Jurnal Nasional | Kamis, 18 Apr 2013
Oleh: Velix Wanggai
Dalam lintasan sejarah Nusantara, Karawang dicatat sebagai salah satu simpul penting dalam perjalanan Kerajaan Padjajaran dan Kerajaan Taruma Negara. Karawang, berasal dari bahasa Sunda Karawa-an, yang dimaknai sebagai suatu kesatuan wilayah, dan juga sebagai nama salah satu pelabuhan yang terletak di tepi kali Citarum pada pemerintahan Kerajaan Padjajaran. Ditemui pula candi dan benda-benda peninggalan Kerajaan Taruma Negara di sekitar Desa Seragan Batu Jaya dan Desa Cibuaya. Dalam perjalanannya hampir 800 tahun, Karawang menjadi salah satu pelabuhan yang ramai di pantai utara pulau Jawa.
Jika kita terus membedah sejarah Karawang, ternyata sejak dulu wilayah itu sebagai lumbung padi di Pulau Jawa, dan sebagai pelabuhan dagang. Perannya yang strategis ini masih terus bertahan hingga hari ini. Siapa yang tak kenal dengan beras Karawang? Karawang masih menjadi sentra padi di Jawa Barat yang memberikan kontribusi stok beras nasional setiap tahunnya mencapai 789.000 ton. Dalam catatan tahun 2011, luas lahan sawah irigasi teknis di Karawang mencapai 86.588 Ha dari total seluruhnya 98.615 Ha. Produksi padi per tahun mencapai 1.470.870 ton Gabah Kering Pungut (GKP) dan produksi beras mencapai 784.000 ton.
Di sela-sela kesibukan di dalam mengelola negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali menyapa para nelayan dan petani di wilayah Cilamaya Wetan, Karawang. Tak sungkan-sungkan, Presiden berjalan di jalan yang berlumpur di pinggir muara sungai tempat berlabuh kapal-kapal nelayan. Di tengah kerumunan massa, Presiden SBY berdiri di panggung Tempat Pelelangan Ikan (TPI) untuk berdialog dengan para nelayan.
Mereka senang dengan komitmen Presiden untuk mengeruk muara yang dangkal, membangun Stasiun Pengisian Solar, membangun pabrik es mini, dan bantuan modal untuk nelayan. Tak jauh kampung nelayan, Presiden bersama para petani untuk memanen padi di kampung Cilamaya Wetan. Dialog pun dilakukan dengan berbagai kelompok petani. Sapaan Presiden SBY di kampung nelayan dan dipinggir persawahan sangat bermakna bagi Karawang.
Seiirng dengan pertumbuhan ekonomi nasional, Pemerintah mendorong pembangunan berbasis kewilayahan. Dengan varian yang berbeda dengan kutub pertumbuhan (growth pole), Pemerintah dorong tumbuhnya kawasan-kawasan industri di berbagai daerah. Karawang menjadi pilihan yang menarik dari berbagai investor baik dalam negeri dan luar negeri.
Dengan Jakarta sebagai pusat ekonomi nasional, dan didukung oleh keberadaan pelabuhan internasional Tanjung Priok, menyebabkan kawasan-kawasan di luar Jakarta mendapat limpahan pusat-pusat industri. Siang dan malam arus barang dan jasa terus mengalir ke Jakarta dan kemudian didistribusikan ke seluruh Indonesia dan manca negara.
Ke depan, Jakarta tidak bisa diandalkan sebagai pusat distribusi dan logistik nasional. Sudah saatnya untuk memikirkan langkah alternatif untuk melengkapi peran dari wilayah Jakarta, terutama dari perspektif pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Kaibaru atau 'The New Tanjung Priok'. Kini Pemerintah telah melangkah untuk mengkaji pembangunan pelabuhan Cilamaya, Karawang. Dalam konteks MP3EI, Pemerintah telah memasukkan Pelabuhan Cilamaya dimasukkan ke dalam strategi Metropolitan Priority Area (MPA). Dengan pilihan ini, 'Antara Karawang dan Jakarta' akan saling melengkapi desain 'Greater Jakarta'.
No comments:
Post a Comment