Jurnal Nasional | Kamis, 25 Apr 2013
Oleh: Velix Wanggai Dari Singapura, Indonesia memberi makna dalam berdemokrasi. Hari Senin 22 April 2013, Presiden SBY berkesempatan menyampaikan pidato pengukuhan Doktor Kehormatan (HC) dari Nanyang Technological University (NTU) Singapura. Apa yang disampaikan di depan civitas akademika NTU Singapura adalah sebuah optimisme tentang masa depan Indonesia.
Indonesia dan Singapura sama-sama berbentuk Republik. Bedanya, Singapura hanya sebuah Negara Pulau, sedangkan Indonesia adalah Negara Kepulauan. Itu sebabnya, dalam pidatonya yang berjudul "Political Stability, Economic Development and Democratic Change", Presiden SBY seolah ingin mengatakan kepada Singapura bahwa Indonesia adalah raksasa yang sedang bangkit.
Rentang kekuasaan yang membentang dari Aceh sampai Papua bukan suatu wilayah negara yang kecil. Ia memerlukan pengelolaan yang sistemik dari aspek tatanan pemerintahan maupun dari aspek kedaulatan negara. Transisi menuju demokrasi yang terjadi antara tahun 1997-2003 telah melahirkan kemajuan dalam penataan struktur politik dan ketatanegaraan. Tahun 2004 merupakan awal dimulainya konsolidasi demokrasi. Tahun itu ditandai dengan terpilihnya SBY sebagai Presiden RI keenam dan yang pertama kali dipilih secara langsung oleh rakyat Indonesia.
Saat itu muncul kegalauan, bagaimana bisa memimpin seperempat miliar orang yang mengharapkan kepastian masa depan? Bagaimana memimpin negara yang masih dalam keadaan ekonomi yang terpuruk di bawah 5 persen? Indonesia bahkan diibaratkan sebagai "pasien IMF". Utang luar negeri yang mencapai US$7 miliar, merupakan pekerjaan rumah terberat. Di sisi lain, impak dari reformasi tahun 1998 adalah "ledakan partisipasi" (participative explosion) yakni tuntutan rakyat di mana-mana tentang perbaikan hidup.
Jalan pertama yang ditempuh adalah konsolidasi demokrasi. Langkah yang dilakukan antara lain menata kembali struktur politik yang seimbang antara kekuasaan ekekutif, legislatif, dan yudikatif. Hubungan pusat-daerah yang sebelumnya sentralistik direorientasi menjadi desentralistik, perluasan ruang partisipasi publik serta penataan dan penguatan struktur ekonomi yang lebih adil dan kompetitif.
Dalam lima tahun pertama, Indonesia berhasil keluar dari krisis ekonomi yang menerpa sejak 1997. Tentu hal itu bisa terjadi karena Presiden SBY mengambil langkah cepat dan kebijakan yang berani. Bagi, SBY dampak positif dari gelombang reformasi 1998 adalah merupakan tali pecut bagi transformasi Indonesia.
Kini Indonesia bukan lagi raksasa yang sedang bangkit tetapi menjadi idola baru di Asia. Selain mempunyai potensi ekonomi triliunan dolar, negara kepulauan ini memiliki kelas menengah terbesar di kawasan Asia Tenggara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 6,3 persen adalah yang tertinggi kedua di Asia setelah China. Utang terhadap PDB rasio --yang berdiri di 23 persen-- adalah yang terendah di antara G20 ekonomi. Dan secara signifikan, Indonesia tidak lagi menjadi "pasien IMF".
Selain keberhasilan di atas sebagai kebanggaan, masih terdapat sejumlah tantangan yang menghadang. Sebagai sebuah wilayah negara kepulauan yang melintasi tiga zona waktu dari Sabang sampai Merauke, Indonesia membutuhkan konektivitas antarwilayah melalui pengembangan infrastruktur.
Hal lain adalah penguatan supremasi hukum, pemberantasan korupsi dan penyelesaian konflik lokal. Kedamaian yang berhasil diwujudkan di Aceh menjadi modal bagi perwujudan kedamaian di Papua. Harmonisasi antarkelompok etnis dan agama yang beragam menjadi konsen tertinggi bagi keutuhan nasional kita. Pilihan kita adalah merawat keragaman kita dan mempertahankan watak moderasi, pluralisme dan toleransi kita.
Beberapa poin penting yang tercatat dari mimbar akademik NTU Singapura adalah bahwa pada 2045 (setelah seratus tahun kemerdekaan), visi Indonesia yang berubah akan sepenuhnya menjadi kenyataan. Indonesia yang matang secara demokratis, stabil, dan damai. Indonesia yang secara ekonomi makmur di semua tingkatan masyarakatnya. Sebuah Indonesia bukan hanya matang dengan kebebasan tetapi juga dengan kesempatan. Indonesia menjadi salah satu kekuatan dunia.
Menurut SBY, satu dekade yang lalu, banyak yang mengira visi ini terlalu mengada-ada. Tapi hari ini, visi itu sedang mendekat dalam jangkauan. Menutup pidatonya di NTU, Presiden SBY menyampaikan optimismenya bahwa Indonesia akan muncul menjadi bangsa yang dinamis, hidup dalam demokrasi, perdamaian dan kemajuan serta berkontribusi pada stabilitas regional dan kerja sama internasional.
No comments:
Post a Comment