Velix Wanggai (dimuat di Kolom Spektra, Jurnal Nasional, 21 April 2011)
Untuk kedua kalinya Istana Bogor menjadi tempat perhelatan Rapat Kerja (retreat) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan para pelaku usaha baik swasta dan negara (BUMN). Retreat ini dihadiri pula para Menteri, Gubernur dan Ketua DPRD se-Indonesia. Sebelumnya, Retreat I digelar pada akhir Februari 2011 yang dihadiri oleh para pimpinan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tema besar yang dibahas adalah penyelesaian Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Istana Bogor adalah tempat dimana sejarah bangsa ini terukir. Istana Bogor dibangun oleh Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoff pada tahun 1744. Ia terkesima akan kampung kecil di Bogor (Kampung Baru), sebuah wilayah bekas Kerajaan Pajajaran yang terletak di hulu Batavia yang penuh kedamaian. Akhirnya dari Van Imhoff inilah 38 Gubernur Jenderal Belanda dan satu orang Gubernur Jenderal Inggris menjadikannya sebagai tempat kediaman resmi (Istana) yang pada awalnya bernama Buitenzorg atau Sans Souci yang berarti "tanpa kekhawatiran".
Sejarah nasional Indonesia juga mencatat Istana Bogor menjadi bagian dari sejarah bangsa. Konon dari tempat inilah awal peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto dalam peristiwa Supersemar. Tahun 1994, Presiden Soeharto menjadikan Istana Bogor sebagai tempat pertemuan tahunan menteri ekonomi APEC (Asia-Pacific Economy Cooperation). Pertemuan ini menghasilkan Deklarasi Bogor. Pada era kepemimpinan Presiden SBY, berbagai pertemuan penting digelar. Sejumlah agenda dan kebijakan strategis bangsa juga dirumuskan oleh Presiden SBY di Istana Bogor ini.
Di hadapan pimpinan dunia usaha nasional dan daerah, Presiden menegaskan bahwa saat kini saatnya untuk berbuat (time to act). Rakyat menunggu kita untuk berbuat dan tidak ingin mendengar kata gagal. Untuk itu, kita semua perlu bahu membahu, berbagi peran, dan mengisi pembangunan sesuai bidang, sektor, dan wilayah. Kita tidak mendapatkan cek kosong dari dunia usaha, namun kita ingin mendapatkan cek isi. Agenda besar kita yaitu percepatan kesejahteraan rakyat, penguatan konsolidasi bangsa, dan keadilan yang inklusif harus acuan utama kita semua. Karena itu, disinilah pentingnya Retreat Bogor II ini.
Lingkungan Istana Bogor yang sejuk dan asri menambah suasana keakraban antara para pelaku usaha dengan para pemangku birokrasi, nasional dan daerah. Forum ini sengaja digagas Presiden SBY untuk lebih mempertajam dan merinci pelbagai regulasi dan kegiatan strategis yang mungkin bersifat umum di dalam RPJMN 2010-2014. Forum ini juga merupakan ajang meminta masukan dari para pelaku usaha dan pemerintah daerah menyangkut hambatan-hambatan (bottlenecking), dengan tujuan hambatan itu dapat diurai (debottlenecking) dalam waktu dekat ini.
Suasana tenang Istana Bogor banyak mendatangkan inspirasi. Di tengah-tengah rehat kopi, seorang pengusaha nasional mengucap apresiasi yang tinggi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, karena sejak awal para pengusaha telah diajak untuk memikirkan agenda bangsa yang begitu strategis ini. Dinamika forum mempertontonkan para pengusaha nasional saling berbincang serius tapi santai, bahkan saling melontarkan kritikan tajam kepada para Menteri. Forum ini sangat strategis dan penuh apresiasi. Semua pihak saling memahami posisi dan peran, serta kita semua saling membutuhkan.
Para pimpinan dunia usaha terlibat dengan seksama perdebatan dari dokumen MP3EI ini. Dokumen MP3EI tidak menggantikan RPJP Nasional 2005-2025 atau RPJM Nasional 2010 - 2014, melainkan komplementer pelbagai dokumen kebijakan nasional yang telah ada. MPE3I adalah sebuah pendekatan baru bagi percepatan pembangunan ekonomi nasional melalui peningkatan nilai tambah, mendorong inovasi, mengintegrasikan sayap sektoral dan regional serta mempercepat investasi swasta. Kini, Presiden ingin membalikkan paradigma pembangunan yang dulunya sektoral menuju pendekatan kewilayahan. Karena itu, kebijakan perluasan ekonomi nasional ini memilih pendekatan koridor ekonomi wilayah yang mendorong pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru di luar pulau Jawa-Bali. Kebijakan koridor ekonomi wilayah ini tentu perlu didukung oleh koneksivitas nasional yang terpadu.
Saatnya untuk kita berbuat. Para Menteri dan pimpinan lembaga di Pusat maupun para Gubernur di Daerah segera melakukan apa yang menjadi tanggungjawabnya. Sebab komitmen dunia usaha yang dinyatakan di akhir Retreat Bogor II adalah sekitar 1.300 trilyun rupiah. Investasi yang cukup besar untuk mewujudkan pembangunan yang inklusif di seluruh tanah air.
Karena itu, investasi dari dunia usaha ini tidak boleh terhambat oleh kekakuan birokrasi di Pusat dan di daerah. Reformasi birokrasi, kelembagaan dan perbaikan regulasi mutlak dilakukan dari waktu ke waktu. Kita yakin bahwa komitmen para pelaku dunia usaha diatas cukup jelas. Mereka tidak datang meminta kepada penguasa daerah melainkan memberi uang ke daerah lewat kegiatan investasinya di daerah. Namun yang terpenting disini adalah jaminan kepastian berusaha bagi para investor.
Tak salah jika di sela-sela akhir Retreat Bogor II ini, Presiden mengeluarkan direktif untuk pimpinan TNI dan Polri di tingkat Pusat dan Daerah terkait stabilitas sosial, politik dan keamanaan di dalam negeri. Kita berharap, bahwa Retreat Bogor II telah mengambil langkah-langkah konkret bagi percepatan pembangunan ekonomi yang inklusif dalam Istana Buitenzorg, yang bermakna "Istana tanpa kekhawatiran", alias Istana optimisme.
No comments:
Post a Comment