Iman Syukri
Velix Wanggai
Indonesia yang damai, adil, dan sejahtera adalah harapan kita semua. Begitupula, harapan yang selalu diidamkan oleh semua penduduk Papua tanpa terkecuali. Semua ikhtiar kita ditujukan untuk menciptakan kedamaian yang berkelanjutan. Oleh karena itu, setiap kekerasan yang terjadi di tanah Papua tidak dapat ditolerir. Dimana pun negara di belahan dunia ini, tidak ingin memberikan ruang bagi tindak kekerasan. Setiap tindak kekerasan harus menerima sanksi atas hukum yang berlaku. Inti demokrasi adalah keseimbangan antara hak dan kewajiban. Namun, di Papua, kita masih dihadapkan dengan semangat identitas regional yang mengarah pada separatisme.
Pemerintah menyadari adanya kompleksitas persoalan di Papua. Soal-soal sepele di dalam relasi sosial warga, terutama antara penduduk asli Papua dan pendatang ternyata dapat berakibat gesekan bahkan konflik antara penduduk yang majemuk ini. Papua yang terus tumbuh dan berkembang, ternyata berdampak pada perubahan sosial, hubungan antar kelompok (sosial relations), maupun hubungan antara negara dan penduduk (power relations). Setiap gesekan dalam hubungan-hubungan tersebut seringkali ‘cross-cutting interest‘ dengan tuntutan separatisme. Dalam konteks itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) senantiasa menghargai ekspresi dan kebebasan setiap warga bangsa untuk bersuara apa saja. Apalagi dengan ‘wide range autonomy‘ yang dimiliki oleh Papua, telah memberikan ruang kekhususan yang lebih luas ketimbang daerah-daerah lain di Tanah Air. Karena itu, setiap kekerasan yang mengakibatkan korban jiwa telah mengoyak rasa aman dan nyaman, sehingga hal ini tidak dapat ditolerir oleh kita semua.
Apa ikhtiar kita untuk merajut rasa aman, nyaman, dan damai ini? Penegakan hukum adalah pilihan langkah yang dilakukan oleh pemerintah, khususnya pihak kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya. Demokrasi tidak memberi ruang kekerasan maupun penghilangan nyawa anak-anak bangsa. Hal itu bukan sebagai kebebasan bersikap, namun hal itu merupakan tindakan kriminal yang harus dihukum setimpal. Selain penegakan hukum, Pemerintah tak henti-hentinya untuk mengelola perubahan pendekatan pembangunan. Jika di era sentralistik, aspek keamanan menjadi faktor yang dominan, namun di era pemerintahan SBY yang desentralistik ini telah menekankan aspek kesejahteraan sebagai pilihan pendekatan. Disini, Presiden SBY mengintroduksi strategi ‘Perdamaian melalui Pembangunan‘ (peace through development). Setiap pilihan kebijakan, program, dan pembiayaan diharapkan selalu sensitif terhadap keadilan sosial, wilayah, jender, agama, maupun etnik.
Bagi Papua, Presiden SBY telah menegaskan sikapnya untuk menciptakan Papua Tanah Damai (Papua, Land of Peace). Presiden selalu mendengar aspirasi dan nuansa batin yang berkembang di tanah Papua. Dalam beberapa tahun terakhir, Presiden telah menyapa rakyat Papua di Sorong, Manokwari, Wasior, Nabire, Timika, Jayapura, Wamena, Yahukimo, dan Merauke. Suara hati rakyat untuk mengubah hidup yang lebih baik. Dalam suasana batin seperti itu, berulang kali Presiden SBY menekankan posisi dasar Pemerintah untuk Papua, yaitu (1) melakukan affirmative policy bagi pengembangan sumber daya manusia Papua; (2) menghormati hak-hak dasar rakyat Papua dan tidak mentolerir tindakan kekerasan; (3) mempercepat pembangunan wilayah dan pemberdayaan rakyat Papua; (4) menata dan memperbaiki pelaksanaan Otonomi Khusus Papua; dan (5) memberikan ruang ekspresi dengan tetap mempertahankan kedaulatan NKRI.
Akhirnya, adalah tugas kolektif kita untuk mewujudkan Papua Tanah Damai.
No comments:
Post a Comment