Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix V. Wanggai mengatakan format otonomi khusus (asymmetrical autonomy) merupakan jalan tengah dalam menyelesaikan konflik antara pemerintah pusat dan daerah-daerah tertentu yang bergejolak. “Bahkan dengan dengan setting sejarah yang unik, UUD 1945 memberi ruang untuk mengakui daerah-daerah yang bersifat istimewa,” kata Velix V. Wanggai, di Jakarta, Rabu (5/12) pagi.

Menurut Velix V. Wanggai, Presiden SBY yakin pendekatan kesejahteraan merupakan jawaban guna menyelesaikan akar persoalan yang mendasar di tanah Papua. Sejak 2007 Presiden SBY telah menetapkan New Deal for Papua atau kesepakatan baru bagi Papua. Kesepakatan tersebut  berupa desain pembangunan yang bersifat diskriminasi positif (affirmative policies) bagi penegakkan hak-hak dasar penduduk asli Papua.

 Kesepakatan baru itu tercermin pada Instrukti Presiden Nomor 5 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Bahkan sebagai hasil evaluasi dan koreksi atas strategi affirmatif ini, sejak 2011 lalu Presiden SBY telah menetapkan strategi yang lebih komprehensif guna Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

 “Melalui kebijakan baru ini, Presiden SBY ingin pembangunan Papua didasarkan atas pendekatan kawasan, terutama kawasan terisolir dan kampung-kampung di Pegunungan Tengah Papua, perbatasan negara, daerah tertinggal, pesisir, dan pulau kecil terluar, “ kata Velix V. Wanggai.

Pada Tahun Anggaran  2013, pemerintah tetap melanjutkan upaya untuk menurunkan tingkat kemahalan di wilayah pedalaman Papua, dengan pembukaan akses jalan-jalan baru, penguatan sistem transportasi terpadu, sistem insentif, dan desain anggaran yang tepat sesuai indeks konstruksi kemahalan.

Pemerintah juga mengalokasikan Dana Otonomi Khusus 2013 untuk Provinsi Papua sebesar Rp 4,3 trilliun dan Rp. 1,8 triliun untuk Provinsi Papua Barat, dan  menambahkan Dana Tambahan Infratsruktur kepada Papua dan Papua Barat sebesar Rp 1 triliun. Dengan alokasi tersebut, Presiden SBY menegaskan agar ditujukan ke kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan penduduk asli Papua.

“Dalam 5 tahun terakhir ini ada perubahan yang berarti di Papua dan Papua Barat. Indikator keberhasilan itu tampak pada Indeks Pembangunan Manusia meningkat, Angka Harapan Hidup meningkat, tingkat pengangguran menurun, dan prosentasi penduduk miskin juga menurun dari sekitar 36 persen menjadi 31,11 persen untuk Papua dan 28,20 persen untuk Papua Barat,” ujar Velix V. Wanggai.

Walaupun di tingkat nasional kedua provinsi ini masih yang tertinggi tingkat kemiskinannya, namun menurut Wanggi,  ada perubahan yang membaik di dalam 5 tahun terakhir ini.

Presiden SBY sejak 2012 melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan Program Adik Papua (Afirmatif Dikti Putra-Putri Papua) yang memberikan akses dan kuota kepada putra-putri Papua di Perguruan Tinggi di luar Papua. Presiden SBY juga mendorong pemberian kesempatan dan kuota untuk menjadi anggota TNI dan Polri, sekolah di AKMIL dan AKPOL, sekolah pilot, STAN, STPDN, Sekolah Statistik, dan Sekolah Tinggi Pertanahan. “Bahkan Presiden SBY telah mengubah dan mengeluarkan regulasi yang membuka kesempatan kepada pengusaha-pengusaha asli Papua untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dari APBN dan APBD.

Wanggai juga mengemukakan, Presiden SBY telah membuka pintu lebar-lebar  bagi dialog, masukan, dan saran untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat Papua sebagai bagian dari NKRI. “Komitmen Presiden SBY ini sejalan pula dengan apa yang ditegaskan Presiden Abdurrahman Wahid ketika berdialog dengan tokoh-tokoh Papua pada 31 Desember 1999 yang tidak mentolerir tindakan untuk membentuk negara di dalam Negara,” tandas Velix Wanggai.(TAD/ES)

Sumber :Sekretariat Negara RI Tags :Berita Nasional