaan rumah yang dihadapi. Ini adalah tugas kolektif baik di
Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam mensukseskan terobosan kebijakan
desentralisasi fiskal ini.
Hal ini juga merupakan sebuah jawaban teknokratik bahwa dana Otonomi
Khusus yang diberikan oleh “Jakarta”, digunakan dengan tepat, terukur,
dan transparan.
Bring the State Closer to the People adalah sebuah strategi yang tepat dalam mewujudkan Papua Bangkit, Mandiri, dan Sejahtera.
Jakarta, Selasa, 20 Juni 2017
(Catatan Setelah Subuh, pukul 6.15 WIB).
(Velix Wanggai)
No comments:
Post a Comment