Nov 29, 2010

Staf Presiden: SBY Dukung Keistimewaan Yogya "Tak ada maksud membenturkan konteks sejarah dan tradisi dengan demokrasi dan hukum."

Senin, 29 November 2010, 06:12 WIB
Arfi Bambani Amri, Bayu Galih

VIVAnews - Staf Khusus Presiden Bidang Otonomi Daerah, Velix Wanggai, menyatakan tak benar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hendak membenturkan sejarah keistimewaan Yogyakarta dengan tradisi demokrasi dan hukum.

Presiden, kata Velix, sangat mendukung keistimewaan Yogya. Sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mewujudkan pilar desentralisasi dan otonomi daerah yang menghargai warisan tradisi, hukum dan demokrasi,

Presiden konsisten untuk mendorong penyelesaian Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (RUUK DIY). Bagi Pemerintah, UU DIY merupakan wujud nyata bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa.

"Untuk itu, sejak awal posisi pemerintah diletakkan dalam tiga visi besar, yaitu mengakui dan menghormati sejarah keistimewaan DIY, pilar NKRI yang diamanatkan dalam UUD 1945, dan Indonesia adalah negara hukum dan demokrasi," kata Velix secara tertulis ke VIVAnews, Minggu 28 November 2010.

Keistimewaan Yogyakarta ini, kata Velix yang pernah menjadi Ketua Senat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tidak hanya dimaknai secara sempit pada rekrutmen kepala daerah saja, namun filosofi utama adalah negara mengakomodasi prinsip keistimewaan Yogyakarta ke dalam sisi kewenangan yang luas dan kewenangan khusus.

Kewenangan yang luas ini seperti kelembagaan pemerintahan daerah yang menghargai warisan tradisi, keuangan daerah, kebudayaan, pertanahan dan penataan ruang, serta kehidupan demokrasi lokal.

Prinsipnya yaitu bagaimana mewujudkan format dan konstruksi kelembagaan daerah yang arif guna menggabungkan warisan tradisi Keraton dengan sistem demokrasi yang telah berkembang dalam satu dekade di era reformasi ini. "Karena itu, tidak ada maksud untuk membenturkan konteks sejarah dan tradisi dengan sistem demokrasi dan hukum," kata Velix.

Dalam konteks ini, ujar Velix, Presiden sangat memahami kultur tatanan masyarakat, sosial budaya, sosiologis, dan konteks politik yang berkembang di Yogyakarta. Dengan begitu, RUUK DIY tidak akan mengurangi keistimewaan Yogyakarta, bahkan akan semakin menguatkan unsur istimewa yang dimiliki Yogyakarta.

RUU Keistimewaan, kata Felix, justru akan semakin memperkuat pengaturan posisi keraton. Keraton akan lebih strategis dalam konteks kelembagaan pemerintahan dan pembangunan daerah. Dalam hal ini, Presiden memahami posisi kultural dan warisan tradisi, dan selanjutnya bagaimana diakomodasi dalam konteks sistem hukum dan demokrasi yang sedang berjalan saat ini.

Jumat kemarin, Presiden memimpin langsung rapat terbatas membahas empat RUU termasuk RUU Keistimewaan Yogyakarta. Saat membuka rapat, Presiden mengatakan ada tiga prinsip dalam membahas draf RUU Keistimewaan Yogyakarta salah satunya adalah bahwa sistem kerajaan jangan bertabrakan dengan demokrasi. (Pernyataan Presiden selengkapnya: di sini)

RUU Keistimewaan Yogyakarta ini sudah dua periode gagal diundang-undangkan parlemen. Perdebatan krusial terjadi pada mekanisme penentuan kepala daerah, antara yang mendukung model penetapan dan pemilihan.
• VIVAnews

Nov 28, 2010

Velix Wanggai: Presiden SBY Hargai Keistimewaan Yogyakarta

Minggu, 28/11/2010 15:15 WIB
Gunawan Mashar - detikNews

Jakarta - Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Vernando Wanggai mengatakan jika Presiden SBY menghargai keistimewaan DI Yogyakarta. Dia meminta bentuk keistimewaan ini tidak dimaknai secara sempit pada rekrutmen kepala daerah saja.

"Keistimewaan Yogyakarta ini tidak hanya dimaknai secara sempit pada rekrutmen kepala daerah saja, namun filosofi utama adalah negara mengakomodasi prinsip keistimewaan Yogyakarta ke dalam sisi kewenangan yang luas dan kewenangan khusus," jelas Velix Wanggai dalam rilisnya ke detikcom, Minggu (28/11/2010).

Velix mengatakan, negara juga mengakomodasi kelembagaan pemerintahan daerah yang menghargai warisan tradisi, keuangan daerah, kebudayaan, pertanahan dan penataan ruang, serta kehidupan demokrasi lokal.

Pada prisinsipnya, Velix menuturkan, pemerintah ingin menggabungkan tradisi keraton dengan sistem demokrasi yang berkembang sekarang ini. Namun, bukan berarti ingin membenturkan tradisi di DIY dengan sistem demokrasi yang dianut.

"Presiden SBY memahami kultur tatanan masyarakat, sosial budaya, sosiologis, dan konteks politik yang berkembang di Yogyakarta. Ini berarti Presiden SBY sangat memahami sistem Kesultanan Yogyakarta," terang Velix.

Lebih lanjut, Velix menjelaskan, RUU Keistimewaan justru akan memperkuat pengaturan posisi keraton. Keraton dinilai akan lebih strategis dalam kelembagaan pemerintahan dan pembangunan daerah.

"Karena itu, pernyataan Presiden SBY yang lalu perlu dimaknai sebagai upaya pengakuan dan penghormatan warisan tradisi, kekhususan, dan kebudayaan keraton dalam konteks demokrasi yang sedang kita konsolidasikan dewasa ini," jelasnya.

Sebelumnya, Presiden SBY mengungkapkan tidak mungkin Indonesia menerapkan sistem monarki, karena akan bertabrakan baik dengan konsitusi maupun nilai demokrasi.

Untuk itu pemerintah dalam penyusunan rancangan undang undang (RUU) tentang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) optimistis bisa menemukan satu kerangka yang bisa menghadirkan sistem nasional atau keutuhan NKRI dan keistimewaan Yogyakarta yang harus dihormati.

"Tidak mungkin ada sistem monarki yang bertabrakan baik dengan konstitusi maupun
nilai demokrasi," kata Presiden SBY dalam rapat terbatas untuk mendengarkan laporan dan presentasi dari Mendagri tentang kemajuan dalam penyiapan empat RUU di Kantor Presiden Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Jumat (26/11/2010).

Pernyataan SBY ini dinilai Wakil Ketua Komisi II Ganjar Pranowo, sebagai sikap pemerintah yang menginginkan Gubernur DIY dipilih langsung. Klausul utama itu juga yang diduga menjadi penyebab utama tak kunjung dikirimnya draf RUU itu ke DPR.

"Kalau itu sikapnya (SBY) begitu, pasti dia menghendaki gubernur dipilih langsung. Maka keistimewaan Yogya selama ini akan diakhiri oleh SBY," kata Wakil Ketua Komisi II, Ganjar Pranowo, saat dihubungi detikcom, Sabtu (27/11/2010).

Menurut Ganjar, penetapan Gubernur DIY seperti yang berlangsung sampai saat ini adalah bagian dari kekhususan dan keragaman daerah, sebagaimana tertulis dalam pasal 18A ayat 1 UUD 1945. Kekhususan dan keragaman ini juga yang melandasi diberlakukannya hukum syariah di Aceh, otonomi khusus Papua, dan ditunjuknya Walikota di Provinsi DKI Jakarta.

Ganjar mengatakan, jika yang dijadikan landasan presiden adalah pasal 18 ayat 4 UUD bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis, kenapa hal yang sama tidak dilakukan pada Walikota DKI yang ditunjuk langsung.

"Justru presiden yang tidak memahahi konstitusionalitas dalam pasal 18A yang
mengatur keistimewaan dan kekhususan daerah," kata Ganjar.

Menurut Ganjar, Presiden sebaiknya memanggil Sri Sultan Hamengkubowono X untuk membicarakan RUU Keistimewaan DIY, khususnya soal klausul pemilihan langsung atau penetapan itu. Hal ini penting untuk mempercepat penyelesaian UU Keistimewaan DIY, di samping jabatan Sultan yang akan berakhir Oktober 2011.


Nov 26, 2010

KULIAH UMUM PRESIDEN


(Oleh: Velix V. Wanggai, dimuat di Koran JURNAS, 25 November 2010, Spektra)



Dalam bulan November 2010 ini, dua Presiden menyampaikan kuliah umum di dua perguruan tinggi negeri di Indonesia. Pertama, Presiden AS Barack Obama di UI tanggal 10 November 2010 dan kedua, Presiden SBY di Uncen tanggal 22 November 2010. Kedua presiden sama-sama konsen dengan masalah pendidikan. Dari UI di Depok Jawa Barat, Presiden Obama menjanjikan peningkatan bantuan pendidikan berupa pemberian beasiswa dan pertukaran pelajar dan mahasiswa antara AS dan RI. Sementara dari Uncen di Abepura Papua, Presiden SBY meresmikan “penegerian” lima perguruan tinggi baru di Indonesia.

Cinta Papua

Ruang auditorium Universitas Cenderawasih (Uncen) pada Senin pagi 22 November 2010 itu penuh sesak dengan jejalan mahasiswa, dosen dan jajaran Pemda se-Tanah Papua. Mereka datang mendengar kuliah umum Presiden SBY yang berjudul “Menuju Indonesia Yang Sejahtera di Abad 21”. Presiden dan Ibu Ani Yudhoyono hadir di Uncen atas undangan panitia Temu Nasional BEM se-Nusantara.

Suasana kampus Uncen terlihat berbeda dari biasanya. Para mahasiswa yang ingin mengikuti kuliah umum Presiden SBY sangat antusias. Bukan saja mahasiswa Uncen tapi mahasiswa dari berbagai kampus di kota Jayapura pun hadir dan ikut menyimak kuliah umum Sang Presiden. Sejak jam tujuh pagi antrian mahasiswa mencapai 500 meter menuju gerbang utama kampus Uncen.

Kampus Uncen di Abepura terasa aman sebagai “kampus merah putih”, kampus Indonesia. Umbul-umbul dan bendera merah putih menghiasi beberapa sudut kota Abepura. Anak-anak sekolah dasar berdiri berjejer di pinggir jalan menggenggam bendera-bendera kecil dan mengelu-elukan rombongan presiden yang lewat.

Kehadiran Presiden di kegiatan mahasiswa Indonesia ini menunjukkan bahwa beliau tidak fobia dengan kritik. Para mahasiswa juga disadarkan bahwa apa yang mereka suarakan secara intelek dan bermartabat akan direspon secara cepat oleh Pemerintah. Di Uncen Presiden malah memerintahkan Menteri Pendidikan Nasional untuk menjadwalkan pertemuan bulanan pimpinan kolektif BEM se-Nusantara dengan para menteri untuk berdialog.

SBY hadir di Papua untuk kesekian kalinya sebagai tanda cintanya pada Tanah Papua. Dalam beberapa kesempatan, beliau sering melantunkan lagu “Tanah Papua” yang populer di wilayah paling timur Indonesia itu. Sewaktu mengunjungi Papua Nugini pada Maret 2010 lalu, beliau menyanyikan lagu “Tanah Papua” di hadapan warga Indonesia yang tinggal di PNG. Terakhir sewaktu menerima delegasi BEM se-Nusantara yang datang mengundang beliau di Istana Negara awal bulan ini, Presiden SBY pun mengucapkan “…I Love Papua”.

Target Presiden

Dunia perguruan tinggi dan dinamika kemahasiswaan adalah arena dimana para calon pemimpin bangsa digembleng secara moral dan keilmuan. Selama menempuh karir militer sampai memimpin Indonesia, SBY dikenal sebagai pribadi yang sangat konsen dengan intelektualisme, dekat dengan dunia perguruan tinggi dan responsif terhadap dinamika kemahasiswaan. Beliau sering diundang di berbagai kampus dan kalangan terbatas lainnya menyampaikan pemikiran-pemikirannya dan banyak menerima masukan dari berbagai pihak.

Ketika menjadi Presiden, beliau sering menyaksikan demo mahasiswa di depan Istana Negara. Terakhir aksi mahasiswa pada peringatan satu tahun KIB II beberapa waktu lalu. Saat itu Presiden berpesan agar aksi yang dilakukan tidak anarkis tetapi aspirasi mahasiswa disampaikan secara sadar, rasional dan tidak ditunggangi pihak manapun. Mahasiswa sebagai calon-calon pemimpin bangsa dituntut mengedepankan intelektualitas dan rasionalitas dalam bertindak. Dalam kaitan itu BEM pun diminta lebih kontributif dalam memecahkan masalah-masalah kebangsaan.

Presiden menegaskan bahwa pergantian kepemimpinan dari satu generasi ke generasi berikutnya adalah keniscayaan. Semua potensi bangsa memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin dan membangun bangsa secara bersama-sama. Peresmian lima institusi pendidikan tinggi milik pemerintah diatas pun bertujuan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia untuk menjadi pemimpin di masa depan. Keberadaan lima perguruan tinggi itu juga mewakili wilayah perbatasan negara yang selama ini tidak terjangkau sentuhan pendidikan tinggi. Hal ini sejalan dengan komitmen SBY tentang pendidikan untuk semua.

Presiden bertekad, pasca kepemimpinannya bersama Wapres Boediono pada 2014 nanti, pemimpin baru yang menggantikannya akan menerima keadaan negara yang lebih baik untuk 5 tahun berikutnya. Target Presiden, makin ke depan, negara kita makin maju, makin bermartabat dan makin sejahtera.

Nov 23, 2010

Presiden SBY Menyapa Papua


Kunjungan Presiden SBY dan Ibu Negara ke Jayapura, Papua memiliki makna yang mendalam. Sejak tiba di airport Sentani, Jayapura, ribuan orang menunggu di sepanjang jalan dan melambaikan tangan kepada Presiden dan Ibu Negara. Papua pernuh warna. Multikultur begitu tampak dari deretan ribuan orang. Semua orang berbaur menjadi satu. Selama 45 menit perjalanan dari airport Sentani ke tempat penginapan di kota Jayapura, kaca mobil kepresidenan selalu dibuka oleh Presiden SBY dan Ibu Negara. Lambaian tangan dan senyum hangat terpancar dari pemimpin nasional kita beserta Ibu Negara. Tiada batas antara pemimpin dan rakyat. Menyatu penuh harapan.

Dua hari, 21 - 22 November, Presiden SBY berada di Jayapura, Papua. Selama disana, ada tiga acara penting yang dihadiri oleh Presiden. Hari pertama, membuka kegiatan pembekalan pemerintah pusat dalam rangka peningkatan akuntabilitas pengelolaan keuangan dan asetserta pengadaan barang dan jasa di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Sedangkan padahari kedua, Presiden memberikan kuliah umum pada pembukaan Seminar dan Temu Nasional BEM Nusantara ke-III, dan peresmian lima (5) perguruan tinggi negeri di wilayah perbatasan. Rangkaian acara yang begitu padat mengandung makna yang mendalam baik bagi Pemerintah maupun bagi masyarakat Papua.

Ketika berhadapan dengan para pejabat pemerintah daerah maupun para mahasiswa di kampus Universitas Cenderawasih, Presiden kembali mengingatkan agar membangun Papua harus dengan hati. Persoalan yang begitu kompleks perlu dikelola dengan kesungguhan. Membangun Papua tidak boleh setengah-setengah. Kerja keras dituntut. Membangun dengan hati menuntut ketulusan, ketekunan, dan kesabaran. Ada nilai pelayanan yang penuh kasih untuk menyelesaikan akar persoalan. Dalam konteks ini, Presiden SBY menjelaskan komitmen Pemerintah dalam membangun Papua.

Sejak tahun 2004 sejumlah perubahan pendekatan dan kebijakan telah diupayakan dengan konsisten. Pada 100 hari pertama pemerintahan SBY Jilid-1, rakyat Papua mendapat hadiah berupa Peraturan Pemerintah No. 54/2004 tentang Majelis Rakyat Papua (MRP). Setelah tiga tahun lama, tahun 2001 - 2004, tuntutan pembentukan MRP terbengkalai.

Demikian pula, sejak tahun 2005, Presiden SBY mengubah pendekatan dalam menangani Papua. Jika sebelumnya pendekatan keamanan (security approach), maka kini pendekatan kesejahteraan, prosperity, yang berbasis sosial budaya. Salah satu wujud nyatanya adalah politik anggaran yang semakin memihak ke Papua dan Papua Barat dalam enam tahun terakhir ini.

Nov 12, 2010

Staf Presiden: Ada 12 Calon Ibukota Baru

"Kalau kita tetap bertahan di Jakarta, tak ayal 2020 sampai 2050 Jakarta akan tengelam."

Sabtu, 11 Desember 2010, 16:32 WIB
Arry Anggadha, Sandy Adam Mahaputra
Staf kepresidenan, Velix Wanggai (VIVAnews/ Nezar Patria)

VIVAnews - Isu pemindahan ibukota terus bergulir di masyarakat mulai dari yang pro dan kontra. Ada beberapa daerah baru yang diusulkan menjadi pengganti Jakarta sebagai ibukota selain Jonggol dan Palangka Raya.

"Dari beberapa masukan yang ada, ada beberapa nama yang dinilai cukup relevan. Baik itu di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa. Seperti Sentul, Karawang, Lebak, Kuningan, Indramayu, dan Cirebon," kata Staf Khusus Presiden Bidang Otonomi Daerah, Velix Wanggai, dalam diskusi tentang ibukota, di Jakarta, Sabtu 11 Desember 2010.

Menurutnya, pemilihan kota di Pulau Jawa cukup relevan. Karena dari jarak Jakarta yang kurang lebih 100 kilometer. Agar tidak terlalu jauh biayanya.

Velix menjelaskan, selain daerah tersebut, ada juga beberapa daerah di Jawa seperti Purwokerto yang dinilai cukup bagus dari segi infrastruktur. Ditambah lagi dengan kondisi iklimnya yang cukup nyaman. Bahkan kawasan Baturaden diusulkan menjadi kantor presiden. "Di Purwokerto bisa dibangun bandara dan dekat akses pelabuhan di Cilacap," ujarnya.

Selain pilihan kota di Pulau Jawa, lanjut Velix, juga ada pilihan kota di luar Jawa. Seperti Palangka Raya, Sulawewsi Barat, Lampung, dan Jayapura.

Meski demikian, hingga saat ini belum ada keputusan mengenai kota yang akan dipilih. Menurut Velix, Presiden mengusulkan ada tiga pilihan mengenai wacana pemindahan ibukota ini. Pertama, pusat pemerintahan dan perekonomian dipindah. Kedua hanya pemerintahan saja. Ketiga, tidak pindah dengan catatan membangun transportasi publik yang memadai.

Staf ahli Menko Perekonomian, Budi Santoso, mengatakan di Pulau Jawa cukup mengalami penurunan dari segi hutan. tahun ini berkurang sekitar 21 persen. Sedangkan lahan pemukiman bertambah 149 persen. "Tentunya ini harus menjadi pertimbangan juga. Belum lagi banyak daerah di Pulau Jawa mengalami debit air," kata Budi.

Namun, menurut Budi, ada beberapa daerah di Jawa dari segi hutan maupun sumber daya air masih memadai. Salah satunya Pacitan, Magelang, Purwokerto, dan Banten. "Kalau kita tetap bertahan di Jakarta, tak ayal 2020 sampai 2050 Jakarta akan tengelam karena penurunan lahan," jelasnya.

• VIVAnews

BERKAH OBAMA


Oleh: Velix Vernando Wanggai

(Dimuat di Harian Jurnal Nasional, 11 November 2010, Kolom Spektra)


Hujan rintik-rintik menyambut kedatangan Presiden Amerika Serikat, Barack Hussein Obama bersama isterinya, Michelle Obama, Selasa sore tanggal 9 November 2010 di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta. Menurut tradisi disini, hujan itu pertanda berkah. Kurang lebih 18 jam Presiden Obama mengunjungi Indonesia. Cukup lama meninggalkan kota Jakarta membuatnya pangling. Seingatnya, dulu bangunan paling tinggi hanyalah Sarinah dan Hotel Indonesia. Tapi kini kedua bangunan itu menjadi gedung terendah di Jakarta. Becak dan bemo pun tidak terlihat lagi. Itulah kiranya yang membuat Barry, si Anak Menteng ini mengalami disorientasi tentang kota Jakarta.


Perjalanan rombongan Presiden Obama dari Halim ke Istana Negara hanya butuh waktu 25 menit. Jika jalan tidak licin, Limousine Sang Presiden hanya butuh waktu kurang lebih 7 menit. Obama kagum dengan Jakarta yang kini sudah berubah pesat. Sayangnya, beliau tidak mengetahui bahwa perubahan itu menjadi problem saat ini. Obama tidak mengetahui bahwa rute yang dilewatinya itu adalah salah satu titik macet di Jakarta. Mungkin Bang Obama juga akan kaget kalau perpindahan ibukota negara dan ibukota pemerintahan telah menjadi wacana publik yang diamini oleh Presiden SBY.

Beberapa jam di Jakarta, tidak terlihat Obama sebagai seorang Afro-Amerika. Lebih pas ia sebagai Indo-Amerika. Ucapan “apa kabar, selamat sore, assalamu alaikum, salam sejahtera, terima kasih, pulang kampung nih, adalah idiom Indonesia. Apalagi ucapan “… bakso, nasi goreng, emping, krupuk, smuanya enak” adalah aksentuasi Obama yang menunjukkan bahwa ia punya kesan mendalam tentang Indonesia.


Kunjungan kenegaraan yang biasanya ketat dengan aturan keprotokoleran, kali ini berbeda. Suasana emosional dan kultural lebih nampak mendominasi prosesi kunjungan Obama di Jakarta. Dalam konperensi pers di Istana, ia menyatakan “…tidak menyangka Anak Menteng bisa masuk Istana Negara”. Obama menyebut dirinya Anak Menteng dan Indonesia adalah bagian dari dirinya. Maka ia menyampaikan simpati yang mendalam dan akan membantu korban tsunami di Mentawai dan letusan gunung Merapi. Ia menyebut Indonesia adalah dari Sabang sampai Merauke. Meskipun lahir di Jawa, Bali atau Papua, semuanya satu, Indonesia.


Ke Jakarta sama dengan “pulang kampung”, sehingga Obama harus menyapa semua orang yang dijumpainya dengan agak “mengabaikan” protap secret service-nya sendiri. Justru yang berusaha keras “menjadi Indonesia” adalah Michelle, istrinya. Walau demikian, penampilan Michelle di masjid Istiqlal mengenakan kerudung menandakan first lady Amerika itu bersama suaminya, Presiden Barack Hussein Obama, mampu mengambil hati umat Islam Indonesia sekaligus sahabat bagi dunia Muslim.


Optimisme Obama


Di pundak Obama, semua warga dunia berharap memperoleh “berkah” keseimbangan global yang diperankannya berupa keamanan, kedamaian dan kesejahteraan. Dilihat dari akar kata nama “Barack”, konon berasal dari kosa kata Arab, “ba-ra-ka” atau “barakah” (berkah, berkat, untung, faedah, manfaat) menjadi “mubarak” (keberkahan, kemanfaatan). Kedatangannya ke Indonesia sudah pasti memberi berkah dan manfaat bagi kedua negara melalui Comprehensive Partnership between the United States of America and Republic of Indonesia (Kerjasama Komprehensif Amerika-Indonesia). Kemitraan di bidang perekonomian, antar masyarakat sipil serta politik dan keamanan memberikan harapan bahwa Indonesia penting bagi Amerika. Karena sebagai anggota OKI, Indonesia mampu menjadi jembatan bagi Amerika Serikat dan dunia Muslim.


Peran Indonesia dalam pasukan perdamaian PBB, mendorong perdamaian di Palestina dan menjadi simpul yang kuat di ASEAN menandakan Indonesia sebagai mitra strategis yang tak dapat diabaikan. Presiden SBY menegaskan bahwa, tidak boleh ada anggapan seolah-olah ada satu kekuatan yang harus membuat Indonesia berhadap-hadapan dengannya. Sekarang semua negara berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah serta saling membutuhkan. Kepemimpinan Indonesia di G-20 adalah untuk mengajak semua negara dapat maju bersama dalam keseimbangan yang dinamis (dynamic equilibrium) baik negara maju maupun berkembang.


Kemarin tanggal 10 November 2010 adalah hari terakhir kunjungan Obama di Indonesia. Ia memuji, Indonesia sejak lama telah memiliki kekuatan nilai demokrasi, pluralisme, toleransi beragama, Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila yang bisa dicontoh oleh negara lain di dunia. Ia mencontohkan mesjid Istiqlal yang bermakna “kemerdekaan” (independent) diarsiteki orang Kristen. Menurutnya, Indonesia sebagai contoh keharmonisan umat beragama di seluruh dunia. Ia meyakini Islam dan demokrasi maupun demokrasi dan kesejahteraan memiliki masa depan di Indonesia.


Dari sisi ekonomi dan investasi, posisi ekspor Indonesia ke AS memang dibawah India, Korea Selatan, China dan Jepang, namun dari sisi sosial, politik dan keamanaan regional dan global, Indonesia merupakan mitra strategis. Posisi geografis Indonesia menjadi jembatan ekonomi di Asia-Pasifik maupun negara demokrasi dengan basis umat Islam terbesar di dunia. Tak salah bila Obama berujar “I believe that Indonesia is not only a regional power that is rising, but also the global forces” (saya percaya bahwa Indonesia bukan hanya kekuatan regional yang sedang naik, tetapi juga kekuatan global). Semoga kunjungan Obama membawa “Baraka” (berkah/manfaat) bukan saja bagi Amerika Serikat dan Indonesia tapi juga dunia.[]

Nov 11, 2010

Kebijakan Pemerintah Pusat Dalam Rangka Mempercepat Pembangunan Daerah Kepulauan

(Sambutan Disampaikan dalam Dialog Nasional “Membangun Daerah Kepulauan Menuju Kejayaan Bangsa Indonesia”, di Universitas Pattimura, Ambon, 11 November 2010)


Yang terhormat Bapak Gubernur Maluku,

Yang terhormat Bapak Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Maluku,

Yang terhormat Bapak Rektor beserta segenap civitas academica Universitas Pattimura,

Yang terhormat Para tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan tokoh adat,

Yang terhormat Pengurus IKAPELAMAKU selaku penyelenggara kegiatan Dialog

Nasional “Membangun Daerah Kepulauan Menuju Kejayaan Bangsa Indonesia”,

Serta segenap pelajar dan mahasiswa Universitas Pattimura yang kami kasihi,


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu,

Syalom, dan salam sejahtera untuk kita semua.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas perkenan ijin-Nya kita semua masih diberikan kesempatan untuk bersama berkumpul di Auditorium Rektor Universitas Pattimura pada kesempatan yang baik hari ini. Perkenankan saya mengucapkan terimakasih kepada pengurus Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Maluku-Yogyakarta (IKPELAMAKU) atas undangan sebagai narasumber dalam acara dialog nasional “Membangun Daerah Kepulauan Menuju Kejayaan Bangsa Indonesia”.


Kami merasa berbahagia dan merasakan ini sebagai suatu kehormatan bagi kami untuk hadir menyampaikan materi tentang kebijakan Pemerintah Pusat dalam rangka mendukung pembangunan daerah kepulauan sebagaimana yang dimintakan oleh panitia penyelenggara. Pada kesempatan yang baik ini saya juga ingin mengucapkan selamat atas penetapan Dr. J. Leimena, salah satu putra terbaik bangsa, yang telah ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pahlawan nasional. Penetapan Dr. J. Leimena sebagai pahlawan nasional atas jasa-jasanya merupakan salah satu bukti pengabdian, jasa dan kecemerlangan prestasi putra Maluku di pentas sejarah politik nasional yang menjadi kebanggan kita semua. Dr J. Leimena merupakan salah seorang anak bangsa yang paling banyak menjabat sebagai menteri, yakni sebanyak 18 kali selama 20 tahun sejak 1946 sampai 1966, dan paling sering ditugaskan (sebanyak 7 kali) sebagai Pejabat Presiden oleh Presiden Sukarno jika melakukan lawatan tugas ke luar negeri. Semoga jasa kepahlawanan dan prestasi yang telah ditorehkan dalam sejarah perjuangan bangsa menjadi inspirasi bagi kaum muda Maluku dan seluruh bangsa Indonesia untuk meneladani jasa-jasa dan teladan yang telah ditorehkan dalam mempertahankan keberadaan bangsa dan negara Indonesia.


Bapak Gubernur Maluku, Bapak Ketua DPRD Provinsi Maluku, Para Muspida, Bapak Rektor Unpatti,

para mahasiswa dan hadirin yang berbahagia.


Sebagaimana kita maklumi bersama, reformasi pembangunan nasional telah membawa perubahan pada pendekatan kebijakan pembangunan nasional yang semula cenderung continental-based approach menjadi marine-based approach. Dalam tata kelola pemerintahan kita, pergeseran pendekatan kebijakan ini telah diwujudkan melalui dibentuknya Departemen Eksplorasi Laut (DEL) sejak 1999 pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid yang saat ini berganti menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan.


Wilayah Indonesia sebagaimana yang dideklarasikan pada 13 Desember 1957 dan diterima menjadi bagian dari hukum laut internasional (The United Nations Convention on the Law of the Sea, UNCLOS, 1982), menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan dengan wilayah laut terluas, jumlah pulau terbanyak, dan pantai terpanjang kedua di dunia. Letak geografis Indonesia yang berada di khatulistiwa serta diantara dua benua dan dua samudera sangat strategis bagi hubungan antarbangsa dan antara Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Wilayah Indonesia yang demikian itu sangat penting untuk disadari, karena merupakan kekuatan sekaligus kelemahan, dan memberikan peluang serta ancaman yang menjadi basis bagi kebijakan pembangunan di berbagai bidang.


Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau 17.508 buah dan garis pantai sepanjang 81.000 kilometer, juga menyimpan kekayaan sumberdaya alam laut yang besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Kawasan pesisir dan lautan yang dinamis juga mengandung potensi bagi pengembangan berbagai aktivitas pembangunan yang bersifat ekstrasi seperti industri, pemukiman, konservasi. Sumbangan sumber daya kelautan terhadap perekonomian nasional cukup besar, yang merupakan urutan kedua setelah jasa-jasa. Untuk itu potensi kelautan yang ada perlu dioptimalkan dengan memanfaatkan sumber daya kelautan yang meliputi wilayah laut teritorial sampai dengan 200 mil dan hak pengelolaan di wilayah laut lepas yang jaraknya lebih dari 200 mil, mendayagunakan sumberdaya kelautan untuk perhubungan laut, perikanan, pariwisata, pertambangan, industri maritim, bangunan laut, dan jasa kelautan.


Dengan demikian, kelautan dan perikanan merupakan salah satu pilihan sektor andalan pembangunan yang perlu menjadi perhatian pemerintah. Untuk itu, tentu saja pembangunan kelautan memerlukan dukungan politik dan pemihakan yang nyata dari seluruh pemangku kepentingan. Namun, disisi lain, dari berbagai potensi kelautan yang ada, juga terdapat tantangan dalam pengelolaan sektor tersebut. Salah satu tantangan utama pembangunan kelautan yang dihadapi adalah melaksanakan strategi yang tepat guna menghadapi dan mengantisipasi potensi konflik teritorial dengan negara-negara tetangga melalui upaya menindaklanjuti United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS) 1982, baik dalam konteks penguatan perlindungan terhadap kedaulatan wilayah dari segi hukum internasional maupun dalam hal pemanfaatan nilai-nilai ekonomi kelautan.


Menyadari arti penting sektor kelautan maka dalam Undang-undang nomor 17 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, menyebutkan salah satu misi pembangunan jangka panjang adalah mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. Misi ini dicapai dengan menumbuhkan wawasan bahari bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi kelautan; meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia yang berwawasan kelautan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan; mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan secaraterpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya kelautan secara berkelanjutan.


Dalam arah kebijakan jangka panjang nasional RPJPN 2005-2025 menyebutkan bahwa dalam 20 tahun ke depan, arah pembangunan yang dituju perlu memperhatikan pendayagunaan dan pengawasan wilayah laut. Dengan cakupan dan prospek sumber daya kelautan yang sangat luas, maka arah pemanfaatannya harus dilakukan melalui pendekatan multisektor, integratif dan komprehensif agar dapat meminimalisasi konflik dan tetap menjaga kelestariannya. Di samping itu, mengingat kompleksnya permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, maka pendekatan keterpaduan dalam kebijakan dan perencanaan perlu menjadi prasyarat utama dalam menjamin keberlanjutan proses ekonomi, sosial dan lingkungan yang ada. Selain itu, kebijakan dan pengelolaan pembangunan kelautan harus merupakan keterpaduan antara sektor lautan dan daratan serta menyatu dalam strategi pembangunan nasional sehingga kekuatan darat dan laut dapat dimanfaatkan secara optimal.


Hadirin para peserta dialog nasional yang berbahagia,

Salah satu Misi Presiden Republik Indonesia untuk Pembangunan Nasional Tahun 2009 – 2014, yaitu: “Memperkuat Dimensi Keadilan di Semua Bidang”. Berdasarkan visi dan misi keadilan ini, maka ditetapkan arah kebijakan pembangunan daerah pada masa Kabinet Indonesia bersatu II, yang diantaranya diarahkan untuk pengembangan wilayah dengan memperhatikan potensi dan peluang keunggulan sumber daya darat dan/atau laut di setiap wilayah, serta memperhatikan prinsip keberlanjutan dan daya dukung wilayah.


Dalam periode kedua kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2009-2014), pembangunan kewilayahan berbasis kepulauan menjadi salah satu fokus perhatian Kabinet Indonesia Bersatu-II untuk mewujudkan misi keadilan pembangunan dan pembangunan untuk semua (development for all). Dalam periode kedua masa pemerintahan Presiden SBY, sebagaimana digariskan dalam Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, kebijakan rencana pembangunan nasional dalam Buku III RPJMN “Pembangunan Berdimensi Kewilayahan: Memperkuat Sinergi Pusat-Daerah dan Antardaerah”, disusun dengan pendekatan kewilayahan berbasis 7 (tujuh) wilayah pulau besar dengan memperhatikan diferensiasi potensi sumberdaya, kebutuhan strategis, dan prioritas kebijakan.


Dalam pembangunan kewilayahan berbasis pulau-pulau besar ini, pemerintah merumuskan strategi dan arah kebijakan pembangunan kewilayahan, antara lain: a) Mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah potensial di luar Jawa-Bali dan Sumatera dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan di wilayah Jawa-Bali dan Sumatera; dan, b) Meningkatan keterkaitan antarwilayah melalui peningkatan perdagangan antarpulau untuk mendukung perekonomian domestik; c) Meningkatkan daya saing daerah melalui pengembangan sektor-sektor unggulan di tiap wilayah; d) Mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan strategis dan cepat tumbuh, kawasan perbatasan, kawasan terdepan, kawasan terluar, dan daerah rawan bencana; serta, e) Mendorong pengembangan wilayah laut dan sektor-sektor kelautan. Dalam pembangunan kelautan, melalui pendekatan pembangunan kewilayahan, diarahkan untuk menempatkan wilayah laut sebagai sarana untuk mendorong keterkaitan antarwilayah dengan mengembangkan dan memperkuat rantai produksi dan distribusi komoditas unggulan wilayah khususnya industri berbasis kelautan. Pengembangan wilayah laut juga akan dilakukan melalui pendekatan wilayah terpadu dengan memperhatikan potensi mineral dan energi, potensi perikanan, potensi wisata bahari, potensi industri maritim, serta potensi transportasi, teknologi dan menjaga kelestarian ekosistem laut.


Secara kongkrit, dengan mempertimbangkan keterkaitan lintas sektoral maupun keterkaitan antar wilayah, RPJMN 2010-2014 menetapkan 9 (sembilan) wilayah pengembangan laut, yakni: 1) wilayah kelautan Sumatera; 2) wilayah kelautan Malaka; 3) wilayah kelautan Sunda; 4) wilayah kelautan Jawa; 5) wilayah kelautan Natuna; 6) wilayah kelautan Makassar-Buton; 7) wilayah kelautan Banda Maluku; wilayah kelautan Sawu; 9) wilayah kelautan wilayah kelautan Papua. Dari kesembilan wilayah ini, wilayah kelautan Maluku-Banda merupakan salah satu diantara 5 prioritas pengembangan untuk periode 2010-2014.


Hadirin para peserta dialog nasional yang kami hormati,

Dalam melaksanakan pembangunan daerah di era desentralisasi dan otonomi daerah, pemerintah berlandaskan pada dua payung hukum utama yakni, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pusat dan pemerintah daerah. Sesuai semangat desentralisasi dan otonomi daerah, kedua payung hukum ini pada dasarnya ditujukan untuk mewujudkan kemandirian daerah dalam pembangunan. Namun, tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan kemandirian daerah cukup besar. Bagi daerah-daerah kepulauan yang memiliki karakter yang spesifik tantangan yang dihadapi pemerintah daerah kepulauan dalam menjalankan pembangunan cukup berat. Sehingga tentunya membutuhkan pertimbangan luas wilayah laut sebagai salah satu variabel penghitungan Dana Alokasi Umum (DAU). Persoalan saat ini adalah pemerintah dalam memperhitungkan Dana Alokasi Umum pemerintah baru memperhitungklan luas wilayah darat saja. Usulan memasukkan faktor luas lautan dalam penentuan DAU pertama kali diajukan oleh tujuh propinsi yang masuk dalam Forum Kerjasama Pemerintah Daerah Propinsi Kepulauan. Perhitungan dana perimbangan yang hanya memperhitungkan luas wilayah darat dapat memunculkan kesan perlakuan kurang adil karena adanya beban pembinaan wilayah luas wilayah dan tantangan yang lebih kompleks.


Memperhatikan tantangan riil yang dihadapi pemerintah daerah, formulasi alokasi DAU seyogyanya perlu memperhatikan perbedaan karakteristik daerah, tingkat kesulitan, wilayah kepulauan, serta luas wilayah laut baik dalam variabel maupun pembobotan penghitungan DAU. Kemungkinan penyertaan variabel luas laut sebagai bagian daroi formulasi DAU sesungguhnya selaras dengan visi memperkuat dimensi keadilan disemua bidang pembangunan. Dengan demikian, tentunya menjadi wajar jika variabel luas wilayah dalam perhitungan DAU memasukan perhitungan luas wilayah laut.


Selain kebijakan pembangunan kepulauan berbasis wilayah pulau besar yang telah disusun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014, dalam hal pengelolaan pulau-pulau kecil salah satu acuan dalam pengelolaan kepulauan adalah Peraturan Presiden nomor 78 tahun 2005 mengenai Pengelolaan Pulau-pulau kecil terluar, yang penanganannya difokuskan pada 92 pulau kecil terluar. Kebijakan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar tersebut diarahkan pada: 1) menjaga keutuhan NKRI, keamanan nasional, pertahanan negara dan bangsa, serta menciptakan stabilitas kawasan; 2) memanfaatkan SDA; 3) memberdayakan masyarakat.


Bapak Gubernur Maluku, Bapak Ketua DPRD Provinsi Maluku, Para Muspida, Bapak Rektor Unpatti, para mahasiswa, dan hadirin yang berbahagia.


Provinsi Maluku merupakan salah satu provinsi kepulauan yang kaya akan potensi sumberdaya alam dan kelautan. Dapat dikatakan bahwa, potensi kelautan dan perikanan yang ada saat ini sangat strategis untuk menjadikan Maluku lumbung ikan nasional. Maluku memiliki laut dengan potensi lestari ikan sebesar 1,6 juta ton per tahun dan baru dimanfaatkan sekitar 300 ribu ton, memiliki kurang lebih 100 ribu tenaga nelayan, ditambah dengan penghasilan perikanan laut Maluku yang rata-rata 1,6 juta ton pertahun. Sedangkan pemanfaatanya baru berkisar 500 ton per tahun. Ini berarti kebutuhan perikanan masih tersedia melebihi permintaan yang ada. Selain itu, 12 unit pelabuhan yang ada juga menjadi indikator kemajuan sektor perikanan di Maluku.


Saat ini sumbangan produksi dan pendapatan dari pengelolaan laut masih belum memadai sehingga belum mampu mengatasi masalah kemiskinan nelayan dan ketertinggalan kawasan pesisir. Potensi perikanan di provinsi yang terdiri atas 1.336 pulau ini mencapai 1,64 juta ton per tahun, namun saat ini produksi baru mencapai 300.000 ton/tahun (sekitar 20%). Di sisi lain, beberapa wilayah laut menghadapi ancaman penurunan stok ikan dan kerusakan terumbu karang sebagai akibat pola pemanfaatan yang kurang berkelanjutan.


Gerakan untuk menetapkan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional juga didukung oleh posisi dimana provinsi ini berada di wilayah segitiga daerah penangkapan ikan (golden triangle fishing ground), yaitu: Laut Banda, Laut Arafura dan Laut Seram sehingga pantas dicanangkan sebagai Lumbung Ikan Nasional. Dalam kaitan ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat puncak acara Sail Banda di Ambon pada 3 Agustus 2010 secara tegas menyatakan bahwa pemerintah mendukung gerakan Maluku menjadi lumbung ikan nasional. Gerakan yang didukung oleh Presiden ini perlu ditindaklanjuti dengan proses teknokratis penyusunan konsep perencanaan yang matang dan penyiapan regulasi terkait yang meliputi, tata ruang wilayah kepulauan Maluku, maupun jika dipandang perlu, penyediaan landasan kebijakan di tingkat nasional .


Bapak Gubernur, Bapak Ketua DPRD Provinsi Maluku, Para Muspida, Bapak Rektor Unpatti, para mahasiswa dan hadirin yang berbahagia.

Demikian paparan kami tentang kebijakan pemerintah pusat dalam pembangunan daerah kepulauan. Semoga berkenan dan dapat menjadi masukan untuk diskusi kita pada hari ini. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.


Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Syalom,


Ambon, 11 November 2010

Staf Khusus Presiden RI

Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah

Velix Vernando Wanggai

Nov 5, 2010

PRESIDEN OMNIPRESENT

(Velix Wanggai, dimuat di Koran Jurnas, Spektra: 4 November 2010)

Dua bulan terakhir Presiden SBY mengunjungi tiga wilayah bencana di Indonesia, masing-masing Wasior, Mentawai dan Merapi. Kunjungan Presiden dan Ibu Ani di tiga wilayah bencana itu sekaligus memastikan bahwa Pemerintah “hadir” di tengah-tengah masyarakat yang tertimpa bencana. Pemerintah akan senantiasa melindungi dan bekerja secara maksimal untuk mengatasi dampak sosial dan psikologis yang timbul akibat bencana alam yang terjadi. Selaku Kepala Negara, kehadiran Presiden SBY tentu menguatkan hati rakyat yang ditimpa musibah.

Wasior yang jauh tersembunyi di ujung timur, Mentawai dengan cuaca ekstrem maupun Merapi dengan keganasan wedhus gembel-nya, bukan menjadi penghalang bagi Pak SBY dan Ibu Ani untuk hadir di tengah-tengah rakyatnya. Walau dalam kondisi bagaimana pun, Presiden ingin mendengar langsung keluhan, asa dan iba rakyatnya. Terkadang Pak SBY dan Ibu Ani larut dalam susana haru bersama para warga di tempat pengungsian.

Kegiatan Presiden sangat padat, maka stamina para Menteri maupun perangkat kepresidenan yang menyertainya pun harus benar-benar prima. Setelah menyempatkan waktu mengunjungi Mentawai, Presiden SBY kembali ke Hanoi mengikuti penutupan KTT Asean. Hari minggu 31 Oktober 2010 petang, beliau sudah tiba kembali di Tana Air. Senin, 1 November 2010, beliau memimpin Sidang Kabinet, dengan agenda mengevaluasi penanganan bencana Wasior, Merapi dan Mentawai. Besoknya, Selasa 2 November 2010 beliau menerima kunjungan kenegaraan PM. Australia, Julia Gillard di Istana Negara. Setelah prosesi kenegaraan dengan PM. Gillard, Presiden dan rombongan bertolak ke Yogyakarta.

Selama dua hari mengikuti kunjungan Presiden di Yogyakarta dan Jawa Tengah, kesan kami bahwa mengemban amanah sebagai Presiden Republik Indonesia adalah tugas yang sangat berat dan butuh energi esktra. Betapa tidak, dengan luas wilayah 8.287.520 kilometer persegi, terdiri atas luas daratan 2.027.087 km1 dan luas perairan 6.260.433 km2, seorang Presiden yang memimpin negara kepulauan terbesar di dunia ini harus memiliki energi ekstra dimaksud. Dengan begitu ia bisa mengunjungi seluruh pelosok wilayahnya agar rakyat merasakan keberpihakan, kebijakan dan keputusannya.

Sangat manusiawi jika Presiden SBY tidak dapat hadir di semua tempat dalam waktu yang bersamaan (omnipresent), namun di sisi lain, beliau telah hadir di semua pelosok wilayah Nusantara ini dalam waktu yang bersamaan melalui kebijakan (policy) yang diambilnya. Kebijakan membawa Indonesia menjadi Negara yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan telah menjadi strategi pembangunan nasional (RPJMN 2009-20014) yang diterjemahkan dalam kebijakan pembangunan sektoral dan regional.

Pada pertemuan di Istana Cipanas dan Istana Tampaksiring beberapa waktu lalu, Presiden telah mengarahkan para Gubernur untuk mewujudkan apa yang menjadi kebijakan beliau tersebut lewat program-program pembangunan yang berorientasi pada pengurangan kemisikinan (pro poor), penciptaan lapangan kerja (pro job) dan peningkatan pertumbuhan (pro-growth) yang disertai pemerataan (equity) pembangunan berbasis kewilayahan.

Dalam terminologi Presiden SBY, pembangunan berbasis kewilayahan adalah pembangunan inklusif, pembangunan untuk semua (development for all), dimana semua komponen bangsa harus merasakan manfaat pembangunan. Tidak boleh ada yang tertinggal atau dirugikan dari proses pembangunan bangsa ini.

Faktor Leadership

Kebijakan tersebut merupakan wujud komitmen Presiden SBY sejak memimpin bangsa ini pada era KIB I dan KIB II. Beliau selalu berusaha “hadir” (omnipresent) dalam bentuk kebijakan pembangunan di seluruh pelosok wilayah Negara, sehingga tak satu pun wilayah negeri ini yang merasa dianaktirikan. Oleh sebab itu, komitmen ini harus ditindaklanjuti dengan perencanaan kebijakan sektoral dan regional yang sinkron dan sinergis, perbaikan dan normalisasi kerangka regulasi yang tidak menghambat percepatan pembangunan maupun koordinasi hubungan antar-lembaga yang sehat, produktif dan kompetitif.

Ada 4 (empat) pesan penting selama dua hari ini. Pertama, pentingnya penyelarasan aktivitas sosial-ekonomi dengan daya dukung lingkungan; Kedua, Daerah dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi perlu merumuskan rencana tata ruangnya berbasis mitigasi maupun adaptasi bencana. Ketiga, pentingnya sosialisasi tentang kondisi kerawanan bencana di daerah; dan Keempat, kegiatan pelatihan penanggulangan dan penanganan bencana seperti pembentukan badan-badan penanganan bencana maupun pelatihan kebencanaan.

Diatas semuanya, kepemimpinan (leadership) adalah kunci dalam mengkoordinasikan langkah penanganan bencana secara cepat dan tepat. Wasior, Mentawai dan Merapi memberi pelajaran berharga tentang pentingnya kepemimpinan yang cepat, tegas dan tanggap di Pusat maupun Daerah dalam menghadapi segala kemungkinan buruk yang akan terjadi di tengah-tengah kehidupan bangsa dan negara. Hadir bersamaan dengan kapasitas yang tepat menjadi persyaratan seorang pemimpin, sebagaimana ditunjukkan sang Presiden omnipresent.

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...