JAKARTA, TRIBUN - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terbuka dengan wacana perpindahan Ibukota Negara dari Jakarta. Namun, Presiden melalui Staf Khusus Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai, menyatakan, perpindahan itu jangan karena Jakarta yang macet semata.
"Kita perlu melihat wacana ini sebagai upaya strategis dalam mendistribusikan pembangunan secara merata ke seluruh Indonesia," kata Velix Wanggai, Selasa 3 Agustus 2010.
Wanggai menegaskan bahwa dalam skenario pengembangan wilayah 20 tahun ke depan, Pemerintah mendorong pengembangan wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua, sambil menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa-Bali.
Dalam lima tahun ke depan, Presiden SBY telah menekankan pendekatan kewilayahan berbasis kepulauan, menggenjot kawasan-kawasan strategis dan cepat tumbuh sebagai pusat-pusat pertumbuhan baru di luar pulau Jawa-Bali, dan terkait dengan kawasan-kawasan tertinggal dalam suatu sistem ekonomi yang terpadu.
.
Dalam mengurangi beban wilayah Jakarta dan juga pulau Jawa, Velix menambahkan, Presiden SBY juga memprioritaskan desentralisasi fiskal yang semakin besar dari waktu ke waktu, dan juga mengubah paradigma pembangunan yang lebih berbasis kewilayahan. Hal ini sebagai intervensi strategis dalam menyeimbangkan pembangunan antara pusat-daerah, dan antardaerah di tanah air kita.
Namun Presiden juga menyadari bahwa beban fungsi pelayanan dan kelayakan Jakarta dirasakan semakin berat dari berbagai aspek. Wacana perpindahan ibukota negara adalah sesuatu yang wajar dan terbuka dalam alam demokrasi.
Karena itu pula, dalam Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) di Palangkaraya, pada 2 Desember 2009, Presiden menyampaikan kembali gagasan pemindahan Ibukota. Presiden menganggap bahwa wajar mendiskusikan wacana perpindahan ibukota negara dalam berbagai perspektif.
"Dengan mempertimbangkan kondisi kekinian kota Jakarta dan sederet persoalan yang dihadapi di ibukota Jakarta, maka Presiden menganggap diperlukan pemikiran yang matang dan komprehensif dalam mengkaji perpindahan ibukota,” kata Velix Wanggai.
Kemudian pada 3 Maret lalu, Velix juga telah mengorganisasi diskusi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Pekerjaan Umum, dan beberapa pakar pengembangan wilayah untuk menganalisa wacana perpindahan ibukota negara dari berbagai perspektif. Namun Velix menyatakan, hasil diskusi ini masih dipelajari lebih lanjut.
Wacana pemindahan Ibukota ini kembali bergulir setelah Wakil Ketua Komisi II DPR Teguh Juwarno melontarkan di akun Twitter-nya pekan lalu. Politisi Partai Amanat Nasional itu mengusulkan Ibukota dipindahkan ke Pulau Kalimantan.
Sudah Dikaji
Opsi pemindahan Ibukota dari Jakarta sebenarnya sudah dikaji pemerintah sejak berbulan-bulan lalu. Pada 3 Maret 2010, Velix Wanggai mengaku telah menyelenggarakan sebuah Strategic Policy Discussion bertajuk “Mengkaji Wacana Pemindahan Ibukota Negara: Strategi Membangun Berkeadilan”.
Menurut Velix, Presiden SBY melihat perlunya mengkaji wacana pemindahan Ibukota. Kondisi Jakarta sebagai sebuah ibu kota negara dirasakan semakin tidak nyaman.
Beban fungsi pelayanan dan kelayakan Jakarta dirasakan semakin tidak optimal terutama akibat penyimpangan penataan ruang dan mempertimbangkan kemacetan lalu lintas, bencana banjir, dan kerawanan gempa.
"Sehingga wacana kebijakan untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta relevan dikemukakan," kata Velix.
Velix Wanggai yang dilahirkan di Jayapura, Papua, ini menyampaikan bahwa pemindahan Ibukota negara memerlukan komitmen politik yang kuat. Ia menegaskan bahwa pada beberapa kali kesempatan Presiden telah menyampaikan pandangan untuk mengkaji wacana pemindahan ibu kota Negara. Agar dapat berlangsung optimal, pemindahan ibukota negara harus merupakan konsensus nasional.
"Political will Presiden ini perlu didukung konsensus nasional yang dikukuhkan melalui keputusan Dewan Perwakilan Rakyat," kata Velix.
Wacana pemindahan Ibu kota juga dapat dilihat sebagai suatu upaya mendorong
No comments:
Post a Comment