Jakarta | Jum'at, 1 Mar 2013
Aliyudin Sofyan
Para pemegang kekuasaan harus mencegah penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.
Demikian menurut Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai kepada Jurnal Nasional, Kamis (28/2). "Presiden SBY melihat bahwa gagasan-gagasan besar bangsa seperti nasionalisme, integrasi sosial, harmoni, dan bhineka tunggal ika menjadi bahasa kolektif dari semua pihak. Hal ini yang harus dijaga oleh semua anak bangsa," kata Velix.
Menurut Velix, dalam konteks spiritual ke-Indonesiaan, Presiden SBY menyatakan bahwa bangsa ini dilandasi oleh nilai-nilai toleransi, keadilan, dan kesalehan sosial serta penegakan supremasi hukum.
Bahkan, kata Velix, Presiden SBY beberapa waktu lalu menegaskan bahwa bila di negeri ini ingin tidak ada penggunaan kekuasaan yang sewenang-wenang, para pemegang kekuasaan harus mencegah penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan itu.
Menurutnya, Presiden SBY mengajak semua anak bangsa di seluruh Tanah Air untuk menciptakan kehidupan berdemokrasi yang santun, beretika, teduh, dan damai. "Suasana yang damai adalah fondasi penting untuk membangun demokrasi dan pembangunan yang lebih baik," katanya.
Terpisah, permasalahan di Papua yang makin meruncing dinilai sejumlah kalangan tidaklah berbeda dengan yang terjadi di Aceh beberapa waktu lalu. Sayangnya, Aceh bisa diatasi dan pulih sampai hari ini, sementara Papau masih dalam pergolakan. Terhadap fakta tersebut, sejumlah pengamat meminta Presiden SBY untuk menangani dan menyelesaikan kasus Papua sama seperti yang dilakukan terhadap Aceh. "Masalah Papua sangat bisa diselesaikan oleh Presiden SBY," kata Direktur Progran Imparsial, Al Araf. Araf mengatakan, menyelesaikan persoalan di Papua sepenuhnya tergantung bagaimana Presiden SBY mengambil jalan politik untuk membangun dialog-dialog baru bersama masyarakat Papua itu sendiri.
"Memang, kita harus mengatakan bahwa ini adalah suatau kenyataan yang paradoks, kenapa Aceh bisa diselesaikan dengan dialog, tapi kenapa Papua tidak dilakukan dengan hal serupa?" katanya.
Ia juga menilai, masalah Papua masih bisa diselesaikan dengan jalur hukum, di mana polisi tetap menjadi garda depan, sementara bantauan dari TNI harus atas persetujuan presiden sesuai dengan UU TNI Pasal 7 ayat (3). Sejauh ini, yang terjadi justru operasi militer yang diutamakan tanpa persetujuan presiden. Padahal, cara ini bisa dikatakan ilegal karena tidak sejalan dengan UU TNI Pasal 7 ayat (3) itu sendiri.
Araf juga melihat bagaiman pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua hingga kini tidak berjalan, misalnya di Abepura. Kedepan, kata Araf, sungguh dibutuhkan kerendahan hati untuk membuka diri dan mulai membangun ruang dialog baru bersama masyarakat papua.
Friederich Batari/Herman Sina
No comments:
Post a Comment