Senin, 09 Juli 2012 08:11 WIB,
Media Indonesia online
Media Indonesia online
MI/Immanuel Antonius/ip
Kesejahteraan pun dituding sebagai akar permasalahan munculnya berbagai konflik di Bumi Cenderawasih. Padahal, eksploitasi alam di Papua dilakukan begitu masif, yang hasilnya sebagian besar mengalir ke pusat pemerintahan.
Terkait dengan desakan dialog antara Presiden dan masyarakat Papua untuk meredam berbagai konflik, Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Vernando Wanggai menegaskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak mengenal definisi yang kaku, seakan-akan antara Jakarta dan Papua berhadapan.
Menurutnya, Presiden terbuka untuk berbicara soal keadilan, kesejahteraan, dan demokrasi guna memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Presiden mendengar dan menimbang aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat Papua, terutama yang terkait dengan ide dialog Jakarta-Papua. Presiden memaknai dialog sebagai sebuah komunikasi konstruktif guna mewujudkan Papua tanah damai," ujar Velix di Jakarta, kemarin.
Saat ini, lanjut Velix, pemerintah tengah melakukan pemetaan kelompok-kelompok strategis di Papua, pemetaan isu, dan persoalan guna menentukan agenda komunikasi konstruktif itu. Selain itu, untuk merumuskan format, prosedur, dan mekanisme komunikasi tersebut nantinya.
"Untuk mengelola tindakan anarkistis akhir-akhir ini, dalam rencana jangka pendek, pemerintah mengambil langkah terpadu, antara lain pendekatan hukum, pendekatan sosiologis, dan pendekatan politik pembangunan," ujar Velix.
Pemerintah, jelasnya, bersikap menghargai freedom of speech rakyat Papua, tetapi tidak menoleransi tindakan kekerasan yang dilakukan kelompok-kelompok sipil bersenjata di Papua. Sebaliknya, Presiden telah memerintahkan Panglima TNI dan Kapolri untuk menindak dan menghukum anggota yang bertindak di luar batas kepatutan.
"Pendekatan budaya penting juga dalam kegiatan sosial ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur perdesaan," tuturnya.
Menurut Velix, pemerintah melihat bahwa ketiadaan kepemimpinan definitif di Papua turut memengaruhi tingkat konsolidasi pelayanan publik di Papua. Karena itu, pemerintah mendorong percepatan proses pemilihan gubernur Papua. Dengan adanya gubernur definitif, gubernur diharapkan dapat intensif membangun komunikasi dengan rakyat dan komunikasi dengan DPRP dan MRP.
Sudah dialog
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto menegaskan komunikasi pemerintah pusat dengan berbagai kelompok sudah dan selalu dilakukan selama ini. Komunikasi tersebut dilakukan Menko Polhukam bersama staf, kepala Unit Kerja Presiden Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat, serta staf khusus Presiden. Hal itu diungkapkan Djoko melalui pesan singkatnya di Jakarta, kemarin. "Sudah banyak kelompok-kelompok yang bertemu. Saya, baru-baru ini 3 hari di 3 kota di Papua, juga melaksanakan hal tersebut. Kelompok masyarakat seperti ini banyak sekali di Papua. Satu sama lain ada yang sama, dan ada juga yang beda visi dan opini," ujarnya.
Anggota Komisi III DPR Paskalis Kossay menegaskan, konflik, kerusuhan, dan aksi kekerasan yang terjadi di tanah Papua tidak akan mencapai titik terang jika dialog antara pemerintah dan masyarakat Papua tidak direalisasikan.
"Pemerintah kita tidak mampu menggali akar persoalan sebenarnya sehingga konflik tidak pernah selesai," tegas Paskalis saat dihubungi, Kamis (5/7).
Kaukus Papua di DPR menyampaikan duduk perkara yang sebenarnya terjadi di masyarakat Papua. Persoalan persepsi politik masa lalu, tuturnya, belum dianggap final oleh sebagian kelompok di Papua. Masih banyak ketidakberesan dalam proses integrasi pada 1963 maupun proses Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera).
Bukan hanya kekacauan yang ditunjukkan. Mereka juga mengorganisasi diri sebagai Papua Merdeka. Kelompok tersebut masih bergerak hingga hari ini. Hal itulah, lanjut Paskalis, yang menjadi akar persoalan di Papua. Ia meminta pemerintah berupaya merangkul mereka untuk kemudian meluruskan pemahaman dengan cara dialog.
Paskalis menilai, akibat tidak berjalannya dialog, sebagian kelompok di masyarakat Papua terus bergerak mengganggu pemerintahan, pembangunan, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
"Kalau saja pemerintah mau berdialog, persoalan kesejahteraan akan berangsur-angsur membaik. Ia menilai pendekatan keamanan tidak bisa menyelesaikan persoalan, karena bukan itu yang dibutuhkan Papua. Pendekatan kesejahteraan pun tidak akan berjalan jika situasi tidak mendukung," ujarnya. (*/P-1
No comments:
Post a Comment