Dec 14, 2012

Pemerintah mendorong agar kesetiakawan sosial menjadi gaya hidup dimasyarakat

KBRN, Jakarta: Pemerintah mendorong agar kesetiakawan sosial menjadi gaya hidup dimasyarakat, terlebih gerakan peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN)  yang kerap diperingati setiap 20 Desember telah berusia 54 tahun.

Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, yang juga Ketua pelaksana HKSN 2012 Velix Wanggai, mengatakan peringatan HKSN dinilai penting untuk menumbuhkan jiwa kebersamaan, solidaritas antar sesama anak bangsa terlebih ditengah kondisi dengan angka kemiskinan dan pengangguran masih tinggi, konflik semakin marak.

“Kita harus memiliki semboyan dalam hidup kita. Kesetiakawan menjadi life style. Not day without solidarity. Tiada hari tanpa  solidaritas. Itu kan kata-kata  bahasa gaul generasi muda. Istilahnya kita harus setia kawan,” kata Velix Wanggai, dalam dialog bersama Pro 3 RRI, Rabu (12/12/2012).
Peringatan HKSN pertama kali digelar pada 20 Desember 1958. “Mengapa setiap 20 Desember, ini berkaitan dengan agresi militer Belanda 20 Desember 1948,” jelas Velix.

Untuk puncak peringatan HKSN 2012, akan digelar 20 Desember mendatang di Provinsi Maluku Utara. Adapun beberapa rangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan tersebut antara lain yaitu pelaksanaan HKSN Indotera Expo, bedah kampung sebanyak 486 unit yang tersebar di beberapa lokasi, rehabilitasi  sosial 500 rumah tidak layak huni (RSRTLH) bagi masyarakat tidak mampu di Provinsi Maluku Utara, rehabilitasi sarana lingkungan sebanyak 4 lokasi di Maluku Utara, pengobatan massal gratis bagi 8.000 orang yang tersebar di beberapa lokasi termasuk di Ternate.

Selain itu, dalam puncak HKSN juga akan dideklarasikan gerakan kesetiakawanan nasional dan pelepasan tim ekpedisi Indonesia Sejahtera (Indotera). “Indonesia sejahtera peluncuran kapal kemanusian yang berlayar 1 tahun penuh kerjasama Kemensos dengan TNI AL,” jelasnya. Ia berharap peringatan HKSN tidak hanya ceremonial belaka namun harus memiliki makna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. (Sgd/BCS)

Dec 13, 2012

Merajut Kesetiakawanan Sosial

 | Kamis, 13 Dec 2012
Rihad Wiranto
Oleh:
Velix Wanggai
 


Indonesia kaya dengan kearifan lokal yang menjadi fondasi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita. Nilai-nilai kebersamaan, saling berbagi, gotong royong, kekeluargaan, dan toleransi sudah hidup ratusan tahun, bahkan ribuan tahun di bumi Nusantara.

Ini terlihat dari berbagai idiom-idiom lokal yang memberi pesan akan pentingnya satu hati satu tujuan, bersatu untuk menjadi kuat, berbeda-berbeda tapi satu. Inilah makna penting dari apa yang kita sebut kesetiakawanan sosial. Selain sebagai modal sosial, kita melihat kesetiakawanan sosial sebagai modal kultural dan modal spiritual bangsa ini. Kita bisa menyebuti ini sebagai jati diri bangsa.

Kita sadar bahwa di era perjuangan kemerdekaan, rakyat bahu membahu tanpa pamrih, bahkan tanpa berpikir untuk menerima ucapan terima kasih atau anugerah kehormatan. Hari-hari ini dan ke depan, urgensi dari kesetiakawanan sosial semakin dirasakan.

Dalam sebuah kesempatan di acara Puncak Peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) Tahun 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahkan menegaskan Indonesia bisa menjadi negara yang maju dan sejahtera, tanpa harus kehilangan nilai-nilai luhur dan peradaban mulia. Nilai-nilai luhur bangsa kita adalah cerminan budaya dan peradaban bangsa Indonesia yang mulia. Untuk itu, penting bagi kita untuk pertahankan di tengah arus modernisasi dan globalisasi.
Akibat pengaruh arus globalisasi dan liberalisasi bisa saja jiwa kesetiakawanan sosial ini tak punya ruang untuk muncul kepermukaan seperti dulu lagi. Sikap hidup individualistis yang terbawa oleh globalisasi dan arus deras komunikasi dan informasi yang tersuguh setiap hari menggerus nilai-nilai dan akar kultural bangsa yang mulia.


Untuk itu, kita harus mengembangkan suasana egaliter, mengukuhkan tali persaudaraan, serta menebalkan rasa kemanusiaan. Kita pun harus senantiasa menyuburkan rasa cinta kasih terhadap sesama dan mengakarkan nilai-nilai kesalehan, baik kesalehan pribadi maupun kesalehan sosial. Kita tidak menutup mata atas persoalan sosial yang ada di hadapan kita.

Dalam perspektif Pemerintah, dewasa ini kita dihadapkan dengan peperangan untuk melawan 7 (tujuh) penyandang masalah kesejahteraan sosial, yakni soal kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, korban bencana, dan korban tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi. Ketujuh persoalan tersebut harus selesaikan oleh kita semua. Tidak hanya pemerintah, namun semua komponen masyarakat.

Disinilah, kita memaknai betapa pentingnya Pemerintah meluncurkan Master Plan Percepatan dan Perluasan Penanggulangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI). Bahkan, dalam konteks internasional, Indonesia kini dituntut untuk merumuskan apa agenda pengganti MDGs 2015. Presiden SBY menawarkan pembangunan yang inklusif dengan konsep ‘sustainable growth with equity'. Konsep itu membawa pesan dan semangat kesetiakawanan sosial.

Peringatan HKSN yang jatuh pada 20 Desember, tampaknya menjadi momentum yang tepat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya saling menyayangi, berbagi dan membangun solidaritas terhadap sesama warga bangsa tanpa membeda-bedakan suku, agama, latar belakang, profesi, pendidikan dan identitas-identitas lainnya.

Bahkan, Presiden SBY memberi pesan kepada semua anak bangsa untuk menggelorakan 'Tiada Hari Tanpa Kesetiakawanan Sosial, no day without solidarity'. Marilah kita jadikan gerakan kesetiakawanan sosial gerakan hati nurani kita, gerakan kita dalam kehidupan sehari-hari sebagai bagian dari keluarga besar bangsa Indonesia.

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...