JAKARTA. Ribuan massa Serikat Petani Indonesia (SPI) tumpah ruah dan melakukan aksi di jalanan Jakarta untuk memperingati Peringatan Hari Tani Nasional dan setengah abad Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) (24/09). Massa SPI yang berasal dari daerah Banten dan Jawa Barat ini mulai berkumpul di mesjid Istiqlal Jakarta sejak Kamis malam (23/09). Massa SPI mulai bergerak dari mesjid istiqlal menuju istana Presiden RI mulai pukul Sembilan pagi.
Agus Ruli Ardiansyah selaku koordinator aksi menyebutkan bahwa tanggal 24 September ini adalah Hari Rayanya kaum tani di Indonesia.
“Jadi sebagai masyarakat tani kita wajib merayakan Hari Raya kita. Oleh karena itu marilah hari ini kita melakukan aksi damai menuju istana RI untuk mendesak Presiden agar benar-benar serius memperhatikan kesejahteraan kita. Hari ini kita teriakkan hak kita yang selama ini sering dilupakan pemerintah” teriak Ruli sebelum melepas massa aksi.
Dalam aksi ini massa SPI membawa sembilan tuntutan yakni agar pemerintah segera meredistribusikan 9,6 juta hektar tanah kepada rakyat tani melalui pembaruan agraria nasional; mentertibkan dan memberdayakan 7,3 juta hektar tanah terlantar untuk pembaruan agraria dan produksi pangan untuk kedaulatan pangan, kedaulatan energi serta perumahan rakyat; melindungi pertanian kecil berbasis keluarga dan tolak korporatisasi pertanian–terutama proyek food estate; menghentikan kekerasan dan kriminalisasi terhadap petani. Menyegerakan dibuatnya Undang-Undang tentang Perlindungan Hak Asasi Petani; Mencabut Undang-Undang Perkebunan, Kehutanan, Sumber Daya Air, Pangan, Pertambangan, Penanaman Modal, Minerba, Konservasi Sumber Daya Alam, Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan, Sistem Budidaya Tanaman, Perlindungan Varietas Tanaman, Perikanan, dan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil karena bertentangan dengan Pancasila dan mandat UUD 1945, serta UUPA 1960; dan Menolak Rancangan Undang Undang yang berpotensi merugikan kaum tani, seperti Rancangan Undang-Undang Pengadaan Tanah, Pertanahan, Hortikultura.
“ Kami juga menuntut agar Pemerintah segera membentuk komisi Ad hoc penyelesaian konflik agraria dan pelaksana reforma agraria; melindungi dan memenuhi hak mendasar petani serta akses terhadap sumber-sumber agraria, benih, pupuk, tekhnologi, modal dan harga produksi pertanian; serta agar pemerintah mengakui bahwa tanggal 24 September adalah Hari Tani Nasional” ungkap Ruli yang juga Ketua Departemen Politik, Hukum dan Keamanan SPI.
Selain SPI, aksi ini juga diikuti oleh 44 organ pendukung yang turut berpartisipasi dalam Aksi Hari Tani Nasional ini.
Presiden Komitmen Mempercepat Reforma Agraria
Sesampainya di Istana Presiden, massa aksi SPI diterima oleh Velix Wanggai Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, bersama Jusuf Gunawan Djangkar selaku Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi. Hadir juga Yuswanda Tumenggung selaku Deputi Pengaturan & Penataan Pertanahan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan beberapa Deputi Sekretariat Kabinet.
Massa aksi SPI diwakili oleh Henry Saragih selaku Ketua Umum SPI, tiga orang petani perwakilan SPI, serta perwakilan dari organisasi dan LSM pendukung Aksi Hari Tani Nasional ini.
Henry Saragih menyampaikan bahwa pemerintah perlu segera melaksanakan landreform dengan membagikan tanah kepada orang-orang yang tak bertanah dan petani gurem. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak perlu ragu menjalankan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) yang sudah dicanangkan pada awal Januari 2007 dan awal Januari 2010.
“Jika lahan 10 juta hektar itu didistribusikan kepada empat juta kepala keluarga petani, masing-masing akan menerima 2,5 hektar. Multiefek positif akan terjadi mulai dari lapangan kerja yang tersedia hingga jumlah penduduk miskin yang meningkat kesejahteraannya” ungkap Henry pada para perwakilan Presiden.
“ Pemerintah juga harus membatasi dan impor pangan. Ketergantungan pada pasar pangan dunia harus dihentikan. Kalau tidak, Indonesia akan terus dalam cengkeraman spekulan pangan dunia” kata Henry yang juga Koordinator Umum La Via Campesina (Gerakan Petani Internasional).
Mendengar penjelasan Henry, Velix menyebutkan bahwa penertiban tanah terlantar telah menjadi salah satu agenda nasional, sehingga apabila terdapat kasus-kasus penyelesaian konflik agraria yang berlarut-larut, pihaknya terbuka untuk menerima masukan mengenai pola-pola resolusi konflik agraria yang efektif dari organisasi petani.
“ Presiden SBY memberikan komitmen yang tinggi untuk percepatan pelaksanaan reforma agraria dan penataan pertanahan nasional ” kata Velix.
Velix juga menyampaikan, saat ini pemerintah sedang menyiapkan RUU Pertanahan dan PP Reforma Agraria yang direncanakan selesai pada Desember 2010.
RUU Pertanahan juga mencakup sinkronisasi dan harmonisasi berbagai peraturan perundangan terkait tanah, seperti UU Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Penataan Ruang, UU Perkebunan, serta UU Pertambangan, Mineral, dan Batubara.
“Kebijakan land reform dan pemberian akses kepada masyarakat untuk memanfaatkan tanahnya menjadi aspek penting yang tercakup dalam PP Reforma Agraria,” tambah Velix.
No comments:
Post a Comment