“Kewenangan yang luas itu kita harus desain secara sistematis dan terukur. Dalam pembicaraan awal tadi UU Otsus sekarang ini dirubah menjadi UU pemerintahan Papua,” ungkapnya kepada wartawan disela-sela Rapat Kerja (Raker) Otsus Plus di Sasana Krida Kantor Gubernur Provinsi Papua, Rabu, (29/5/2013).
UU baru yang akan dibuat ini bertujuan untuk memberikan penegasan
lagi bahwa Papua adalah pertama, Papua itu khusus, istimewa, unik
simestris dalam pemerintahan Indonesia. Kedua, mengenai identitas dan
jati diri orang Papua , ketiga, percepatan pembangunan, dan keempat, UU
ini harus memberikan makna rekonsiliasi untuk membangun sebuah kehidupan
sosial politik yang lebih damai secara berkelanjutan.
“4 dasar itu yang coba kita jabarkan dengan pemerintah Papua. Kita perkuat dalam konteks kewenangan yang seluas-luasnya, tidak hanya kewenangan dalam konteks undang-undang saja, tapi juga dalam konteks kementrian dan lembaga yang selama ini melaksanakan urusan di Papua yang harus turut memberikan pelimpahan kewenangannya kepada Papua,” ujar Velix.
Menurutnya kewenangan seluasnya sebetulnya merupakan sebuah kunci dari kegiatan pembangunan, pemerintahan, dan pelayanan kepada masyarakat bagi masyarakat bahwa memang, termasuk pemberian kewenangan keuangan yang lebih proporsional, adil, dan yang sesuai dengan konteks sosial budaya, wilayah yang ada di Papua, sehingga dana sektoral, dana perimbangan, dana bagi hasil, kegiatan APBN, dan kegiatan investasi asing dalam negeri harus mengikuti desain dan kebijakan daerah dan memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi rakyat Papua dan Pemerintah Papua, dan Pemerintah Papua berhak mempunyai saham diberbagai dunia investasi, seperti di Freeport maupun apapun investasi di Papua. Ini supaya memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD).
Kemudian, untuk kerangka pembangunan, dimana kalau disebutkan Otsus hanya beberapa point-point yang dikelola, tetapi UU Pemerintahan Papua ini (Otsus Plus) adalah UU otonomi komprehensif yang didalamnya mengatur semua aspek didalam pembangunan, urusan kewenangan, dan urusan pusat dalam daerah, dan juga mengatur kewenangan-kewenangan yang selama ini dikelola oleh para menteri. Dengan begitu para menteri juga memberikan perhatian kebijakan pembangunan kepada Papua, memberikan pendekatan yang lebih spesifik terhadap kondisi sosial budaya dan politik di Papua. Termasuk kementrian dalam alokasi dananya kepada Papua.
“Kenapa kita harapkan seperti itu, karena 20 point itu harus diberikan kepada Papua dalam kebijakan pembangunan. Dalam UU baru itu tentunya untuk menata kelembagaan di Papua, baik eksekutif, DPRP dan MRP . Kenapa kita harapkan MRP hadir, itu agar hak-hak dasar orang asli Papua dikelola baik, karena kita harapkan seluruh kegiatan PMA, PMD, dan kementrian yang diberikan kepada kabupaten/kota, itu harus wajib dikoordinasikan dengan MRP, untuk memberikan pertimbangan, atau persetujuan bagi kabupaten/kota dan seluruh invenstasi yang ada di Papua,” bebernya.
“Karena MRP fungsinya memberikan perlindungan kepada hak-hak dasar orang asli Papua, perlindungan adat dan agama, dan itu basisnya ada di kabupaten/kota. MRP juga mempunyai otoritas dalam memberikan pertimbangan bagi pemerintah kabupaten/kota,” sambungnya.
Lanjutnya, UU baru juga mengenai kerangka politik hukum dan HAM. Dimana kita harus memahami bahwa Papua memiliki hal yang sangat spesifik dalam sosial politik, sehingga kita harapkan UU ini memberikan karakter dan tujuan untuk menyelesaikan berbagai persoalan-persoalan sosial politik, hukum dan HAM, termasuk pemberian amnesty, grasi, dan abolisi kepada saudara-saudara yang berseberangan pandangan dengan NKRI, dan pemberian perhatian kepada saudara-saudara yang adaIah luar negeri . Dengan kata lain UU ini memberikan makna rekonsiliasi dalam segala aspek kehidupan.
Tim Audit Dana Otsus
Sementara itu Wakil Ketua II DPRP, Yunus Wonda, mengatakan sangat mendukung kebijakan Gubernur Papua membentuk tim audit dana Otsus yang dipergunakan selama ini, dan juga adanya evaluasi dana Otsus tersebut, supaya dapat diketahui dana Otsus yang dipergunakan selama ini sasarannya seperti apa, dan manfaatnya seperti apa.
“Kami pernah menyurati KPK RI untuk mengaudit UU No 21 Tahun 2001, dalam hal ini anggarannya,” tandasnya.
Lanjutnya, sebenarnya adalah bukan soal anggaran yang besar-besarnya diturunkan ke Papua, soal anggaran itu urutan kedua, tapi urutan pertama adalah butuh kewenengan seluasnya kepada Papua, agar Papua mengatur dirinya sendiri dengan gaya dan cara hidup orang Papua.
Disinggung mengenai anggapan pesimistis banyak kalangan bahwa jangan sampai Otsus Plus ditolak sebagaimana terjadi beberapa tahun lalu?. kata Yunus Wonda bahwa ini bukan berbicara mengenai Papua harga mati atau Indonesia harga mati, namun dibicarakan adalah hari ini dan kedepannya rakyat ada perubahan dalam hidupnya yakni lebih mandiri dan sejahtera di segala aspek kehidupan.
“Kita tidak usah bicara yang mulut-mulut dulu. Itu tidak usah, kita prediksi-prediksi itu tidak buat sesuatu rakyat makan, lebih baik kita buat yang lebih baik untuk rakyat,” tegasnya. [Bintang Papua]
“4 dasar itu yang coba kita jabarkan dengan pemerintah Papua. Kita perkuat dalam konteks kewenangan yang seluas-luasnya, tidak hanya kewenangan dalam konteks undang-undang saja, tapi juga dalam konteks kementrian dan lembaga yang selama ini melaksanakan urusan di Papua yang harus turut memberikan pelimpahan kewenangannya kepada Papua,” ujar Velix.
Menurutnya kewenangan seluasnya sebetulnya merupakan sebuah kunci dari kegiatan pembangunan, pemerintahan, dan pelayanan kepada masyarakat bagi masyarakat bahwa memang, termasuk pemberian kewenangan keuangan yang lebih proporsional, adil, dan yang sesuai dengan konteks sosial budaya, wilayah yang ada di Papua, sehingga dana sektoral, dana perimbangan, dana bagi hasil, kegiatan APBN, dan kegiatan investasi asing dalam negeri harus mengikuti desain dan kebijakan daerah dan memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi rakyat Papua dan Pemerintah Papua, dan Pemerintah Papua berhak mempunyai saham diberbagai dunia investasi, seperti di Freeport maupun apapun investasi di Papua. Ini supaya memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD).
Kemudian, untuk kerangka pembangunan, dimana kalau disebutkan Otsus hanya beberapa point-point yang dikelola, tetapi UU Pemerintahan Papua ini (Otsus Plus) adalah UU otonomi komprehensif yang didalamnya mengatur semua aspek didalam pembangunan, urusan kewenangan, dan urusan pusat dalam daerah, dan juga mengatur kewenangan-kewenangan yang selama ini dikelola oleh para menteri. Dengan begitu para menteri juga memberikan perhatian kebijakan pembangunan kepada Papua, memberikan pendekatan yang lebih spesifik terhadap kondisi sosial budaya dan politik di Papua. Termasuk kementrian dalam alokasi dananya kepada Papua.
“Kenapa kita harapkan seperti itu, karena 20 point itu harus diberikan kepada Papua dalam kebijakan pembangunan. Dalam UU baru itu tentunya untuk menata kelembagaan di Papua, baik eksekutif, DPRP dan MRP . Kenapa kita harapkan MRP hadir, itu agar hak-hak dasar orang asli Papua dikelola baik, karena kita harapkan seluruh kegiatan PMA, PMD, dan kementrian yang diberikan kepada kabupaten/kota, itu harus wajib dikoordinasikan dengan MRP, untuk memberikan pertimbangan, atau persetujuan bagi kabupaten/kota dan seluruh invenstasi yang ada di Papua,” bebernya.
“Karena MRP fungsinya memberikan perlindungan kepada hak-hak dasar orang asli Papua, perlindungan adat dan agama, dan itu basisnya ada di kabupaten/kota. MRP juga mempunyai otoritas dalam memberikan pertimbangan bagi pemerintah kabupaten/kota,” sambungnya.
Lanjutnya, UU baru juga mengenai kerangka politik hukum dan HAM. Dimana kita harus memahami bahwa Papua memiliki hal yang sangat spesifik dalam sosial politik, sehingga kita harapkan UU ini memberikan karakter dan tujuan untuk menyelesaikan berbagai persoalan-persoalan sosial politik, hukum dan HAM, termasuk pemberian amnesty, grasi, dan abolisi kepada saudara-saudara yang berseberangan pandangan dengan NKRI, dan pemberian perhatian kepada saudara-saudara yang adaIah luar negeri . Dengan kata lain UU ini memberikan makna rekonsiliasi dalam segala aspek kehidupan.
Tim Audit Dana Otsus
Sementara itu Wakil Ketua II DPRP, Yunus Wonda, mengatakan sangat mendukung kebijakan Gubernur Papua membentuk tim audit dana Otsus yang dipergunakan selama ini, dan juga adanya evaluasi dana Otsus tersebut, supaya dapat diketahui dana Otsus yang dipergunakan selama ini sasarannya seperti apa, dan manfaatnya seperti apa.
“Kami pernah menyurati KPK RI untuk mengaudit UU No 21 Tahun 2001, dalam hal ini anggarannya,” tandasnya.
Lanjutnya, sebenarnya adalah bukan soal anggaran yang besar-besarnya diturunkan ke Papua, soal anggaran itu urutan kedua, tapi urutan pertama adalah butuh kewenengan seluasnya kepada Papua, agar Papua mengatur dirinya sendiri dengan gaya dan cara hidup orang Papua.
Disinggung mengenai anggapan pesimistis banyak kalangan bahwa jangan sampai Otsus Plus ditolak sebagaimana terjadi beberapa tahun lalu?. kata Yunus Wonda bahwa ini bukan berbicara mengenai Papua harga mati atau Indonesia harga mati, namun dibicarakan adalah hari ini dan kedepannya rakyat ada perubahan dalam hidupnya yakni lebih mandiri dan sejahtera di segala aspek kehidupan.
“Kita tidak usah bicara yang mulut-mulut dulu. Itu tidak usah, kita prediksi-prediksi itu tidak buat sesuatu rakyat makan, lebih baik kita buat yang lebih baik untuk rakyat,” tegasnya. [Bintang Papua]
No comments:
Post a Comment