Jakarta | Kamis, 21 Feb 2013
Oleh: Velix Wanggai
Dunia memberikan amanah kepada Indonesia untuk berbuat bagi perubahan pembangunan global yang lebih adil. Berbagai perspektif pembangunan telah banyak dirumuskan oleh berbagai pakar dan berbagai strategi pembangunan telah diterapkan oleh negara-negara di belahan dunia. Beberapa tahun terakhir ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa melihat perlunya penajaman atas skema Tujuan Pembangunan Millinium 2015 (Millenium Development Goals).
Pada konteks ini, dua hari terakhir ini, pada 19 - 20 Februari 2013 bertempat di Istana Negara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Panel Tingkat Tinggi (High Level Panel) PBB bertemu dengan para pakar, pemerhati, kaum bisnis, dan aparatur pemerintah guna mendialogkan apa strategi pembangunan yang tepat untuk masa depan dunia.
Makna pembangunan sungguh beragam, tidak tunggal, dan tidak monopoli negara-negara Barat. Presiden SBY bahkan mengkritisi negara-negara Barat yang seringkali mengklaim kebenaran konsep pembangunan, dan bahkan mendikte negara-negara berkembang.
Bahasa pembangunan ini telah dijalankan di negara-negara Barat sejak ratusan tahun lalu, dan sebaliknya negara-negara berkembang memulai pembangunan secara intensif sejak era kemerdekaan dalam 50-60 tahun terakhir ini. Memang benar, kata Presiden SBY, bahwa ada tekanan-tekanan baru dalam pembangunan global seperti isu lingkungan hidup yang berkelanjutan, hak-hak asasi manusia, perubahan iklim, gender, maupun keadilan.
Di mata Presiden SBY, paling tidak ada tiga pertimbangan dalam merumuskan agenda pembangunan pasca 2015. Pertama, berbagai laporan PBB, diperkirakan pada tahun 2050 jumlah penduduk dunia mencapai sembilan milliar jiwa, dan 70 persennya tinggal di wilayah perkotaan dengan setting persoalan perkotaan yang kompleks.
Kedua, adanya perubahan yang drastis dalam landskap pembangunan. Presiden SBY menceritakan bahwa disatu sisi, negara berkembang saat ini telah menjadi mesin pertumbuhan dunia. Sebaliknya, di negara maju, konflik dan ketegangan sosial yang dipicu kesenjangan, muncul sebagai wajah kemiskinan yang baru.
Ketiga, pengalaman. Skema MDGs yang dicanangkan tahun 2000 telah dilalui, dengan segala catatan, baik yang telah berhasil maupun yang belum berhasil.
PBB juga melihat bahwa business as usual bukanlah opsi yang tepat di dalam menyelesaikan soal kemiskinan global. Skema MDGs telah mendorong negara-negara untuk berupaya mengurangi angka kemiskinan, mengevaluasi dengan ukuran yang jelas, dan menyusun kerangka waktu yang terukur.
Pandangan ini sejalan juga apa yang ditekankan oleh Presiden SBY bahwa perlu langkah terobosan (breakthrough), dan tidak hanya business as usual saja di dalam menyelesaikan kemiskinan yang semakin kompleks dan multidimensi. Pendekatan dan paradigma yang lama dengan praktek-praktek lama sudah saatnya diganti, dikoreksi, dan diubah sesuai konteks ke-kini-an dan ke-akan-an.
Saat ini waktu yang tepat untuk memilih. Bagaimana wajah pembangunan global yang kita pilih? Pertanyaan ini tidak hanya dilontarkan oleh pemimpin negara berkembang saja, tapi muncul pula para aktivis di negara maju. Di sinilah, Presiden SBY menyodorkan tiga opsi untuk masa depan global.
Pertama, melanjutkan skema MDGs dengan penajaman dari setiap aspek. Kedua, melanjutkan skema MDGs dan menambahkan tujuan-tujuan baru sesuai tantangan baru seperti penanganan konflik, perdamaian, dan tata pemerintahan yang baik. Dan ketiga, merumuskan skema pembangunan yang benar-benar baru. Saat ini Dunia menunggu pemikiran Indonesia.
Dunia memberikan amanah kepada Indonesia untuk berbuat bagi perubahan pembangunan global yang lebih adil. Berbagai perspektif pembangunan telah banyak dirumuskan oleh berbagai pakar dan berbagai strategi pembangunan telah diterapkan oleh negara-negara di belahan dunia. Beberapa tahun terakhir ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa melihat perlunya penajaman atas skema Tujuan Pembangunan Millinium 2015 (Millenium Development Goals).
Pada konteks ini, dua hari terakhir ini, pada 19 - 20 Februari 2013 bertempat di Istana Negara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Panel Tingkat Tinggi (High Level Panel) PBB bertemu dengan para pakar, pemerhati, kaum bisnis, dan aparatur pemerintah guna mendialogkan apa strategi pembangunan yang tepat untuk masa depan dunia.
Makna pembangunan sungguh beragam, tidak tunggal, dan tidak monopoli negara-negara Barat. Presiden SBY bahkan mengkritisi negara-negara Barat yang seringkali mengklaim kebenaran konsep pembangunan, dan bahkan mendikte negara-negara berkembang.
Bahasa pembangunan ini telah dijalankan di negara-negara Barat sejak ratusan tahun lalu, dan sebaliknya negara-negara berkembang memulai pembangunan secara intensif sejak era kemerdekaan dalam 50-60 tahun terakhir ini. Memang benar, kata Presiden SBY, bahwa ada tekanan-tekanan baru dalam pembangunan global seperti isu lingkungan hidup yang berkelanjutan, hak-hak asasi manusia, perubahan iklim, gender, maupun keadilan.
Di mata Presiden SBY, paling tidak ada tiga pertimbangan dalam merumuskan agenda pembangunan pasca 2015. Pertama, berbagai laporan PBB, diperkirakan pada tahun 2050 jumlah penduduk dunia mencapai sembilan milliar jiwa, dan 70 persennya tinggal di wilayah perkotaan dengan setting persoalan perkotaan yang kompleks.
Kedua, adanya perubahan yang drastis dalam landskap pembangunan. Presiden SBY menceritakan bahwa disatu sisi, negara berkembang saat ini telah menjadi mesin pertumbuhan dunia. Sebaliknya, di negara maju, konflik dan ketegangan sosial yang dipicu kesenjangan, muncul sebagai wajah kemiskinan yang baru.
Ketiga, pengalaman. Skema MDGs yang dicanangkan tahun 2000 telah dilalui, dengan segala catatan, baik yang telah berhasil maupun yang belum berhasil.
PBB juga melihat bahwa business as usual bukanlah opsi yang tepat di dalam menyelesaikan soal kemiskinan global. Skema MDGs telah mendorong negara-negara untuk berupaya mengurangi angka kemiskinan, mengevaluasi dengan ukuran yang jelas, dan menyusun kerangka waktu yang terukur.
Pandangan ini sejalan juga apa yang ditekankan oleh Presiden SBY bahwa perlu langkah terobosan (breakthrough), dan tidak hanya business as usual saja di dalam menyelesaikan kemiskinan yang semakin kompleks dan multidimensi. Pendekatan dan paradigma yang lama dengan praktek-praktek lama sudah saatnya diganti, dikoreksi, dan diubah sesuai konteks ke-kini-an dan ke-akan-an.
Saat ini waktu yang tepat untuk memilih. Bagaimana wajah pembangunan global yang kita pilih? Pertanyaan ini tidak hanya dilontarkan oleh pemimpin negara berkembang saja, tapi muncul pula para aktivis di negara maju. Di sinilah, Presiden SBY menyodorkan tiga opsi untuk masa depan global.
Pertama, melanjutkan skema MDGs dengan penajaman dari setiap aspek. Kedua, melanjutkan skema MDGs dan menambahkan tujuan-tujuan baru sesuai tantangan baru seperti penanganan konflik, perdamaian, dan tata pemerintahan yang baik. Dan ketiga, merumuskan skema pembangunan yang benar-benar baru. Saat ini Dunia menunggu pemikiran Indonesia.
No comments:
Post a Comment