Dalam waktu satu bulan ini, pemerintah akan melakukan pengkajian dan Evaluasi terhadap Otonomi Khusus (Otsus) bagi Papua. Pengkajian dan. Evaluasi tersebut untuk memperluas pemberian otonomi khusus yang sudah ada saat ini. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menugaskan Staf Khusus Presiden
Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai untuk
mengkaji kemungkinan pemberian Otonomi yang Diperluas dalam bingkai
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bagi Papua.
“Presiden SBY memberi waktu satu bulan untuk melaporkan kembali hasil pengkajian otonomi yang diperluas itu,” kata Velix Wanggai saat membuka Strategic Policy Discusion (SPD) mengenai otonomi khusus bagi Provinsi Papua, di Kantor Bina Graha, Jakarta, Kamis (7/3) pagi. Acara tersebut SPD. dihadiri para pejabat dari 25 kementerian/lembaga non kementerian itu diselenggarakan sebagai respon permintaan Presiden SBY untuk merumuskan konsep otonomi yang diperluas bagi Papua.
Dalam Sidang kabinet terbatas yang membahas keamanan Papua, di kantor Presiden, Jakarta, bulan lalu, menurut Velix Presiden SBY menilai perlunya melihat kembali konsep otonomi khusus bagi Provinsi papua. Dalam kesempatan itu, mengungkapkan bahwa Presiden SBY menyampaikan gagasan tentang otonomi yang diperluas, yang artinya otonomi yang memberikan sebuah afirmasi yang terukur tapi juga mengena, sesuai kebutuhan masyarakat Papua. Melalui rapat SDP itu, Velix berharap bisa dihasilkan penjabaran otonomi khusus diperluas bagi Papua.
Empat Aspek
Kepada peserta rapat, Velix menyodorkan topik evaluasi menyeluruh terhadap konsep, desain dan dampak Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, yang terbagi dalam empat topik, yaitu aspek penataan pembangunan; aspek pembiayaan atau keuangan daerah; aspek strategi penataan kelembagaan, dan aspek pembangunan politik dan HAM
Velix menilai, aspek penataan pembangunan sangat menonjol karena dari 79 pasal UU Nomor 21 Tahun 2001 sebagian besar membahas pembangunan, antara lain pembangunan pengelolaan sumber daya alam, kebijakan sosial, ketenagakerjaan, kependudukan, pembangunan lingkungan hidup, kebudayaan, kesehatan.
“Termasuk pembangunan dalam hal ini meliputi kawasan terpencil,” kata Velix.
Aspek keuangan daerah, menurut Velix, membutuhkan perhatian khusus mengingat UU Otsus Papua memuat pasal-pasal yang mengatur kekhususan atau keistimewaannya, misalnya dengan kebijakan 2 persennya, infrastruktur, pola bagi hasil , sistem insentif atau subsidi untuk sektor perhubungan, hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, alokasi dana provinsi dan kabupaten.
Rapat juga perlu mengkritisi isu yang beredar di masyarakat mengenai efektivitas dana Otsus. Pemerintah mengalokasi Dana Otonomi Khusus (DOK) untuk Provinsi Papua sebesar Rp 4,3 triliun, dan Papua Barat sebesar Rp 1,8 triliun. Selain Dana Otonomi Khusus, pemerintah juga mengalokasikan dana tambahan infrastruktur untuk Papua dan Papua Barat masing-masing sebesar Rp 1 triliun.
Pasal-pasal UU Otsus, kata Velix, banyak menyebut institusi, kewenangan sektoral, pengadilan HAM, komisi kebenaran dan rekonsiliasi, peradilan adat, partai politik lokal, dan sebagainya. “Termasuk desain pemekaran, ini masuknya dalam kontek institusi karena dalam pasal-pasal pembangian daerah, pembentukan provinsi, kabupaten. Ini perlu dipikirkan bagaimana strategi penataan kelembagaan, sehingga kedepan apakah desain penataan daerah atau provinsi tetap dua seperti sekarang ini, atau perlu sebuah grand design dari pemerintah pusat bagaimana wajah provinsi di Papua,” ungkap Velix.
Velix mengatakan pembangunan politik dan HAM di Papua memiliki karakteristik, misalnya strategi pertahanan keamanan papua, penempatan pos-pos TNI dan Polri, keterlibatan masyarakat dalam menjaga keamanan.
“Presiden SBY memberi waktu satu bulan untuk melaporkan kembali hasil pengkajian otonomi yang diperluas itu,” kata Velix Wanggai saat membuka Strategic Policy Discusion (SPD) mengenai otonomi khusus bagi Provinsi Papua, di Kantor Bina Graha, Jakarta, Kamis (7/3) pagi. Acara tersebut SPD. dihadiri para pejabat dari 25 kementerian/lembaga non kementerian itu diselenggarakan sebagai respon permintaan Presiden SBY untuk merumuskan konsep otonomi yang diperluas bagi Papua.
Dalam Sidang kabinet terbatas yang membahas keamanan Papua, di kantor Presiden, Jakarta, bulan lalu, menurut Velix Presiden SBY menilai perlunya melihat kembali konsep otonomi khusus bagi Provinsi papua. Dalam kesempatan itu, mengungkapkan bahwa Presiden SBY menyampaikan gagasan tentang otonomi yang diperluas, yang artinya otonomi yang memberikan sebuah afirmasi yang terukur tapi juga mengena, sesuai kebutuhan masyarakat Papua. Melalui rapat SDP itu, Velix berharap bisa dihasilkan penjabaran otonomi khusus diperluas bagi Papua.
Empat Aspek
Kepada peserta rapat, Velix menyodorkan topik evaluasi menyeluruh terhadap konsep, desain dan dampak Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, yang terbagi dalam empat topik, yaitu aspek penataan pembangunan; aspek pembiayaan atau keuangan daerah; aspek strategi penataan kelembagaan, dan aspek pembangunan politik dan HAM
Velix menilai, aspek penataan pembangunan sangat menonjol karena dari 79 pasal UU Nomor 21 Tahun 2001 sebagian besar membahas pembangunan, antara lain pembangunan pengelolaan sumber daya alam, kebijakan sosial, ketenagakerjaan, kependudukan, pembangunan lingkungan hidup, kebudayaan, kesehatan.
“Termasuk pembangunan dalam hal ini meliputi kawasan terpencil,” kata Velix.
Aspek keuangan daerah, menurut Velix, membutuhkan perhatian khusus mengingat UU Otsus Papua memuat pasal-pasal yang mengatur kekhususan atau keistimewaannya, misalnya dengan kebijakan 2 persennya, infrastruktur, pola bagi hasil , sistem insentif atau subsidi untuk sektor perhubungan, hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, alokasi dana provinsi dan kabupaten.
Rapat juga perlu mengkritisi isu yang beredar di masyarakat mengenai efektivitas dana Otsus. Pemerintah mengalokasi Dana Otonomi Khusus (DOK) untuk Provinsi Papua sebesar Rp 4,3 triliun, dan Papua Barat sebesar Rp 1,8 triliun. Selain Dana Otonomi Khusus, pemerintah juga mengalokasikan dana tambahan infrastruktur untuk Papua dan Papua Barat masing-masing sebesar Rp 1 triliun.
Pasal-pasal UU Otsus, kata Velix, banyak menyebut institusi, kewenangan sektoral, pengadilan HAM, komisi kebenaran dan rekonsiliasi, peradilan adat, partai politik lokal, dan sebagainya. “Termasuk desain pemekaran, ini masuknya dalam kontek institusi karena dalam pasal-pasal pembangian daerah, pembentukan provinsi, kabupaten. Ini perlu dipikirkan bagaimana strategi penataan kelembagaan, sehingga kedepan apakah desain penataan daerah atau provinsi tetap dua seperti sekarang ini, atau perlu sebuah grand design dari pemerintah pusat bagaimana wajah provinsi di Papua,” ungkap Velix.
Velix mengatakan pembangunan politik dan HAM di Papua memiliki karakteristik, misalnya strategi pertahanan keamanan papua, penempatan pos-pos TNI dan Polri, keterlibatan masyarakat dalam menjaga keamanan.
No comments:
Post a Comment