oleh: Velix Wanggai
Hari Selasa alu, Presiden SBY mendapat kehormatan yang tinggi untuk berpidato pada Konferensi ke-100 Organisasi Buruh Internasional (ILO), di Geneva, Swiss. Peristiwa ini adalah penghargaan yang besar bagi dunia untuk Indonesia. Saat itu, Presiden SBY menegaskan kembali agar negara-negara untuk bergandengan tangan guna membuat era baru keadilan sosial. Saatnya bekerjasama mewujudkan kondisi terbaik bagi pekerja, dan merumuskan perubahan bagi generasi masa depan. Hal ini adalah catatan sejarah Indonesia dalam membangun tatanan dunia yang lebih adil, berimbang, dan inklusif.
Dalam berbagai penggalan sejarah, Indonesia telah dikenal di pentas dunia sejak ratusan tahun yang lalu. Dahulu, para leluhur kita seperti kerajaan Kutai, Sriwijaya, Tarumanegara, Majapahit, Demak, Samudera Pasai, Tidore, Ternate, dan pertuanan Papua telah membangun kontak dengan pusat-pusat kekuatan politik, budaya, maupun ekonomi di berbagai benua. Bahkan dalam cerita-cerita rakyat di berbagai daerah di Tanah Air menarasikan asal-muasal manusia di dunia berawal di Nusantara ini. Dan, beberapa waktu terakhir, sejumlah pakar sejarah dunia menjelaskan bahwa peradapan Atlantis yang hilang terletak di wilayah Nusantara. Penggalan sejarah ini adalah modal budaya dan sosial yang sangat bermakna bagi kita dan saatnya direaktualisasi dalam konstelasi dunia dewasa ini. Kita bangsa yang bisa.
Perjalanan Republik ini penuh dinamis. Dalam hubungan antarbangsa yang saling terkait dan tergantung, para pendiri negara (founding fathers) memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Salah satu cita-cita kemerdekaan ini adalah agar kita memperjuangkan perdamaian dunia yang adil dan beradab. Dengan konteks yang berbeda sesuai dengan tantangan zaman yang berbeda pula, Presiden Soekarno, Presiden Soeharto, Presiden B.J Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, dan Presiden Megawati Soekarnoputri telah menjalankan politik luar negeri yang bermartabat.
Di tengah-tengah perjalanan reformasi ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berupaya untuk memperkuat posisi dan peran kita di pentas dunia. Sejak tahun 2004, Presiden SBY mengarahkan politik luar negeri yang bertujuan untuk memperkuat dan memperluas pemahaman tentang identitas nasional sebagai negara demokratis dalam tatanan masyarakat internasional. Dunia harus mengakui bahwa proses demokratisasi yang sedang berjalan di Indonesia secara konsisten telah mengundang banyak simpati, dukungan, dan kepercayaan internasional. Prestasi demokrasi ini menjadi modal penting bagi diplomasi internasional Indonesia. Di sisi lain, Presiden SBY ingin menunjukan bahwa sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim, demokrasi dan agama dapat berpadu dan saling bersinergi dengan gagasan ekonomi modern yang terbuka. Hal ini merupakan modal dasar yang sangat penting pula dalam diplomasi internasional Indonesia.
Dalam tujuh terakhir ini, kita jalankan Multi directions foreign policy guna memajukan hubungan baik dengan negara-negara berkembang maupun dengan negara-negara maju dalam konteks politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. Kini, Indonesia sebagai satu-satunya negara kawasan Asia Tenggara yang menjadi anggota G-20. Dalam forum tersebut, Indonesia telah memberikan kontribusi yang penting dengan menyuarakan pandangan dan concerns negara-negara berkembang, seperti pertumbuhan ekonomi yang berimbang, berkualitas, dan berkesinambungan, serta inklusif.
Saat ini Indonesia sebagai pemimpin ASEAN dan telah berhasil menggelar ASEAN Summit. Sebagai lingkaran pertama politik luar negeri, Presiden SBY berhasil menuangkan gagasan untuk membentuk komunitas ASEAN , baik komunitas politik-keamanan ekonomi, dan sosial budaya ASEAN. Dalam masa keanggotaan Indonesia pada DK-PBB (2007-2008), Indonesia senantiasa memastikan kepatuhannya terhadap prinsip-prinsip internasional yang bersifat fundamental, terutama prinsip penghormatan terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah nasional (national sovereignty and territorial integrity). Demikian pula, dalam kaitannya dengan konflik di Timur Tengah, Indonesia secara konsisten terus mendukung perjuangan bangsa Palestina berdasarkan resolusi DK PBB No. 242 (1967) dan No. 338 (1973). Resolusi tersebut menyebutkan pengembalian tanpa syarat semua wilayah Arab yang diduduki Israel dan pengakuan atas hak-hak sah rakyat Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri, serta mendirikan negara di atas tanah airnya sendiri dengan Jerusalem Timur sebagai ibukotanya, di bawah prinsip "land for peace".
Sebagai masyarakat dunia, Indonesia telah meratifikasi 7 (tujuh) instrumen hukum internasional yang mengatur promosi dan proteksi HAM yang diterima secara universal. Dengan demikian Indonesia tunduk terhadap berbagai aturan dalam konvensi-konvensi tersebut, antara lain Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya - tahun 1976; Kovenan Internasional Hak-hak Sosial dan Politik-tahun 1976; (3) Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial-tahun 1969. Di bidang lingkungan hidup, Indonesia memprakarsai terbentuknya forum kerja sama negara-negara pemilik hutan tropis terbesar Forest-Eleven (F-11) yang menegaskan komitmen kerja sama melalui kesepakatan para "Leader" yang dituangkan dalam Joint Statement Tropical Rainforest Countries di New York pada 24 September 2007. Demikian pula, Indonesia berperan dalam pengesahan Bali Action Plan (BAP) dan Bali Roadmap pada Conference of Parties (COP) UNFCCC di Bali, Desember 2007.
Akhirnya, kita tidak hidup dalam suatu ruang yang vakum. Karena itu, kebijakan politik luar negeri Indonesia akan menyesuaikan diri dengan lingkungan global saat ini dan masa mendatang. Prinsipnya, kita memegang komitmen ‘A Million Friends, Zero Enemy'. Indonesia adalah bangsa yang bisa berbuat untuk masyarakat dunia.
No comments:
Post a Comment