Presiden SBY di Darwin, Australia (foto: muklis/presidensby.info) |
Jakarta | Kamis, 5 Jul 2012
Oleh: Velix Wanggai
Hubungan antara Indonesia dan Australia telah terjalin sejak ratusan yang lalu. Para sejarawan menyebut kedatangan para saudagar asal Makasar, Sulawesi Selatan sekitar abad ke-16 dan ke-17. Para saudagar ini berlayar ke pesisir utara dan pesisir barat di Benua Australia untuk menjalin perdagangan dengan penduduk asli Australia, di mana teripang sebagai komoditas utamanya. di Benua Australia untuk menjalin perdagangan dengan penduduk asli Australia, di mana teripang sebagai komoditas utamanya.
Hasil teripang ini kemudian diekspor ke China oleh saudagar Makasar. Salah satu yang singgahi adalah wilayah Arnhem Land yang terletak Negara Bagian Northern Territory. Mereka menetap dan berbaur dengan komunitas Aborigin. Relasi sosial semakin kuat dengan tali perkawinan antara para saudagar Makasar dan komunitas Aborigin.
Kisah hubungan historis dan budaya ini dikisahkan oleh para sesepuh klan Aborigin melalui dongeng, tarian, kidung, dan tulisan di kulit pohon. Sejumlah nama-nama tempat juga memakai bahasa Makasar, termasuk memperkaya khasanah bahasa lokal di komunitas Aborigin. Mereka menyebut orang-orang asal Indonesia sebagai ‘macassara'. Demikian pula, dalam konteks penyebaran Islam di negeri Australia, tercatat bahwa selain berdagang, para pelaut Sulawesi Selatan juga memperkenalkan ajaran Islam. Ini berarti Islam masuk ke Australia sejak abad ke-16 dan abad ke-17.
Ikatan historis yang berabad-abad ini menjadi latar belakang hubungan antara kedua negara. Dari masa ke masa, masing-masing pemimpin dari kedua negara ini terus membangun hubungan yang harmonis. Ada yang menilai hubungan seperti "roller coaster", bergelombang dan naik turun. Namun, sebagai tetangga dan sahabat yang baik, Indonesia dan Australia berupaya untuk mengelola hubungan yang lebih kuat demi membagi kepentingan bersama.
Dengan paradigma, a million friends, zero enemy, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) semakin memperkuat hubungan kedua negara. Enam (6) bulan setelah SBY menjadi pemimpin pemerintahan, Presiden SBY dan PM John Howard mengikat komitmen bersama lewat Deklarasi Bersama mengenai Kemitraan Komprehensif antara Indonesia dan Australia (Joint Declaration on Comprehensive Partnership between Indonesia and Australia) pada 4 April 2005.
Sebagai tetangga, dan juga sehabat yang baik, kedua pemimpin menegaskan sebuah era baru guna membentuk kawasan Asia Pasifik yang stabil, sejahtera, berimbang, dan demokratis. Melalui deklarasi bersama ini, kedua negara sepakat untuk lebih meningkatkan kerja sama ekonomi dan teknik, kerja sama keamanan, dan hubungan antara masyarakat dan masyarakat (people-to-people links).
Setahun kemudian, tepatnya pada 13 November 2006, Indonesia-Australia menegaskan ikatan yang lebih strategis melalui perjanjian antara Indonesia-Australia dalam kerangka kerja sama keamanan (Agreement Between the Republic of Indonesia and Australia on the Framework for Security Cooperation). Perjanjian ini dijuluki sebagai Lombok Treaty, yang kemudian disahkan melalui UU No 47 Tahun 2007 pada tanggal 18 Desember 2007.
Dialog Presiden SBY dan PM Australia Julia Gillard pada 2-3 Juli 2012 di Darwin, Nothern Territory, memberikan pesan yang kuat dalam memperkuat kerja sama yang strategis dan menghormati kedaulatan masing-masing negara. "As sovereign nations, we each respect the territorial integrity and unity of the other. Australia does not support separatist movements in any part of Indonesia, demikian isi deklarasi bersama antara SBY dan John Howard pada 2005 lalu.
Kini, sikap PM Julia Gillard juga jelas, yakni mendukung penuh kedaulatan Indonesia. Persatuan, stabilitas, dan kesejahteraan di Indonesia adalah vital bagi kepentingan Australia.
No comments:
Post a Comment