by : Vien Dimyati
PRIA yang satu ini termasuk salah satu pemuda Papua yang terbilang sukses. Velix Wanggai adalah pemuda Papua yang pernah menempuh pendidikan di Universitas Gadjah Mada (UGM). Kesuksesan yang ia dapatkan hingga saat ini membuat ia terus berjuang untuk serta dalam hal pembangunan Papua. Bersama pemuda Papua lainnya ia berharap wajah Papua baru dapat maju mengikuti daerah berkembang lainnya.
Dengan memperkuat pola komunikasi di antara jenjang pemerintah terkait, serta membangkitkan rasa optimisme birokrasi lokal di kalangan pemuda Papua, Kepala Seksi Kawasan Khusus Wilayah Timur, Direktorat Penanganan Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, BAPPENAS ini, yakin 20 tahun kemudian Papua akan menjadi lebih baik.
Menurutnya, wajah Papua baru bagi anak muda adalah Papua yang adil dan sejahtera tapi dengan wajah yang inklusif bukan ekslusif, memiliki toleransi, memiliki nilai-nilai pluralisme di dalam jiwanya.
Ditemui di rumahnya beberapa waktu lalu, Velix Wanggai bersedia berbicara dengan Jurnal Nasional mengenai perubahan Papua. Berikut adalah kutipannya:
1. Ceritakan sedikit mengenai kegiatan Anda?
Kalau berbicara mengenai kegiatan saya, sejak saya lulus dari UGM, saya sudah mulai aktif di Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional Bappenas, di bagian Deputi Pembangunan Regional dan Otonomi Daerah, jadi banyak tugas-tugas yang saya kerjakan yang bersifat aspek pengembangan kawasan, pengembangan masyarakat di daerah, dan hal-hal mengenai penguatan otonomi daerah, dari sebelum dan sesudah masa reformasi. Tapi, sejak 2003, saya menempuh pendidikan di Australia untuk menyelesaikan program S3 saya. Lima, enam tahun belakangan ini saya lebih banyak melakukan kegiatan di luar kedinasan yakni melakukan studi. Dalam studi, saya mengkaji dan meneliti proses formulasi penyusunan undang-undang otonomi daerah di dalam tesis saya. Tapi, di luar studi itu saya masih membantu di kedinasaan (Bappenas).
2. Kenapa mengambil masalah undang-undang otonomi daerah?
Tesis saya ini mengenai proses formulasi penyusunan undang-undang otonomi daerah sehingga saya dapat menganalisis proses gagasan yang muncul di dalam penyusunan undang-undang desentralisasi yang sudah ada dari tahun 1999. Jadi, saya bisa melihat proses penyusunan undang-undang desentralisasi otonomi daerah tahun 1999 dan kritisnya undang-undang pemerintahan daerah tahun 2004, itu dua yang saya analisis.
Undang-undang lainnya yang dianalisis adalah undang-undang otonomi daerah yang bersifat khusus yaitu saya menganalisis proses penyusunan undang-undang otonomi khusus bagi provinsi Papua dan juga undang-undang pemerintahan Aceh. Jadi, saya mencoba menganalisis undang-undang otonomi daerah yang bersifat umum dan bersifat khusus. Saya membandingkan gagasan yang muncul, proses tarik-menarik gagasan, kepentingan politik dan juga kepentingan bisnis yang ada di dalam penyunan undang-undang itu. Sehingga, saya ingin mendapat suatu potret yang utuh, bagaimana pemerintah, politisi di DPR, serta masyarakat mencoba membuat desain baru untuk otonomi daerah di Indonesia selama reformasi ini.
3. Apa yang membuat Anda tertarik mendalami penyusunan undang-undang otonomi daerah?
Karena pertama, saya ingin melihat gagasan yang muncul, yang hadir, yang ingin memberikan kekuatan terhadap daerah, artinya hak, kewajiban, dan tanggung jawab daerah provinsi dalam mengelola pemerintahan daerahnya. Kedua, saya ingin melihat bahwa selama ini orang mengatakan desentralisasi adalah bagian penting atau anak kandung dari proses demokrasi Indonesia. Jadi, saya ingin melihat proses desentralisasi atau demokrasi Indonesia ini bisa tercipta di tingkat lokal (provinsi). Ketiga, pelajaran bagi proses policy making, bagamana semua stakeholder yang ada di Indonesia yang konsen di otonomi daerah ini bisa terlibat di dalam proses itu.
Akhirnya di dalam analisis saya ini, kita bisa melihat bagamana policy making yang terjadi di dalam undang-undang tahun 1999, tahun 2004, apakah terbuka atau tertutup. Kemudian juga akan terlihat undang-undang yang tercipta hanya untuk kepentingan-kepentingan yang terjadi di situ dan juga undang-undang yang di Aceh dan Papua.
Sehingga, kita bisa memberikan pola yang baru bagi pemerintahan, baik di pusat dan di daerah. Maka, dari berbagai stakeholder ini terlibat juga untuk menyusun suatu arah baru hubungan pusat dan daerah di Indonesia. Itu yang penting, dan mudah-mudahan dalam satu semester ke depan disertasi ini bisa selesai.
4. Apa ada sinkronisasi antara tugas kedinasan dan studi Anda ini?
Saya melihat disertasi ini sangat berkaitan erat dengan tugas kedinasan saya di Bappenas, apalagi keunggulan kedinasan ini kan adalah pengembangan wilayah otonomi dearah. Kemudian dalam proses studi saya juga membantu proses penyusunan Instruksi Presiden mengenai percepatan pembangunan di Papua dan Papua Barat, yakni Inpres No 5 tahun 2007. Saya telah mengikuti prosesnya selama setahun, sehingga Inpres itu dibuat dan menjadi komitmen baru dari presiden untuk melihat undang-undang dan masalah otonomi khusus bagi Papua. Tapi, itu relatif, berjalannya belum efektif. Jadi sebenarnya data pemikiran Inpres ini keluar, tapi sebetulnya hampir 7 tahun ini otonomi khusus belum berjalan optimal atau belum berjalan efektif sehingga ada komitmen dari Presiden. Jadi Inpres ini adalah komitmen dari Presiden untuk mengoptimalkan percepatan pembangunan di Papua.
5. Apa yang jadi masalahnya sehingga Inpres itu belum berjalan?
Memang yang menjadi persoalannya sekarang adalah di tingkat implementasinya. Di mana orang-orang di kementerian, di lembaga pusat, di tingkat gubernur dan bupati belum maksimal menjalankan instruksi Presiden ini. Hal ini belum dapat diterapkan karena sebelumnya dalam Inpres ini, selain instruksi juga bersifat pendekatan. Jadi mereka (kementerian, bupati, gubernur) berpikir akan ada lagi instruksi baru lagi. Tapi kalau kita melihat di New Deal for Papua, yang ada di Inpres itu kan percepatan penanggulangan kemiskinan di Papua, ketahanan pangan, pendidikan, kesehatan, serta infrastruktur.
Jadi harus ada suatu perlakukan khusus bagi pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) putra dan putri Papua. Walaupun secara legal ini harus diperbaharui karena ini pemerintahan baru, terlepas dari legal formal, ini merupakan suatu pendekatan yang harus diterapkan oleh siapa pun, artinya oleh kementerian yang baru ini. Selain itu gubernur dan bupati juga harus tetap menjalani dan menerapkan instruksi ini, karena istilahnya ini yang menjadi sentral.
6. Apa PR (pekerjaan rumah) di Papua yang harus diselesaikan segera?
Masalah koordinasi antara jenjang pemerintahan. Lebih memperbanyak forum-forum pertemuan antara pusat dan daerah, antara provinsi dan kabupaten. Karena komunikasi yang paling sering terputus ini adalah antara provinsi dan kabupaten. Presentasi, koordinasi, komunikasi, itu yang penting untuk pembangunan Papua ke depan. Seharusnya kita bisa share strategi, visi, misi, itu yang penting. Karena selama ini perjalanannya sangat lambat, antara provinsi dan kabupaten. Gubernur dan wali kota harus ada komunikasi. Sehingga, visi dan misi menjadi sama dan ini juga bisa menyatukan masalah hal pendanaannya. Karena, anggaran untuk percepatan pembangunan Papua yang diberikan oleh pemerintah sangat besar.
7. Konsep Papua yang seperti apa yang dijunjung generasi muda Papua?
Di tingkat filosofi. Yang pertama untuk melihat wajah Papua yang baru adalah bagaimana kita mengembangkan sikap optimisme di kalangan generasi muda Papua. Artinya, ada energi positif. Para pemuda harus mencoba meminimalisasikan pesimisme untuk masa depan Papua. Karena pesimis adalah energi negatif bagi masa depan Papua untuk melihat masa depan hubungan antara pusat dan daerah.
Sekarang tinggal kita memberikan harapan, optimisme, bahwa Papua akan maju walaupun berangkatnya berbeda dengan saudara-saudara lain di provinsi lainnya. Tapi optimisme dengan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada, dan potensi SDM yang ada, keanekaragaman lingkungan yang ada, itu yang memberikan potensi yang bisa membuat optimis dari generasi muda.
8. Percepatan pembangunan yang seperti apa agar mencirikan khas budaya Papua?
Ya itulah yang selama ini yang menjadi pertanyaan. Hal yang menjadi penting adalah proses keseimbangan untuk menyatukan langkah di Papua, untuk penegakan pembangunan yang bersifat ekonomi, teknokratis, kita harus melakukannya dengan pendekatan sosial budaya Papua. Untuk mengombinasikan pendekatan itu, bisa melalui aspek yang bersifat penguatan masyarakat asli Papua, masyarakat adat, dan pendekatan sosial budaya sesuai dengan konteks wilayah di Papua.
Salah satu hal yang menjadi paling praktis di Papua adalah di Papua secara sederhana kita bisa melihat masyarakat pesisir pantai, masyarakat rawa-rawa, pulau-pulau, kaki gunung, pegunungan. Artinya, bagaimana kita bisa melakukan pembangunan yang bisa menyeimbangkan pendekatan ekonomi, sosial budaya, yang penting pendekatannya harus sesuai dengan konteks ekologi masyarakat yang ada di Papua. Bagaimana cara pendekatan di masyarakat pantai, rawa-rawa, kaki gunung serta pegunungan.
9. Apa tantangan generasi muda Papua untuk membangun Papua yang baru?
Mengomunikasikan pandangan yang berbeda dari stakeholder. Yakni pandangan berbeda antara kementerian, pusat, lokal, di berbagai stakeholder itu. Karena sangat sulit untuk menggabungkan visi misi di berbagai stakeholder ini, terutama di tingkat kementerian lembaga, pemerintah provinsi, dan kabupaten. Kami juga kesulitan untuk menyamakan visi di internal kawan-kawan Papua ini sendiri. Karena, perubahan Papua ke depan ini intinya dari kemauan orang Papua ini sendiri yang memiliki keragaman etnis, budaya, dan wilayah.
No comments:
Post a Comment