foto: HarianJogja.com |
Jurnal Nasional | Kamis, 21 Jun 2012
Oleh: Velix Wanggai
Kata demi kata dari artikel ini dirangkai di dalam penerbangan dari Manokwari menuju Jakarta. Udara begitu cerah ketika kita tinggalkan kota Manokwari, Papua Barat. Sebelumnya ketika di Jayapura dan Timika, cuaca yang cerah menyambut dengan hangat rombongan Pemerintah yang diketuai oleh Menkopolhukam Djoko Suyanto.
Perjalanan kali ini membawa kesan yang sangat bermakna bagi kita semua, khususnya Menkopolhukam Djoko Suyanto, Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo, dan Kepala BIN Letjen TNI Marciano Norman. Tiga hari lamanya, sejak 17 - 20 Juni 2012, Menkopolhukam dan rombongan menyapa Jayapura, Timika, dan Manokwari. Di ketiga kota itu, Menkopolhukam dengan ramah dan sabar menggelar dialog dan mendengar berbagai pandangan dari A hingga Z guna menatap masa depan Papua.
Salam hangat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada rakyat Papua, demikian ujar Djoko Suyanto ketika membuka dialog. Papua ada di hati Presiden SBY. Untuk itu, kedekatan SBY dengan rakyat telah terjalin sejak SBY mengemban amanah sebagai Menkopolkam pada kurun waktu 2001 - 2004. Ditengah dinamika sosial politik yang sedang berubah, SBY berulang kali berdialog dengan tokoh-tokoh Papua guna merumuskan draft Otonomi Khusus yang akhirnya diketok sebagai UU No. 21/2001 pada akhir November 2001. Demikian juga, di era KIB II ini, Presiden selalu terbuka berkomunikasi dari hati ke hati dengan para tokoh Papua.
Untuk itu, dalam mengelola Papua, Pemerintah memiliki lima (5) posisi dasar sebagai kebijakan bagi Papua, yaitu: (1) menguatkan kedaulatan NKRI dengan tetap menghormati keragaman dan kekhususan rakyat dan wilayah Papua; (2) menata dan mengoptimalisasi pelaksanaan UU No. 21/2001 perihal Otonomi Khusus bagi Papua; (3) melakukan affirmative policies sebagai bentuk rekognisi atas hak-hak dasar rakyat Papua; (4) mendesain strategi percepatan pembangunan wilayah dan pemberdayaan rakyat Papua; dan (5) mengedepankan penghormatan atas HAM dan mengurangi tindak kekerasan, baik yang dilakukan oleh kelompok-kelompok separatis Papua maupun yang dilakukan oleh oknum aparat negara di luar batas kepatutan.
Pertemuan antara Menkopolhukam dan para tokoh-tokoh rakyat Papua, baik di Jayapura, Timika, dan Manokwari adalah simbol dari keterbukaan Pemerintah untuk untuk dikritik, dikoreksi, dan bahkan dimarahi oleh rakyat Papua. Begitulah yang terjadi dalam rangkaian dialog tersebut. Namun, di sela-sela dialog tersebut, Menkopolhukam mengungkapkan bahwa saatnya untuk kita menatap masa depan Papua.
Konteks Papua yang dinamis hari-hari ini sebenarnya juga mencerminkan kemajuan yang telah dicapai dalam sepuluh (10) tahun terakhir. Kemajuan ini berakibat pada perubahan sosial yang berpengaruh terhadap relasi-relasi sosial antarkelompok masyarakat di Papua maupun relasi antara negara dan masyarakat (power relations).
Oleh karena itu, pentingnya pemerintah dan para pemangku kepentingannya lainnya untuk memahami hati orang Papua, mengenali konteks sosial budaya, dan memetakan kluster kewilayahan yang berbeda-berbeda di tanah Papua. Pemahaman yang baik atas konteks ke-papua-an ini akan diikuti oleh pendekatan yang lebih humanis dan kemanusiaan di dalam proses pembangunan. Disini pula, pentingnya kerangka yang lebih mikro di level daerah dalam bentuk peraturan-peraturan khusus guna mewujudkan affirmative policies, demikian ujar Menkopolhukam.
Rangkaian komunikasi konstruktif yang dilakukan di tiga kota itu juga memberikan pesan penting bahwa Papua Tanah Damai adalah tanggung jawab kolektif seluruh anak bangsa
No comments:
Post a Comment