Dec 21, 2000

Kekecewaan Masyarakat Irja Sudah Terakumulasi Lama

Kamis, 21 Desember 2000

Jakarta, Kompas

Komunitas Muslim asal Irian Jaya (Irja) memandang kekecewaan dan
ketidakpuasan masyarakat Irja sudah terakumulasi begitu lama, sehingga
proses penyelesaian Irja, harus dilaksanakan secara berhati-hati,
bertahap, humanis, dan persuasif. Fenomena disintegrasi bangsa yang
terjadi akhir-akhir ini, tampaknya semakin hari semakin merasuk di
hati rakyat Irja.

Demikian H Sofyan Wanggai, Koordinator Komunitas Muslim Asal Irja,
kepada wartawan setelah bertemu Presiden Abdurrahman Wahid di Istana
Merdeka Jakarta, Rabu (20/12). Selain Sofyan, yang bertemu Kepala
Negara, Muzakir Asso, Said Asso, Velix Vernando Wanggai, Moksen Idris
Sirfefa, dan Tony Victor Wanggai.

Isu 'kemerdekaan', jelas Sofyan, akhirnya tidak sekadar hanya
dipandang sebagai wacana kultural atau protes terhadap ketidakpuasan
kebijakan pemerintah selama ini, namun telah bergeser menjadi agenda
sentral perjuangan politik.

Dalam kaitan itu, komunitas Muslim asal Irja mengusulkan agar
penanganan persoalan Irja menggunakan pendekatan kemanusiaan dan
kesejahteraan dalam mekanisme dialogis yang sejati antara pemerintah,
TNI/ Polri, MPR/DPR, dengan semua komponen masyarakat Irja yang
majemuk.

"Tidak hanya dengan tokoh-tokoh Presidium Dewan Papua maupun elite
Papua tertentu saja. Presiden perlu secara intensif berdialog dan
memberi perhatian yang besar kepada seluruh komponen masyarakat yang
pro-Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," saran Sofyan.

Penanganan penyelesaian persoalan Irja, juga harus diarahkan terhadap
penyelesaian mendasar yang didasarkan oleh sebagian besar masyarakat
Irja. Selanjutnya, diikuti oleh pemecahan yang bersifat simbolis yang
dapat membangkitkan kebanggaan dan identitas masyarakat Irja.

Persoalan mendasar Irja, antara lain kemiskinan yang masih dirasakan
sebagian besar rakyat Irja. Juga ketidakadilan dan kesenjangan dalam
pembangunan baik kesenjangan antara penduduk lokal dengan pendatang,
antarwilayah, dan antarsektor modern dengan tradisional.

Masalah lain, eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, tidak
diselesaikannya kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM),
kurangnya penghormatan dan penghargaan terhadap adat dan budaya lokal
serta rendahnya desentralisasi ekonomi dan politik dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Terkait dengan itu, Sofyan Wanggai mengharapkan supaya pemerintah
dapat melakukan renegosiasi kontrak-kontrak karya maupun kontrak
investor lainnya yang selama ini merugikan hak-hak masyarakat ada di
Irian.

Pemerintah juga diminta membentuk komisi penegakan hukum dan HAM di
Irja untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di Irian.
"Fenomena itu jangan hanya dilihat dari kacamata pelanggaran hukum
saja, namun perlu ditekankan penyelesaian politis melalui dialog
sejati, sehingga menghasilkan konsensus baru dalam semangat kebangsaan
dan kesatuan yang kuat dan sejati," ujarnya.

Sofyan Wanggai menginformasikan, Kepala Negara menurut rencana akan ke
Irian Jaya tanggal 24-25 Desember untuk menghadiri sebuah acara
seminar. Akan tetapi secara terpisah, Juru Bicara Kepresidenan Wimar
Witoelar, belum dapat memastikan tentang rencana keberangkatan
Presiden ke Irja. (gun/osd)

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...