Jurnal Nasional | Kamis, 2 May 2013
Satu Mei 2013 adalah
Pesta Emas Papua dalam payung Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Peringatan Lima Puluh Tahun Emas Papua ini memberi sinyal bagi kita
bahwa eksistensi Papua dalam konteks ke-Indonesia-an adalah final.
Banyak dinamika yang terjadi dalam rentang waktu setengah abad itu. Ada
sejumlah kebahagiaan dan sukacita, tetapi tidak sedikit hambatan dan
pengorbanan. Walau demikian, Papua adalah raksasa yang sedang bangkit di
usia setengah abad ini. Hari-hari ini Papua dikelola dengan kewenangan
di dalam payung Otonomi Khusus. Ini adalah kepercayaan negara agar Papua
Bangkit, Madiri, dan Sejahtera.
Dari masa ke masa para pemimpin nasional memiliki pilihan kebijakan yang berbeda-beda sesuai konteks masa yang ada. Sejak masa Orde Lama, Presiden Soekarno memompa nasionalisme rakyat Indonesia untuk menjadikan saudara-saudara di Papua menjadi saudara senasib dan sepenanggungan. Nation-building digaungkan oleh Presiden Soekarno. Ketika transisi ke pemerintahan Orde Baru, Presiden Soeharto merumuskan kebijakan penerobosan isolasi wilayah dengan membangun jalan-jalan dan membuka kawasan pertanian dengan kebijakan transmigrasi. Di era Presiden Soeharto, pemimpin Papua seperti Acub Zainal mendorong kebanggaan rakyat Papua dengan membangun tim sepakbola seperti Persipura dan cabang olah raga lainnya. Masing-masing pemimpin berjalan dengan gaya dan pilihan kebijakannya.
Kita semua harus jujur bahwa pembangunan di era Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto telah meletakkan fondasi bagi pembangunan Papua, dan hasilnya telah terbukti hari-hari ini. Kita jujur untuk mengatakan para pemimpin daerah di Tanah Papua pada hari ini adalah hasil didikan dari pelayanan pendidikan yang dibangun di era Presiden Soeharto. Kota-kota baru yang muncul di wilayah pesisir maupun di wilayah pegunungan Papua adalah wujud dari komitmen Pemerintah untuk mengembangan kawasan-kawasan potensial dan cepat tumbuh. Sejumlah daerah otonom baru berdiri karena kebijakan transmigrasi yang dibangun oleh Presiden Soeharto.
Di era reformasi ini, satu demi satu pemimpin nasional, sejak Presiden B.J Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati Soekarnoputri, sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengawal proses perubahan politik pembangunan bagi Papua. Kesepakatan bersama anak banga adalah memperkuat ikatan NKRI dengan tetap menghormati keberagaman dan kekhususan Papua. Dengan realitas wilayah Papua dan konteks persoalan yang dihadapi di Papua saat ini, telah memberikan pengakuan atas kekhususan dan keistimewaan dengan menerapkan desentralisasi yang bersifat asimetris untuk Papua melalui Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Kewenangan dan dukungan pembiayaan yang ada merupakan sarana untuk mengangkat harkat dan martabat rakyat Papua.
Di era 50 tahun usia Papua ini, Presiden SBY menyadari banyak kemajuan yang dicapai dalan konteks Otonomi Khusus. Namun Presiden SBY juga tidak menutup mata atas kompleksitas yang dihadapi di Papua dewasa ini. Pada konteks seperti ini, kita memaknai pertemuan Presiden SBY dan Gubernur Papua Lukas Enembe, Wakil Gubernur Klemen Tinal, Ketua Majelis Rakyat Papua Murib, dan Ketua DPRP Yunus Wonda di Kantor Presiden, pada 29 April 2013. Dialog yang bersejarah ini adalah dialog dari hati ke hati dalam menggumuli persoalan yang dihadapi maupun dalam merancang tugas besar untuk mengubah jalannya sejarah Papua hari ini dan ke depan.
Perubahan besar itu harus diletakkan di dalam semangat penyelesaian politik yang fundamental, permanen, dan menyeluruh. Disinilah, Presiden SBY memberikan makna hadirnya sebuah otonomi khusus plus atau otonomi khusus yang diperluas. Langkah radikal ini sebagai perbaikan dan penataan dari otonomi khusus yang berlaku hari ini. Pilihan ini ditujukan untuk menghargai keragaman dalam payung integrasi nasional.
Kata Presiden, kita hadirkan kemuliaan yang sesungguhnya untuk rakyat Papua. Kini menjadi tugas sejarah yang diemban oleh Gubernur Papua, Kaka Lukas Enembe untuk mewujudkan harapan di tengah momentum yang tepat ini. Mari kita bersama untuk wujudkan kemuliaan Papua. Kasih Menembus Perbedaan yang digerakkan Gubernur Papua Lukas Enembe adalah nilai mulia dalam membangkitkan raksasa Papua.
Dari masa ke masa para pemimpin nasional memiliki pilihan kebijakan yang berbeda-beda sesuai konteks masa yang ada. Sejak masa Orde Lama, Presiden Soekarno memompa nasionalisme rakyat Indonesia untuk menjadikan saudara-saudara di Papua menjadi saudara senasib dan sepenanggungan. Nation-building digaungkan oleh Presiden Soekarno. Ketika transisi ke pemerintahan Orde Baru, Presiden Soeharto merumuskan kebijakan penerobosan isolasi wilayah dengan membangun jalan-jalan dan membuka kawasan pertanian dengan kebijakan transmigrasi. Di era Presiden Soeharto, pemimpin Papua seperti Acub Zainal mendorong kebanggaan rakyat Papua dengan membangun tim sepakbola seperti Persipura dan cabang olah raga lainnya. Masing-masing pemimpin berjalan dengan gaya dan pilihan kebijakannya.
Kita semua harus jujur bahwa pembangunan di era Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto telah meletakkan fondasi bagi pembangunan Papua, dan hasilnya telah terbukti hari-hari ini. Kita jujur untuk mengatakan para pemimpin daerah di Tanah Papua pada hari ini adalah hasil didikan dari pelayanan pendidikan yang dibangun di era Presiden Soeharto. Kota-kota baru yang muncul di wilayah pesisir maupun di wilayah pegunungan Papua adalah wujud dari komitmen Pemerintah untuk mengembangan kawasan-kawasan potensial dan cepat tumbuh. Sejumlah daerah otonom baru berdiri karena kebijakan transmigrasi yang dibangun oleh Presiden Soeharto.
Di era reformasi ini, satu demi satu pemimpin nasional, sejak Presiden B.J Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati Soekarnoputri, sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengawal proses perubahan politik pembangunan bagi Papua. Kesepakatan bersama anak banga adalah memperkuat ikatan NKRI dengan tetap menghormati keberagaman dan kekhususan Papua. Dengan realitas wilayah Papua dan konteks persoalan yang dihadapi di Papua saat ini, telah memberikan pengakuan atas kekhususan dan keistimewaan dengan menerapkan desentralisasi yang bersifat asimetris untuk Papua melalui Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Kewenangan dan dukungan pembiayaan yang ada merupakan sarana untuk mengangkat harkat dan martabat rakyat Papua.
Di era 50 tahun usia Papua ini, Presiden SBY menyadari banyak kemajuan yang dicapai dalan konteks Otonomi Khusus. Namun Presiden SBY juga tidak menutup mata atas kompleksitas yang dihadapi di Papua dewasa ini. Pada konteks seperti ini, kita memaknai pertemuan Presiden SBY dan Gubernur Papua Lukas Enembe, Wakil Gubernur Klemen Tinal, Ketua Majelis Rakyat Papua Murib, dan Ketua DPRP Yunus Wonda di Kantor Presiden, pada 29 April 2013. Dialog yang bersejarah ini adalah dialog dari hati ke hati dalam menggumuli persoalan yang dihadapi maupun dalam merancang tugas besar untuk mengubah jalannya sejarah Papua hari ini dan ke depan.
Perubahan besar itu harus diletakkan di dalam semangat penyelesaian politik yang fundamental, permanen, dan menyeluruh. Disinilah, Presiden SBY memberikan makna hadirnya sebuah otonomi khusus plus atau otonomi khusus yang diperluas. Langkah radikal ini sebagai perbaikan dan penataan dari otonomi khusus yang berlaku hari ini. Pilihan ini ditujukan untuk menghargai keragaman dalam payung integrasi nasional.
Kata Presiden, kita hadirkan kemuliaan yang sesungguhnya untuk rakyat Papua. Kini menjadi tugas sejarah yang diemban oleh Gubernur Papua, Kaka Lukas Enembe untuk mewujudkan harapan di tengah momentum yang tepat ini. Mari kita bersama untuk wujudkan kemuliaan Papua. Kasih Menembus Perbedaan yang digerakkan Gubernur Papua Lukas Enembe adalah nilai mulia dalam membangkitkan raksasa Papua.
No comments:
Post a Comment