Oleh: Velix Wanggai
Jurnal Nasional, 8 November 2012
Pada
akhir Oktober dan awal November 2012 ini, ada tiga kegiatan penting yang
dilakoni Presiden SBY. Pertama, Presiden
SBY bersama Ibu Negara, Ibu Ani, melakukan kunjungan kenegaraan ke London, Inggris.
Dalam lawatan empat hari itu, Presiden SBY dan Ibu Ani menginap dua malam di
Istana Buckingham dan dianugerahi Knight Grand Cross in the
Order of the Bath dari Ratu Elizabeth II. Menurut tradisi kerajaan Inggris, gelar ini
memungkinkan penerimanya menggunakan awal Sir
(pria) dan Dame (wanita) pada nama
mereka. Di hadapan para politisi, pengamat dan pelaku bisnis di Inggris,
Presiden SBY menegaskan Indonesia sebagai aktor regional dan global.
Kedua, Presiden
SBY menghadiri KTT ke-9 Asia Europe Meeting (ASEM) di Vientiane, Laos.
Pada kesempatan ini, Presiden SBY
menyampaikan ‘pikiran Indonesia’ tentang kerjasama Asia-Eropa. Menurut
Presiden SBY, Asia
dapat memainkan peran sebagai 'pencipta' dan 'mesin' pertumbuhan global.
Indonesia sekarang ini berperan terhadap pemulihan ekonomi regional dan global.
Seraya menjelaskan program MP3EI,
Presiden SBY mengundang para pelaku bisnis Asia-Eropa untuk berinvestasi di
Indonesia.
Ketiga, pada hari
ini Presiden SBY membuka Bali Democracy
Forum V (BDF V) di Nusa Dua Bali,
Indonesia. Pada pertemuan BDF I, II, III dan IV, Indonesia telah menjadi
pemrakarsa dan mendorong nilai-nilai demokrasi yang sesuai dengan pengalaman
Indonesia selama ini. Muncul sebuah konfidensi bahwa sejak BDF I, II,III dan
IV, kita menyaksikan perkembangan dan praktek demokrasi begitu pesat di kawasan
Asia Tenggara dan Asia. Maka pada BDF V yang dihadiri sekitar 11 kepala Negara
atau pemerintahan ini, Indonesia mengimpikan demokrasi yang lebih bermakna luas
di tataran global.
Sebagai
bangsa kita boleh berbangga bahwa kita telah memilih demokrasi sebagai salah
satu cara bernegara dan berpemerintahan. Demokrasi yang khas Indonesia adalah nilai-nilai
domestik yang dipraktekkan secara sistemik dan telah melewati ujian sejarah. Indonesia
saat ini sedang giat menyiapkan norma-norma baru yang harus menjadi pegangan
peserta BDF V ini. Mengapa? Karena isu-isu demokrasi yang diusung selama ini di
dunia masih dipraktekkan secara parsial, bahkan ambigu. Kita masih menyaksikan
aksi-aksi politik, ekonomi, sosial dan
budaya global yang belum sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.
Ketika di London, Presiden SBY mengajak seluruh komponen
bangsa untuk menjaga nilai-nilai kesantunan dan kemanusiaan yang adil dan
beradab. Sebagai negara muslim terbesar di dunia, Indonesia terus bekerja
membangun jembatan yang mempromosikan dialog antarperadaban Barat dan dunia
Muslim. Hubungan antarbangsa yang dilakukan secara seimbang, saling memahami pendirian
masing-masing serta sikap toleransi yang tinggi menjadi kata kunci dialog
antaragama dan antarperadaban. Untuk tujuan ini, Indonesia – menurut Presiden
SBY – menempuh kebijakan soft power
policy dalam isu-isu multikulturalisme dan toleransi.
Pada BDF V hari ini dan besok, masing-masing peserta akan bertukar pengalaman dan
cara menggali prinsip-prinsip dan nilai-nilai demokrasi sesuai
dengan kondisi masing-masing negara. Tujuannya mewujudkan terbentuknya tata
bangun demokrasi (democratic
architecture) yang kokoh di kawasan. Tak terkecuali di forum BDF V ini, Indonesia harus
menjadi pelopor diskusi tentang hak atas pembangunan, tatanan dunia yang
berkeadaban (global civility) serta mempromosikan
peran Indonesia sebagai kekuatan baru di dunia.
No comments:
Post a Comment