(dimuat di Harian Jurnal Nasional, 2 Sept 2010)
Artikel ini ditulis di ketinggian 35 ribu kaki di atas permukaan laut dalam perjalanan penulis dari Jayapura menuju Jakarta, Rabu 1 September 2010. Perjalanan yang cukup melelahkan, memakan waktu sekitar 7 jam, bagai penerbangan Jakarta-Tokyo atau Jakarta - Sydney. Tiga hari lamanya, penulis mengunjungi Manokwari, Ibukota Provinsi Papua Barat dan Jayapura, Ibukota Provinsi Papua.
Kunjungan ini memiliki makna yang berarti karena misi diemban adalah ingin mendengar pelbagai saran dan gagasan yang konstruktif dari para aparatur di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua. Bersamaan itu, penulis menyempatkan diri untuk berdialog dengan beberapa komunitas masyarakat sipil dan media-media lokal. Serangkaian pertemuan tersebut sangat berharga bagi penulis. Semua pihak menaruh harap agar pembangunan Papua semakin baik dari waktu ke waktu.
Dari sisi kultural, Papua selalu melekat di hati Presiden SBY. Presiden begitu terkesima dengan lantunan merdu lagu ‘Tanah Papua'. Semacam lagu wajib yang selalu dipromosikan Gubernur Provinsi Papua Barat, Abraham O. Atururi. Demikian pula, lagu ‘Mentari Bersinar' adalah karya yang ditulis Presiden SBY ketika beliau pulang dalam perjalanan Merauke - Jakarta. Lagu ini seakan-akan memberi pesan bahwa Papua ‘mengirimkan' sinar mentari dari ufuk timur ke ufuk barat. Ada sejuta cahaya harapan untuk membangun negeri ini. Penduduk yang majemuk di Papua, hamparan sawah yang luas di wilayah Merauke, dan kekayaan alam yang bernilai strategis adalah fondasi bagi masa depan ekonomi Indonesia.
Perhatian Presiden SBY kepada Papua dilihat pula dari sisi struktural. Pada 16 Agustus 2010 lalu, tepatnya dalam Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia di hadapan DPR dan DPD, dan juga dalam Pidato Keterangan Pemerintah dalam Pengantar R-APBN 2011, Presiden menyebuti Papua beberapa kali. Hal ini terasa penting bagi pemerintah untuk mengurai pelbagai langkah-langkah yang telah dan akan ditempuh oleh pemerintah guna mempercepat pembangunan Papua yang lebih baik.
Dari kedua pidato tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada tiga agenda besar bagi Papua yang ditekankan oleh Presiden SBY. Pertama, dalam satu dekade ini Pemerintah telah melakukan reformasi politik di Papua. Hal itu dapat dilihat dari desentralisasi asimetris yang dirumuskan dalam payung otonomi khusus bagi Papua. Melalui kerangka otonomi khusus ini, pemerintah telah mendesain kewenangan yang luas, mendesentralisasi fiskal yang lebih besar, maupun menghargai identitas ke-papua-an melalui pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP). Sebuah institusi khusus sebagai representasi kultural rakyat Papua, yang keanggotaannya terdiri dari wakil adat, wakil agama, dan wakil perempuan.
Kedua, Presiden SBY juga menunjukkan komitmennya untuk memperbaiki Papua dengan mengatakan bahwa ‘akan terus menjalin komunikasi yang konstruktif dalam pembangunan Papua yang lebih baik'. Komunikasi yang konstruktif ini sejalan dengan pendekatan yang selama ini ditekankan oleh Presiden SBY, yaitu menerapkan pendekatan damai dan bermartabat, dan mengedepankan pendekatan kesejahteraan (prosperity) bagi penyelesaian masalah di Papua.
Ketiga, dalam Pidato R-APBN 2011, Presiden SBY meneguhkan langkahnya untuk mengoptimalkan pelaksanaan otonomi khusus yang lebih baik. Dengan alokasi dana otonomi khusus yang semakin besar dari waktu ke waktu, maka diperlukan mekanisme pengawasan yang tertata dan terukur secara baik. Harapannya, dengan kebijakan desentralisasi fiskal yang besar, taraf hidup saudara-saudara kita di Tanah Papua berubah menuju kehidupan yang lebih baik. Menata Papua dengan hati adalah kunci dari semua langkah kita menjadikan Tanah Papua sebagai masa depan Indonesia.
Sumber: http://www.jurnalnasional.com/show/newspaper?rubrik=Halaman%20Muka&berita=142152&pagecomment=1
No comments:
Post a Comment