Felix Wanggai. Foto: Ist.
Jakarta, MAJALAH SELANGKAH -- "Ketika dialog Presiden SBY dan para tokoh pemerintahan Papua di Biak, 24 Agustus 2014 lalu, Presiden menegaskan Aceh dan Papua ini berbeda dengan daerah-daerah lain di tanah air. Karena itu, solusi 'Otonomi Khusus Plus' dianggap oleh Presiden SBY sebagai jalan tengah bagi Papua. Prinsipnya, NKRI tetap tegak dan Merah Putih selalu berkibar di seluruh Tanah Papua."
Begitu kata Felix Wanggai, Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan dan Otonomi Daerah, kala berbincang-bincang seputar polemik Otonomi Khusus (Otsus) dan Otsus Plus di tanah Papua dengan detik.com di Jakarta, Jumat (12/9/14).
Dalam draft RUU Pemerintahan Otsus bagi Provinsi di Tanah Papua, Wanggai menjelaskan, revisi itu telah memuat prinsip percepatan pembangunan, rekognisi hak-hak dasar rakyat, afirmasi kebijakan khusus untuk Papua, redistribusi pembangunan yang adil antara pusat daerah, maupun prinsip rekonsiliasi.
"Dengan kewenangan yang luas dan kebijakan afirmasi yang berskema khusus, serta dengan dukungan kebijakan fiskal yang proporsional, diharapkan kesejahteraan rakyat Papua berubah lebih baik dalam naungan NKRI, demikian pesan Presiden SBY," tuturnya dikutip detik.com edisi Sabtu, 13 September 2014.
Kaukus Papua Indonesia dan HMI Community, Alfit, menilai, revisi Undang-Undang Otsus Papua yang rencananya menjadi Otsus 'Plus' bukan merupakan jalan keluar dan kebutuhan bagi rakyat Papua.
Dilansir tribunnews.com edisi 19 September 2014, Alfit menilai, yang bermasalah ada pejabat pemerintahan Papua yang korup.
"Faktor utama dari kegagalan Otsus Papua bukan dari segi produk perundang-undangannya, melainkan mental pejabat Pemerintahan Papua yang sangat korup. Dengan adanya otsus ini, Pemprov Papua sangat memiliki peran dalam menata dan mengelola pemerintahan daerahnya secara otonom tetapi dengan mental korup dari pejabat inilah Otsus Papua berjalan tidak maksimal," kata Alfit.
Sementara itu, dengan terpilihnya presiden Indonesia yang baru, Joko Widodo, sebelum dilantik bersama kabinetnya, orang Papua mulai meminta banyak hal.
Sejumlah orang Papua yang mengklaim sebagai "masyarakat Papua" bertemu dengan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi), kemarin, Jumat, (12/09/14) di Gedung Balaikota Jakarta, sebuah gedung kuno dan bersejarah di Medan Merdeka Selatan No. 8. Baca: Sejumlah "Orang Papua" temui Jokowi.
Mama-mama asli Papua juga menemui Jokowi. Menamakan diri Solidaritas Perempuan Pembela HAM Papua, mereka menyampaikan tiga prioritas perempuan asli Papua yang harus menjadi perhatian serius dalam pemerintahan Jokowi-JK. Baca: Perempuan Asli Papua Sampaikan 3 Isu Prioritas bagi Jokowi-JK.
Sementara itu, Forum Kerja Oikumenis Gereja-Gereja Papua telah menyampaikan keprihatinan gereja atas berbagai persoalan di Papua pada tanggal 29 Agustus 2014 melalui Tim Transisi.
Pada, Sabtu (13/09/14) lalu, Forum Kerja Oikumenis Gereja-Gereja Papua kembali menyerahkan surat lanjutan dengan fokus kepada 'depopulasi' Orang Asli Papua, yang sedang terjadi Papua. Baca: Ini Surat dari Forum Kerja Oikumenis Gereja Papua untuk Jokowi.
Surat diterima oleh Deputi Tim Transisi, Andi Widjajanto di rumah transisi di Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta Pusat bersamaan dengan tiga prioritas perempuan asli Papua yang harus menjadi perhatian serius dalam pemerintahan Jokowi-JK yang disampaikan oleh Solidaritas Perempuan Pembela HAM Papua. (BT/Tribunnews.com/Detik.com/MS)
No comments:
Post a Comment