Oleh Velix Wanggai
Jurnal Nasional, 22 November 2012
Seminggu setelah membuka Bali Democracy Forum
V di Bali, Presiden SBY bertolak menuju Phnom Penh, Cambodia, pada Sabtu, 17
November 2012 untuk menghadiri sederet pertemuan ASEAN. Selanjutnya pada 21
November 2012, Presiden SBY melanjutkan perjalanan ke Islamabad, Pakistan,
untuk menghadiri KTT D-8.
Di tengah-tengah rakyat Cambodia yang
masih bersedih atas wafatnya mantan Raja Norodom Sihanoek pada 15 Oktober 2012
di usia 89 tahun, kota Phnom Penh disibukkan dengan rentetan pertemuan ASEAN
Summit yang bersejarah pada 19 – 20 Vonver 2012. Saat ini sebagai Ketua ASEAN
2012, Raja Norodom Sihamoni dan Perdana Menteri Hun Sen menjadi tuan rumah 21th
ASEAN Summit, 7th East Asia Summit, dan beberapa pertemuan terkait
seperti the 4th ASEAN-US Leaders’ Meeting, the 10th ASEAN-India Summit, the 15th ASEAN-China
Summit, the 15th ASEAN-Japan Summit, dan the 15th
ASEAN-Republic of Korea Summit. Kesemua pertemuan ini bernilai strategis di
tengah perubahan geo-politik dan geo-ekonomi dunia.
Sebelum di Phnom Penh,
tahun 2011 lalu, KTT ke-20 ASEAN digelar di Bali, Indonesia. Pertemuan di Phnom
Penh menghasilkan 3 (tiga) agenda penting. Pertama, para pemimpin ASEAN
meluncurkan Regional Comprehensive Economic Partnership Negoatiation sebagai
wujud dari ASEAN Economic Community. Kedua, KTT ASEAN meluncurkan ASEAN Institute for Peace and Reconciliation (AIPR).
Dan ketiga, para pemimpin negara-negara di Asia Tenggara ini menandatangani
Phnom Penh Statement on the Adoption of the ASEAN Human Rights Declaration.
Apa makna serangkaian pertemuan di
Phnom Penh ini bagi Indonesia? Indonesia, dalam hal ini, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) melihat bahwa ASEAN adalah beranda terdepan dalam
hubungan internasional Indonesia. Karena itu, Indonesia sangat berkepentingan
untuk memastikan peran ASEAN yang tepat di dalam lingkungan regional dan
global. ASEAN adalah salah satu pilar utama politik
luar negeri Indonesia. Kepemimpinan Indonesia di ASEAN diarahkan untuk memastikan
keamanan, stabilitas, dan kemakmuran kawasan. Menurut Presiden, Indonesia harus
terus mengawal ASEAN agar setiap keputusan yang diambil akan senantiasa tepat
tepat dan diperlukan, tidak melebihi kepatutan sehingga bisa kontraproduktif.
Seiiring dengan perkembangan politik
global, negara-negara mitra seperti Amerika Serikat, China, Jepang, India, dan
Korea meletakkan ASEAN sebagai organisasi yang vital di kawasan Asia Pasifik,
dan melihat ekonomi yang tumbuh, demokrasi yang matang, dan politik regional yang
stabil. Dalam konteks itu, Amerika Serikat menguatkan komitmennya untuk
mempercepat realisasi the Plan of Action to Implement the ASEAN-U.S Enhanced
Partnership for Enduring Peace and Prosperity 2011-2015 yang diadopsi pada the
3rd ASEAN-U.S Leaders’ Meeting pada 18 November 2011 di Bali.
Demikian pula, kekuatan besar lainnya seperti China melihat ASEAN sebagai
kekuatan regional yang strategis. Ketika pertemuan digelar di Phnom Penh pada
19 November 2012, para pemimpin ASEAN dan Presiden China Wen Jiabao bersepakat
bahwa ASEAN dan China adalah mitra dialog yang penting dan strategis dalam
membangun dan meningkatkan kawasan Asia Pasifik yang damai, stabil, dan
sejahtera.
Pertemuan Phnom Penh juga bergerak
maju untuk meyakinkan dunia bahwa negara-negara Asia Tenggara dalah pelopor
demokrasi dan hak asasi manusia. Setelah berdialog cukup panjang, akhirnya
dihasilkan Phnom Penh Statement on the Adoption of the ASEAN Human Rights
Declaration. Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia yang ditegaskan dalam
Bali Democracy Forum (BDF) bahwa pembangunan, demokrasi, hak-hak asasi manusia,
dan agama dapat berjalan seiring dan bergandengan tangan.
No comments:
Post a Comment