Oleh: Dr. Velix Wanggai
Hari-hari ini Pemerintah dan Pemerintah Provinsi Papua sedang merumuskan substansi kebijakan dan program yang tepat dalam Instruksi Presiden (Inpres) yang terkait dengan dukungan penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Tahun 2020 di Provinsi Papua.
Terbitnya Inpres ini sebagai bukti dari sebuah kerja kolektif antara Pusat - Daerah dalam membangun Indonesia dari Pinggiran dalam perspektif keolahragaan.
Di tengah-tengah Sidang Kabinet Terbatas perihal Papua di Kantor Presiden, pada 19 Juli 2017, Gubernur Lukas Enembe sempat menjelaskan ke Presiden Joko Widodo. Gubernur Enembe mengurai olahraga adalah identitas dan talenta yang telah mengalir dalam darah daging orang Papua. Olahraga dalam konteks ke-Papua-an adalah seni, sport is the art.
Menoleh ke belakang di tahun 1970-an ketika Gubernur Acub Zainal sangat getol dengan dunia olahraga, terutama sepakbola. Misalnya saja, ketika sehari sebelum final Persipura melawan Persija di Stadion Utama Senayan, pada 19 April 1976, Acub Zainal mengirim surat ke pemain-pemain Persipura.
Dalam suratnya, ia mengatakan, "Kalau ada manusia yang paling bangga saat ini, karena Persipura masuk final adalah saya. Saya sangat bangga atas hasil gemilang yang telah dicapai oleh putra-putra Irianku, meskipun saya kini bukan apa-apa lagi dan tidak berada di Irian lagi. Tetapi hatiku selalu berada padamu semua. Cita-citaku keinginanku ialah Persipura (putra-putra Irian Jaya) jadi juara Indonesia". Alhasil, surat ini menjadi salah satu penyemat anak-anak "Mutiara Hitam" untuk mengalahkan Persija dengan skor 4 - 3.
Identitas dan Olahraga di Panggung Internasional
Belajar dari pengalaman di belahan negara lain, olahraga merupakan instrumen dalam membangun solidaritas sosial bangsa. Di Afrika Selatan, dalam sebuah film dengan judul Invictus (atau artinya, Tak Terkalahkan), mencerminkan bagaimana Nelson Mandela membangun tim Rugby sebagai kendaraan untuk membangun solidaritas bersama antara kulit hitam dan kulit putih, guna menyatukan bangsa yang pernah terbelah karena rezim apartheid.
Identitas nasional, kebanggaan, dan kepercayaan diri dibangun melalui olahraga dan slogan-slogan yang menyertainya. Ketika Piala Dunia Sepakbola tahun 2014, German menggaungkan slogan, "One Nation, One Team, One Dream". Kesebelasan Australia, dengan slogan, "Socceross: Hoping Our Way into History" dan Ghana berslogan, "Black Stars: Here to illuminate Brazil". Sementara, Argentina membawa slogan, "Not just a team, we are a country". Demikian pula, slogan, "Heroes play like Greeks", diangkat oleh Yunani (www.cnn.com, 15 Mei 2014).
Kebangkitan Olahraga dan Upaya Redistribusi Pembangunan
Ketika Presiden Joko Widodo meletakkan batu pertama Stadion Utama 'Papua Bangkit" di Kampung Harapan, Jayapura, pada 9 Mei 2015. Menurut Presiden Joko Widodo, "Proyek pembangunan venue PON di Papua memiliki arti yang sangat penting. Bukan saja keolahragaan Papua, tapi juga Indonesia". Bahkan, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pembangunan Papua bukan fisiknya saja, tapi jiwa raganya juga harus dibangun. Dengan penunjukan Papua sebagai tuan rumah PON, maka bisa menjadi awal kebangkitan olahraga nasional Indonesia, khususnya di wilayah timur.
Dalam konteks Papua, Gubernur Enembe menerapkan 5 wilayah adat, yakni Saireri, Mamta, Meepago, Leepago, dan Animha ke dalam pelaksanaan PON XX 2020. Dengan berbasis sosial budaya, dilakukan redistribusi pusat-pusat venues olahraga ke 5 wilayah adat, baik di Biak, Timika, Jayawijaya, Merauke dan wilayah Jayapura.
Sebagai tuan rumah PON XX, Papua diletakkan sebagai bagian visi "Indonesia-sentris" yang diangkat Presiden Joko Widodo. Untuk itu, hadirnya Instruksi Presiden seputar dukungan kebijakan guna percepatan pembangunan prasarana dan sarana venues PON di Papua, haruslah dilihat sebagai narasi besar mempercepat pemerataan pembangunan ke Kawasan Timur Indonesia, membangun karakter bangsa, memperkuat persatuan dan ketahanan nasional.
*Penulis adalah pengamat pembangunan Papua*
Hari-hari ini Pemerintah dan Pemerintah Provinsi Papua sedang merumuskan substansi kebijakan dan program yang tepat dalam Instruksi Presiden (Inpres) yang terkait dengan dukungan penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Tahun 2020 di Provinsi Papua.
Terbitnya Inpres ini sebagai bukti dari sebuah kerja kolektif antara Pusat - Daerah dalam membangun Indonesia dari Pinggiran dalam perspektif keolahragaan.
Di tengah-tengah Sidang Kabinet Terbatas perihal Papua di Kantor Presiden, pada 19 Juli 2017, Gubernur Lukas Enembe sempat menjelaskan ke Presiden Joko Widodo. Gubernur Enembe mengurai olahraga adalah identitas dan talenta yang telah mengalir dalam darah daging orang Papua. Olahraga dalam konteks ke-Papua-an adalah seni, sport is the art.
Menoleh ke belakang di tahun 1970-an ketika Gubernur Acub Zainal sangat getol dengan dunia olahraga, terutama sepakbola. Misalnya saja, ketika sehari sebelum final Persipura melawan Persija di Stadion Utama Senayan, pada 19 April 1976, Acub Zainal mengirim surat ke pemain-pemain Persipura.
Dalam suratnya, ia mengatakan, "Kalau ada manusia yang paling bangga saat ini, karena Persipura masuk final adalah saya. Saya sangat bangga atas hasil gemilang yang telah dicapai oleh putra-putra Irianku, meskipun saya kini bukan apa-apa lagi dan tidak berada di Irian lagi. Tetapi hatiku selalu berada padamu semua. Cita-citaku keinginanku ialah Persipura (putra-putra Irian Jaya) jadi juara Indonesia". Alhasil, surat ini menjadi salah satu penyemat anak-anak "Mutiara Hitam" untuk mengalahkan Persija dengan skor 4 - 3.
Identitas dan Olahraga di Panggung Internasional
Belajar dari pengalaman di belahan negara lain, olahraga merupakan instrumen dalam membangun solidaritas sosial bangsa. Di Afrika Selatan, dalam sebuah film dengan judul Invictus (atau artinya, Tak Terkalahkan), mencerminkan bagaimana Nelson Mandela membangun tim Rugby sebagai kendaraan untuk membangun solidaritas bersama antara kulit hitam dan kulit putih, guna menyatukan bangsa yang pernah terbelah karena rezim apartheid.
Identitas nasional, kebanggaan, dan kepercayaan diri dibangun melalui olahraga dan slogan-slogan yang menyertainya. Ketika Piala Dunia Sepakbola tahun 2014, German menggaungkan slogan, "One Nation, One Team, One Dream". Kesebelasan Australia, dengan slogan, "Socceross: Hoping Our Way into History" dan Ghana berslogan, "Black Stars: Here to illuminate Brazil". Sementara, Argentina membawa slogan, "Not just a team, we are a country". Demikian pula, slogan, "Heroes play like Greeks", diangkat oleh Yunani (www.cnn.com, 15 Mei 2014).
Kebangkitan Olahraga dan Upaya Redistribusi Pembangunan
Ketika Presiden Joko Widodo meletakkan batu pertama Stadion Utama 'Papua Bangkit" di Kampung Harapan, Jayapura, pada 9 Mei 2015. Menurut Presiden Joko Widodo, "Proyek pembangunan venue PON di Papua memiliki arti yang sangat penting. Bukan saja keolahragaan Papua, tapi juga Indonesia". Bahkan, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pembangunan Papua bukan fisiknya saja, tapi jiwa raganya juga harus dibangun. Dengan penunjukan Papua sebagai tuan rumah PON, maka bisa menjadi awal kebangkitan olahraga nasional Indonesia, khususnya di wilayah timur.
Dalam konteks Papua, Gubernur Enembe menerapkan 5 wilayah adat, yakni Saireri, Mamta, Meepago, Leepago, dan Animha ke dalam pelaksanaan PON XX 2020. Dengan berbasis sosial budaya, dilakukan redistribusi pusat-pusat venues olahraga ke 5 wilayah adat, baik di Biak, Timika, Jayawijaya, Merauke dan wilayah Jayapura.
Sebagai tuan rumah PON XX, Papua diletakkan sebagai bagian visi "Indonesia-sentris" yang diangkat Presiden Joko Widodo. Untuk itu, hadirnya Instruksi Presiden seputar dukungan kebijakan guna percepatan pembangunan prasarana dan sarana venues PON di Papua, haruslah dilihat sebagai narasi besar mempercepat pemerataan pembangunan ke Kawasan Timur Indonesia, membangun karakter bangsa, memperkuat persatuan dan ketahanan nasional.
*Penulis adalah pengamat pembangunan Papua*
No comments:
Post a Comment