Velix Wanggai (dimuat di Kolom Spektra Jurnal Nasional, 24 Februari 2011)
Istana Bogor kembali menjadi tempat bersejarah dalam proses pembuatan kebijakan strategis bagi masa depan Indonesia. Dua hari berturut-turut, sejak tanggal 21-22 Februari 2011, digelar Rapat Kerja Pemerintah yang dihadiri oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, jajaran Menteri di KIB II, Dewan Pertimbangan Presiden, Komisi Ekonomi Nasional, Komisi Inovasi Nasional, para pimpinan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan para Gubernur se-Indonesia. Pertemuan ini sangat strategis karena dihadiri semua top decision makers di berbagai level dan bidangnya masing-masing. Menyimak peserta yang begitu strategis, tentu, publik bertanya agenda apakah diangkat dan dibahas? Dan adakah kesepakatan baru yang dicapai?
Kali ini, Presiden mengajak para BUMN dan para Gubernur untuk merumuskan konsep Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (P3EI). Pendekatan yang dipakai adalah koridor ekonomi yang berbasis wilayah di pulau-pulau besar di Tanah Air. Selain itu, diakhir retreat, Presiden kembali memperkenalkan skema kluster baru dalam pengentasan kemiskinan, dan Presiden memberikan tiga catatan penting yang harus diperhatikan dalam pembangunan lima tahun ke depan.
Tema besar yang diangkat oleh Presiden adalah "Mari Kita Percepat dan Perluas Ekonomi Nasional Guna Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat". Kita sadar bahwa kita telah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014, Rencana Kerja Pemerintah (RKP), dan instrumen pembiayaan melalui skema APBN dan APBD. Namun semua itu belumlah cukup bagi perwujudan pembangunan yang lebih inklusif. Presiden ingin ada tarikan langkah yang bersifat terobosan, non-business as usual. Saatnya hadir kerangka regulasi dan kerangka pembiayaan yang berdimensi kewilayahan, desentralistik, dan inklusif.
Untuk memperluas ekonomi nasional kita, ada dua terobosan penting yang diamanatkan Presiden dalam Pertemuan Bogor ini. Pertama, perlunya rencana induk yang konkrit perihal percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi nasional. Ada enam koridor ekonomi yang berbasis kewilayahan yang didorong, yaitu koridor pantai Timur Sumatera, pantai Utara Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara, dan Papua. Kita bersyukur, retreat Bogor ini mengangkat perspektif regional dan mengoptimalkan keterkaitan antar kegiatan di setiap koridor ekonomi (networking). Isu-isu konektifitas bisa lebih konkrit sesuai kebutuhan masing-masing koridor ekonomi. Ada beberapa capaian yang dihasilkan dari pertemuan Bogor ini. Pertama-tama adalah semua pihak memahami posisi dan kedudukan dari Master Plan P3EI. Ujung tombak dari pelaksanaan ini adalah BUMN dan dunia usaha. Kita juga telah berhasil mengidentifikasi regulasi pusat dan daerah yang menghambat investasi dan usulan insentif untuk percepatan investasi. Disamping itu, dipetakan pula dukungan konkrit dari BUMN. Bahkan Kementerian BUMN dan BUMN telah menaikkan komitmen belanja modal dari sekitar Rp 300 triliun menjadi sekitar Rp 800 triliun pada tahun 2011. Ini menunjukkan bahwa investasi BUMN ini akan menggerakan ekonomi nasional dan regional. Dan terakhir, dipetakan pula dukungan konkrit dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah, terutama ditujukan untuk kegiatan infrastruktur.
Makna kedua dari retreat Bogor ini adalah Presiden memperkenalkan skema kluster baru dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia. Presiden tegaskan bahwa belumlah cukup konsep P3EI ini. Demikian pula, perlunya skema baru yang dapat melengkapi tiga kluster yang selama ini dilaksanakan, baik kluster perlindungan sosial terpadu, kluster pemberdayaan masyarakat mandiri, maupun kluster kredit usaha rakyat.
Pada kesempatan ini, Presiden memperkenalkan skema "Seri Kebijakan Pro-Rakyat Kelas Bawah". Ada enam program utama dari seri kebijakan ini, yaitu program Rumah Sangat Murah, program Kendaraan Angkutan Umum Murah, program Air Bersih untuk Rakyat, program Listrik Murah dan Hemat, program Peningkatan Kehidupan Nelayan, dan program Peningkatan Kehidupan Masyarakat Pinggiran Kota. Dari amanat ini, terlihat nyata bahwa begitu tingginya perhatian Presiden dalam meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat perdesaan di daerah terpencil, masyarakat nelayan dan buruh kelas bawah, pekerja-pekerja informal perkotaan, dan masyarakat yang menetap di pinggiran kota. Bahkan Presiden berujar, tegahkah kita melihat warga kita yang tidur terlelap di kolong jembatan, atau memandang warga kita yang mengangkat air bersih berkilo-kilo meter. Jawabannya, tentu kita tak rela atas realita ini.
Kini, kita semua perlu bersatu dan bergandengan tangan untuk mengangkat taraf hidup saudara-saudara kita di berbagai pelosok Tanah Air. Untuk itu, inisiatif kebijakan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (P3EI) melalui pendekatan koridor ekonomi wilayah, serta pendekatan Seri Kebijakan Pro-Rakyat Kelas Bawah merupakan upaya nyata dan konkrit untuk mewujudkan pembangunan yang inklusif, adil, dan merata.
No comments:
Post a Comment