Jakarta | Kamis, 10 Jan 2013
Oleh: Velix Wanggai, // Jurnal Nasional
Awal tahun 2013 ini, ada nuansa baru dari Presiden SBY.
Beliau mendatangi lokasi-lokasi tertentu dan berdialog dengan
masyarakatnya. Kegiatan mendadak kepala negara atau pejabat pemerintah
semacam ini di masa lalu dikenal dengan istilah sidak, kunjungan dadakan
atau “turba", turun ke bawah. Mula-mula tanggal 4 Januari 2013,
Presiden dan rombongan ke kampung nelayan Tanjung Pasir Kabupaten
Tangerang, Banten. Tiga hari kemudian, 8 Januari 2013, Presiden dan Ibu
Ani serta para menteri terkait, “mendadaki‘ Kampung Sarongge Desa
Ciputri, Kecamatan Pacet, Cianjur, Jawa Barat.
Kegiatan ini belakangan oleh media disebut, blusukan (Jawa), untuk menyebut suatu peristiwa yang (tidak disangka) terjadi secara tiba-tiba, tanpa perencanaan sebelumnya. Namun, jika disandarkan pada kegiatan seorang Presiden, istilah “blusukan" tidak sepenuhnya tepat. Sebab, apapun yang dilakukan seorang Presiden, bukan tanpa perencanaan yang jelas.
Sebagai kepala pemerintahan, seorang Presiden SBY memiliki “peta jalan‘ pembangunan yang berasal dari visi dan misinya pada saat pencapresannya tempo hari. Ketika berkuasa, beliau ingin memastikan bahwa program-program pembangunan yang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana periodik pembangunan (RPJM) maupun rencana reguler pembangunan (RKP).
Kegiatan semacam ini merupakan suatu pola pendekatan baru Presiden di dalam mengevaluasi kinerja para menterinya. Simpul mana yang jalan dan mana yang tidak jalan di dalam implementasi rencana pembangunan. Di sisi lain, kegiatan semacam ini menunjukkan bahwa Presiden SBY ingin melepas “kepenatan" protokol kenegaraan dan menjadi dirinya sendiri. Menjadi orang yang berasal dari kampung dan merasakan denyut kehidupan rakyat yang dihimpit kesulitan hidup.
Tak heran jika di dalam kunjungan di Tangerang dan Cianjur, Presiden SBY sangat merakyat dan menyimak dengan cermat kata per kata, kalimat per kalimat rakyat yang disapanya. Kadang Presiden terhenyak, mendengar jawaban rakyatnya tetapi beliau selalu menjawab dengan arif. Bahkan langsung menginstruksikan menteri atau pimpinan lembaga dan BUMN terkait untuk mengatasi kesulitan yang menghimpit kehidupan rakyat itu.
Dalam dialog dengan rakyat kecil ini, Presiden selalu meyakinkan rakyat kecil di perdesaan bahwa mereka tidak ditinggalkan dari derap pembangnan bangsa. Pemerintah selalu meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat dengan pelbagai program dan skim pembiyaan pembangunan. Program-program pro-rakyat terus ditingkatkan dari tahun ke tahun, meskipun dalam kunjungan di lapangan, Presiden dapat menyaksikan beberapa program pengentasan kemiskinan yang dicanangkannya, mulai klaster pertama hingga klaster keempat, belum berjalan efektif dan merata. Masih ada missing link, bottlenecking bahkan ketidaktahuan rakyat di perdesaan atas empat klaster program pro-rakyat itu.
Para kepala daerah di level kabupaten/kota mesti memastikan bahwa program pengentasan kemiskinan ala SBY itu berjalan di daerahnya. Mereka menjadi ujung tombak pemeritah yang dari waktu ke waktu mengawal pelaksanaan program pengetasan kemiskinan ini. Sejaumana program-program pro-rakyat itu mencapai sasaran, tidak ada salahnya apabila para kepala daerah itu sesekali menanggalkan “kepenatan‘ protokoler kedaerahan dan menjadi “anak kampung" di tengah rakyatnya.
Selaku staf beliau, kami mengamati Presiden SBY dan Ibu Ani Yudhoyono sangat menikmati kedekatannya dengan rakyat lewat kunjungan-kunjungan lapangan ini. Lewat cara ini, Presiden dapat berinteraksi langsung dengan rakyat dan tidak hanya lewat informasi “Asal Bapak Senang" (ABS) yang seringkali memanipulasi kondisi sebenarnya di lapangan. Rutinitas kenegaraan bisa saja menjenuhkan seorang Presiden, tetapi dekat dengan rakyat menjadi hal yang menguatkan Presiden SBY sehingga beliau terus bekerja untuk rakyat.
Kegiatan ini belakangan oleh media disebut, blusukan (Jawa), untuk menyebut suatu peristiwa yang (tidak disangka) terjadi secara tiba-tiba, tanpa perencanaan sebelumnya. Namun, jika disandarkan pada kegiatan seorang Presiden, istilah “blusukan" tidak sepenuhnya tepat. Sebab, apapun yang dilakukan seorang Presiden, bukan tanpa perencanaan yang jelas.
Sebagai kepala pemerintahan, seorang Presiden SBY memiliki “peta jalan‘ pembangunan yang berasal dari visi dan misinya pada saat pencapresannya tempo hari. Ketika berkuasa, beliau ingin memastikan bahwa program-program pembangunan yang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana periodik pembangunan (RPJM) maupun rencana reguler pembangunan (RKP).
Kegiatan semacam ini merupakan suatu pola pendekatan baru Presiden di dalam mengevaluasi kinerja para menterinya. Simpul mana yang jalan dan mana yang tidak jalan di dalam implementasi rencana pembangunan. Di sisi lain, kegiatan semacam ini menunjukkan bahwa Presiden SBY ingin melepas “kepenatan" protokol kenegaraan dan menjadi dirinya sendiri. Menjadi orang yang berasal dari kampung dan merasakan denyut kehidupan rakyat yang dihimpit kesulitan hidup.
Tak heran jika di dalam kunjungan di Tangerang dan Cianjur, Presiden SBY sangat merakyat dan menyimak dengan cermat kata per kata, kalimat per kalimat rakyat yang disapanya. Kadang Presiden terhenyak, mendengar jawaban rakyatnya tetapi beliau selalu menjawab dengan arif. Bahkan langsung menginstruksikan menteri atau pimpinan lembaga dan BUMN terkait untuk mengatasi kesulitan yang menghimpit kehidupan rakyat itu.
Dalam dialog dengan rakyat kecil ini, Presiden selalu meyakinkan rakyat kecil di perdesaan bahwa mereka tidak ditinggalkan dari derap pembangnan bangsa. Pemerintah selalu meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat dengan pelbagai program dan skim pembiyaan pembangunan. Program-program pro-rakyat terus ditingkatkan dari tahun ke tahun, meskipun dalam kunjungan di lapangan, Presiden dapat menyaksikan beberapa program pengentasan kemiskinan yang dicanangkannya, mulai klaster pertama hingga klaster keempat, belum berjalan efektif dan merata. Masih ada missing link, bottlenecking bahkan ketidaktahuan rakyat di perdesaan atas empat klaster program pro-rakyat itu.
Para kepala daerah di level kabupaten/kota mesti memastikan bahwa program pengentasan kemiskinan ala SBY itu berjalan di daerahnya. Mereka menjadi ujung tombak pemeritah yang dari waktu ke waktu mengawal pelaksanaan program pengetasan kemiskinan ini. Sejaumana program-program pro-rakyat itu mencapai sasaran, tidak ada salahnya apabila para kepala daerah itu sesekali menanggalkan “kepenatan‘ protokoler kedaerahan dan menjadi “anak kampung" di tengah rakyatnya.
Selaku staf beliau, kami mengamati Presiden SBY dan Ibu Ani Yudhoyono sangat menikmati kedekatannya dengan rakyat lewat kunjungan-kunjungan lapangan ini. Lewat cara ini, Presiden dapat berinteraksi langsung dengan rakyat dan tidak hanya lewat informasi “Asal Bapak Senang" (ABS) yang seringkali memanipulasi kondisi sebenarnya di lapangan. Rutinitas kenegaraan bisa saja menjenuhkan seorang Presiden, tetapi dekat dengan rakyat menjadi hal yang menguatkan Presiden SBY sehingga beliau terus bekerja untuk rakyat.
No comments:
Post a Comment