Jayapura
- Pasca secara resmi dilantik sebagai Gubernur Provinsi Papua, Lukas
Enembe enggan memenuhi undangan perusahaan tambang raksasa PT Freeport
Indonesia dalam sebuah pertemuan yang direncanakan akan berlangsung
dalam bulan April ini. Keengganan memenuhi undangan itu, karena,
Gubernur merasa yang sepantasnya mengundang adalah gubernur sebagai
pemilik tanah tempat Freeport melakukan eksploitasi tambang.
‘’Setelah dilantik, saya diundang manajemen Freeport untuk hadir dalam sebuah pertemuan, tapi saya bilang tidak bisa hadir, dengan alasan yang sepantasnya memgundang adalah saya sebagai gubernur yang dipercaya rakyat Papua untuk memimpin tanah lokasi penambangan Freeport,’’tandas Gubernur Provinsi Lukas Enembe.
‘’Setelah dilantik, saya diundang manajemen Freeport untuk hadir dalam sebuah pertemuan, tapi saya bilang tidak bisa hadir, dengan alasan yang sepantasnya memgundang adalah saya sebagai gubernur yang dipercaya rakyat Papua untuk memimpin tanah lokasi penambangan Freeport,’’tandas Gubernur Provinsi Lukas Enembe.
Menurut Gubernur, dirinya tidak akan pernah memenuhi undangan Freeport, karena tidak ingin mengecewakan rakyat Papua yang telah mempercayainya sebagai pemimpin Papua.
‘’Saya tidak ingin muncul interpretasi macam-macam bila memenuhi undangan Freeport dan seyogyanya yang mesti mengundang adalah gubernur bukan mereka, dan harus hadir jika diundang,’’tukasnya.
Gubernur mengatakan, akan mendorong renegoisasi kontrak karya Freeport, agar Pemerintah Provinsi Papua dan kabupaten disekitar areal tambang memiliki saham. ‘’Kami akan terus bernegoisasi atas kepemilikan saham Freeport, dimana, Pemerintah Provinsi Papua dan kabupaten di kawasan tambang harus memiliki saham, dan staf alhi presiden Felix Wanggai sedang melancarkannya,’’kata Gubernur.
Selain mendorong renegoisasi kontrak karya, pihaknya bukan hanya meminta kompensasi dalam bentuk dana, tapi juga kompensasi atas hak ulayat dan adat. ‘’Kami akan hitung berapa ribu hektar luas areal penambangan, dan meminta kompensasi atas hak ulayat dan adat selama berpuluh-puluh tahun mereka beroperasi, diberikan. Kami akan hitung itu semua menggunakan ahli,’’jelasnya.
Renegoisasi kontrak karya yang terus didorong, tambah Gubernur, agar pemerintah provinsi dan kabupaten memilik saham atas 10 persen saham milik Indonesia. ‘’Saham nasional kan 10 persen yang serata dengan 84 Trilyun, nah kami ingin ikut memilikinya, syukur-syukur Freepor malah menambah khusus untuk Papua,’’paparnya.
Terkait kompenasasi 1 persen keuntungan Freeport yang diberikan kepada masyarakat pemilik hak ulayat disekitar lokasi tambang, Gubernur juga mengkritisnya dengan menyatakan, hitungan 1 persen itu tidak diketahui dari mana asalnya. ‘’1 persen itu dari mana, dari keuntungan bersih atau kotor, sampai kini kita semua tidak tau,’’tukasnya.
Hal lain yang menjadi sorotan gubernur Lukas Enembe, terkait tailing (limbah) perusahaan, semestinya perusahaan bersedia memberikannya untuk pembangunan jalan di Papua. ‘’Freeport tidak usah bantu saya dengan dana royalty karena masyarakat tidak tau dan merasakan royalty, lebih baik mereka bantu dengan memberikan limbah perusahaan untuk pembangunan jalan, agar masyarakat bisa merasakannya secara langsung,’’papar dia. (jir/don/l03)
No comments:
Post a Comment