Politikindonesia - Indonesia akan mengajukan klaim ganti rugi atas tumpahan minyak akibat meledaknya kilang Montara di Laut Timor, Nusa Tenggara Timur. Kasus itu harus disikapi secara serius, karena tumpahan minyak telah memasuki Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan hal tersebut dalam pengantar Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (22/07).
Kepala Negara menegaskan, Indonesia akan melakukan kewajiban perlindungan terhadap wilayah dan warganya, sebaik mungkin. Untuk itu, Indonesia akan mengajukan klaim kepada perusahaan yang mengakibatkan tumpahan minyak itu.
Presiden meminta laporan dari para menteri terkait yang juga akan disampaikan dalam Sidang Kabinet tersebut. Perusahaan pengelola kilang Montara sudah seharusnya menyikapi klaim ganti rugi yang akan diajukan oleh Pemerintah Indonesia.
Menurut Kepala Negara, beberapa penelitian menunjukkan tumpahan minyak telah memasuki Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Selain itu, banyak laporan menyebutkan tumpahan minyak tersebut telah merugikan penduduk setempat.
Tumpahan minyak akibat meledaknya kilang milik perusahaan milik Australia, The Montara Well Head Platform itu telah mengakibatkan kerugian bagi masyarakat sekitar.
Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai menyatakan akan mengirimkan tim ke Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, dalam pekan ini. Tim akan melakukan verifikasi data kerugian masyarakat karena tumpahan minyak.
Rencananya, tim akan menyerahkan hasil verifikasi kepada Presiden, serta Kementerian dan lembaga terkait. Apabila diperlukan, pemerintah dapat menjadikan data tersebut sebagai salah satu bahan penyusunan klaim kerugian kepada pihak yang menimbulkan pencemaran.
Seperti diketahui, Kilang Montara meledak Agustus 2009. Minyak mentah di kilang itu tumpah dan mencemari Laut Timor. Pencemaran Laut Timor pada 2009 meluas ke perairan di sekitar Kabupaten Rote Ndao, bahkan hingga Laut Sawu, terutama sekitar Kabupaten Sabu Raijua dan pantai selatan Pulau Timor.
Keluhan Bupati
Velix Wanggai mengatakan, belum lama ini, pihaknya telah menerima laporan dari Bupati Rote Ndao, Leonard Haning itu. Laporan itu menyangkut jenis dan kuantitas kerugian yang diderita petani rumput laut dan nelayan Kabupaten Rote Ndao.
“Persoalan ekonomi yang dihadapi petani dan nelayan harus segera dicarikan jalan keluarnya. Hal tersebut mestinya berjalan seiring dengan upaya untuk membersihkan laut melalui pemanfaatan teknologi,” ujar Velix Wanggai.
Bupati Leonard Haning berkali-kali menyampaikan keluhan berkaitan dengan pencemaran tersebut. Ia mengeluhkan, hasil tangkapan nelayan berkurang dan rumput laut yang dikembangkan warga di pesisir Pulau Rote mati karena tercemar gumpalan minyak mentah.
Menurut Bupati Rote Ndao, tumpahan minyak itu mencemari sekitar 16.420 km per segi wilayah Laut Timor yang tercakup dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Kerusakan ekosistem laut dan kematian berbagai jenis biota laut telah menyebabkan anjloknya pendapatan nelayan dan petani rumput.
Sebelum terjadinya pencemaran, petani rumput laut di Rote Ndao dapat memproduksi 7334 ton rumput luat kering per tahun. Pada tahun 2009, atau setelah pencemaran terjadi, produksi turun hingga 1.512 ton. Bahkan, hingga Juni 2010, produksi rumput laut kering di Rote baru mencapai 341,4 ton.
Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan potensi kerugian akibat kasus Montara mencapai Rp290 miliar. Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta mengatakan, hasil perhitungan nilai potensi kerugian sosial ekonomi tersebut menjadi dasar kebijakan untuk tuntutan ganti rugi kepada pihak Australia.
Hasil perhitungan kerugian tersebut terbagi menjadi potensi kerugian total (total lost value) Rp247 miliar dan kerugian langsung (direct lost value) Rp42 miliar. Kerugian total dari perhitungan berbagai aspek seperti biofisik, psikologi dan sosial ekonomi dari nelayan setempat. Sedangkan kerugian langsung, penghitungan berdasarkan aspek riil yang seharusnya didapat nelayan dari perairan itu.
Rote Ndao, kabupaten paling selatan di NTT, yang berbatasan langsung dengan wilayah Australia. Kabupaten hasil pemekaran atau DOB (Daerah Otonom Baru) ini masih memiliki keterbatasan dalam melakukan penciptaan sektor lapangan kerja baru di luar sektor pertanian dan perikanan. Karena itu, keterlibatan pemerintah pusat masih diperlukan.
“Untuk Kabupaten Rote Ndao dan semua Daerah Otonom Baru, pemerintah selalu memberikan bantuan teknis, termasuk mengalokasikan dana-dana perimbangan ke daerah,” kata Velix Wanggai.
(aan/na)
No comments:
Post a Comment