Oleh: Velix Vernando Wanggai (Kolom Spektra Jurnas, 19 Mei 2011)
Dua puluh Mei 2011 adalah 103 Tahun Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang kita peringati saat ini. Semangat dari setiap perayaan Harkitnas adalah semangat kebangsaan untuk menjadi bangsa yang besar yang mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Kata kuncinya ada pada pembangunan karakter bangsa dan daya saing bangsa. Kedua kosa kata itu memiliki kaitan yang teramat erat. Karakter bangsa adalah watak dasar atau kepribadian bangsa yang digali dari nilai-nilai adat-istiadat, aturan-aturan sosial, etika, moral dan kepercayaan atau agama. Sedangkan daya saing bangsa adalah kemampuan yang dihasilkan dari watak dasar melalui proses penempaan pengetahuan dan pengalaman yang sangat panjang.
Karakter bangsa kita adalah bangsa pejuang dan pantang menyerah. Dari catatan sejarah, kita menyaksikan para pejuang dengan gagah berani melawan penjajah meski dengan kekuatan militer yang terbatas. Hal ini dapat kita lihat dari kisah-kisah heroik seperti yang ditunjukkan oleh Cut Nyak Dien, Sudirman dan Bung Tomo. Karakter yang muncul dari ketiga tokoh itu adalah pemimpin dan pemberani. Di sisi lain, kita menyaksikan lukisan Basuki Abdullah tentang wanita desa yang meminggul bakul di tengah sawah atau penari Bali yang gemulai dengan kerlingan mata yang sedikit menggoda. Kita dapat membaca estetika lukisan Basuki Abdullah itu dengan karakter kelembutan dan kemanjaan.
Di bagian yang lain, kita menyaksikan spontanitas warga mengumpulkan sumbangan bagi para korban bencana di beberapa daerah di Indonesia atau para pemimpin agama yang sepakat melawan tindakan anarkisme dan radikalisme atas nama agama. Karakter yang bisa dibaca disini adalah perasaan sebagai satu keluarga besar bangsa Indonesia yang ingin hidup rukun dan damai, meskipun berbeda-beda latarbelakang suku, agama dan golongan.
Perjuangan bangsa Indonesia di masa lalu didasarkan pada semangat kebangsaan yang sama yakni tidak mau disepelekan oleh bangsa manapun. Kemerdekaan untuk menjadi diri sendiri adalah hak segala bangsa dan Indonesia ingin menjadi dirinya sendiri tanpa harus didikte oleh siapapun. Kita memiliki jatidiri ke-Indonesia-an yang kuat meskipun kita berada dalam pusaran globalisasi. Benar bahwa globalisasi mengharuskan kita berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Namun, globalisasi tidak boleh menghilangkan identitas kultural kebangsaan kita yang telah tertanam secara turun-temurun. Kepribadian ini yang ditunjukkan oleh bangsa-bangsa lain seperti Jepang, China dan Korea.
Kita memiliki nilai-nilai kultural dan peradaban par excellence di mata dunia dan kemampuan kecerdasan manusia Indonesia pun tidak kalah dengan kemampuan sumberdaya bangsa-bangsa lain di dunia. Namun kita belum banyak berbicara di aras internasional dalam konteks daya saing. Kita masih jauh dibawah 108 dari 169 negara yang tercatat oleh UNDP dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2010 lalu. Dari sisi ini kita dapat mengukur sejauhmana keunggulan, produktivitas dan daya inovasi yang kita miliki.
Dengan anggaran pendidikan yang sudah mencapai 20 persen dari APBN 2011, kita harus segera memperbaiki tingkat pendidikan penduduk kita. Jika titik terlemah pencapaian pembangunan manusia ini bisa segera diperbaiki, kita akan mampu meningkatkan capaian IPM kita secara signifikan dalam 10 tahun mendatang. Komitmen kebangsaan jangan hanya simbolik tetapi kerja keras.
Presiden SBY telah menegaskan bahwa perjalanan bangsa kita telah berada pada arah yang benar, Indonesia bisa menjadi negara maju di abad-21, dan krisis energi serta pangan dunia ini akan bisa kita atasi. Mengapa ? Karena sejak 100 tahun yang lalu, sejak bangsa kita bangkit, kita telah menjadi bangsa yang berkemampuan, "Bangsa Yang Bisa" ! Bisa mengubah nasib, bisa bersatu, bisa mengusir penjajah, bisa meraih dan mempertahankan kemerdekaan, dan bisa mengatasi berbagai tantangan sejarah!
Untuk menjadi bangsa yang maju, atau menuju an emerging economy, Presiden SBY menjelaskan ada tiga syarat fundamental yang harus kita bangun dan miliki, yaitu:
Pertama, kita harus menjaga dan memperkuat kemandirian kita. Kemandirian adalah dasar dari kekuatan, ketahanan dan kemampuan kita untuk terus maju sebagai bangsa. Kita tidak boleh memiliki ketergantungan yang tinggi, terlebih secara absolut kepada bangsa lain, kepada negara lain, kepada pihak lain, kepada dunia. Kita ingin, makin ke depan, dengan sumber daya yang kita miliki, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, infrastruktur, teknologi, pengalaman membangun, warisan sejarah dan berbagai potensi yang ada lainnya.
Kedua, kita juga harus memiliki daya saing yang makin tinggi. Dalam era globalisasi yang sarat dengan persaingan dan tantangan ini, meskipun sesungguhnya juga membuka peluang dan kerjasama, bangsa yang menang dan unggul adalah bangsa yang produktif dan inovatif, mengua-sai ilmu pengetahuan dan teknologi, cerdas mengambil peluang, serta berani menghadapi perubahan. Dengan anggaran pendidikan yang sudah mencapai 20 persen dari APBN 2011, kita harus segera memperbaiki tingkat pendidikan penduduk kita. Jika titik terlemah pencapaian pembangunan manusia ini bisa segera diperbaiki, kita akan mampu meningkatkan capaian IPM kita secara signifikan dalam 10 tahun mendatang.
Ketiga, kita harus mampu membangun dan memiliki peradaban bangsa (civilization) yang mulia. Itulah sebabnya, kita perlu terus mempertahankan nilai, jati diri dan karakter bangsa kita yang luhur dan terhormat. Kita perlu terus meningkatkan semangat dan ethos kerja sebagai bangsa yang kuat dan gigih. Komitmen kebangsaan kita jangan hanya simbolik tetapi kerja keras. Kita terus membangun peradaban yang menghadirkan persaudaraan dan kerukunan bangsa, serta peradaban yang memperkuat tanggung jawab untuk memelihara kelestarian alam.
Presiden SBY yakin bahwa kemandirian, daya saing dan peradaban bangsa yang tinggi, adalah kata kunci Indonesia menghadapi berbagai tantangan dan cobaan dan menjadi negara yang maju dan unggul di masa depan.
No comments:
Post a Comment