Jun 20, 2013

Kemitraan Komprehensif Indonesia-PNG

 galeri foto
Jurnal Nasional | Kamis, 20 Jun 2013
Ahmad Nurullah
Oleh: Velix Wanggai 
Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah

HUBUNGAN bilateral Republik Indonesia-Papua Nugini memasuki babak baru. Setelah proses persiapan yang matang, pertemuan bersejarah antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyoo (SBY) dan Prime Minister Peter O‘Neill akhirnya menyepakati suatu tatanan baru dalam hubungan bilateral kedua negara melalui payung Kemitraan Komprehensif antara Republik Indonesia dan Papua Nugini (Comprehensive Partnership between Republic of Indonesia and Papua New Guinea). 
 
Di Istana Merdeka yang megah itu, Presiden SBY memuji PNG sebagai pemain regional penting di kawasan Pasifik. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sekitar 9 persen, PNG tumbuh menjadi kekuatan penting bagi konstelasi geopolitik di negara-negara Pasifik yang memiliki darah Melanesia. Sebaliknya, PM Peter O‘Neill menyatakan bahwa Kemitraan Komprehensif ini sebagai langkah historis yang bersifat landmark bagi masa depan hubungan PNG-Indonesia.

Dalam kacamata Indonesia, ada tiga konteks yang menempatkan PNG dalam posisi khusus dalam kebijakan luar negeri Indonesia. Konteks pertama, PNG memiliki karakter khas dan khusus dengan membagi kesamaan darah dan budaya dengan warga Indonesia di Provinsi Papua. Dengan batas darat antarnegara sepanjang sekitar 760 km yang menjalar dari Kabupaten Merauke di ujung selatan hingga Kota Jayapura di ujung utara, kedua negara membagi kesamaan karakter penduduk asli Papua di Provinsi Papua dan saudara-saudaranya di sejumlah provinsi di perbatasan PNG.

Ikatan adat dan tradisi berimplikasi terhadap sekat-sekat perbatasan antarkedua negara menjadi kabur dalam perspektif kultural. Karena ada tanah ulayat warga PNG di wilayah Indonesia, dan sebaliknya tanah adat warga Papua di wilayah PNG. Kedua warga negara juga melintas secara tradisional dalam kehidupan mereka selama ini.

Konteks kedua, dengan berbagi wilayah di Pulau Papua, wilayah perbatasan kedua negara ini membagi potensi alam yang bernilai strategis dalam mendukung pembangunan nasional bagi kedua negara, termasuk dalam pembangunan wilayah Provinsi Papua maupun Provinsi Papua Barat. Dalam payung Kemitraan Komprehensif tersebut, Indonesia dan PNG semakin menjalin ikatan kerja yang lebih konkret dalam berbagai bidang pembangunan.

Pertemuan bersejarah di Istana Merdeka, 17 Januari 2013, menghasilkan 11 dokumen Memo Kesepahaman (Memorandum of Understanding). Antara lain meliputi: pendidikan, kepemudaan, olahraga, minyak dan gas, pariwisata, transportasi udara, investasi, dan perdagangan.

Kerja sama di sejumlah sektor itu diharapkan membawa manfaat bagi penduduk Indonesia, terutama di daerah Papua. Hal ini sejalan dengan perubahan pendekatan dari Presiden SBY untuk menggeser pendekatan keamanan menuju pendekatan kesejahteraan secara terintegrasi. Dalam hal ini, modal sosial, modal kultural, dan modal ekonomi menjadi fondasi dalam mengelola pengembangan ekonomi perbatasan kedua negara.

Konteks ketiga adalah faktor geopolitik Indonesia dan PNG di kawasan Pasifik. Bagi negara-negara di kawasan Pasifik Barat Daya dan Pasifik Selatan, posisi PNG dipandang sangat strategis dalam relasi antarnegara dalam menentukan arah politik multilateral di kawasan Pasifik.

Posisi dan pandangan politik PNG diperhitungkan di forum Pacific Island Forum (PIF), Melanesian Spearhead Group (MSG), South Pacific Dialogue, dan forum-forum konsultasi lain di kawasan Pasifik. Karena itu, Indonesia menempatkan PNG tidak hanya tetangga dan sahabat di timur Indonesia, melainkan juga sebagai mitra kerja sama dan mitra dialog dalam menjaga perdamaian dan stabilitas dalam tatanan regional Asia-Pasifik.

Selain itu, PNG juga merumuskan orientasi baru politik luar negeri PNG, yakni look to north policy. Konsekuensinya, kebijakan kerja sama luar negeri PNG terus dikembangkan dengan Indonesia, China, dan negara-negara di kawasan Asia. Bagi PNG, Indonesia adalah an emerging country dengan modal budaya yang relatif sama, memberikan harapan baru bagi PM Peter O‘Neill untuk menjalin kemitraan komprehensif dengan Indonesia.

Sebagai sahabat, dan juga partner bagi Indonesia, Presiden SBY memberikan apresiasi kepada PNG yang selalu konsisten mendukung kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kemitraan Komprehensif semakin memberikan makna hubungan bilateral Indonesia-PNG.

galeri foto

Pertemuan PM PNG dengan Presiden SBY dan Gubernur Papua Hasilkan Sejumlah Manfaat Baru Bagi Papua

Written By AMOYE BIDABI on Rabu, 19 Juni 2013 | 00.38

JAKARTA-Zona Damai: Sejalan dengan komitmen Pemerintah untuk menempatkan Provinsi Papua sebagai beranda depan Indonesia di hadapan negara-negara kawasan asia pasifik, maka Presiden Republik Indoensia Dr.H. Susilo Bambang Yudhoyono, mengajak Gubernur Papua Lukas Enembe,SIP,MH, untuk ikut serta dalam pertemuan bilateral dengan Perdana Menteroi Papua Nugini (PNG) Peter O’neill, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (17/6/2013). Hadir dalam pertemuan tersebut Gubernur Provinsi Papua Barat, Bram Atururi,serta 100 pengusaha dari PNG dan Perdana Menteri PNG dan sejumlah Menteri PNG, juga staf ahli Bidang Otonomi Daerah Felix Wanggai.
Press release Sekretariat Kepresidenan RI menyebutkan, kedatangan PM PNG Peter O’neill ini, merupakan kunjungan bersejarah semenjak Peter O’neill terpilih sebagai orang nomor satu di negara yang bertatangga dengan provinsi Papua ini. Antara Indonesia dan PNG terdapat garis perbatasan darat sepanjang 760 Km yang membentang dari Merauke, Bouven Digoel, Pegunungan Bintang, Keerom, dan Kab. Jayapura.


Pertemuan bilateral antara Indoensia-PNG ini, memiliki nilai yang startegis bagi Indonesia, terutama Provinsi Papua yang selama ini telah menjalin banyak kerja sama dengan beberapa Provinsi di PNG.
Dalam pertemuan bilateral dimaksud, Presiden Susilo Bambang Yudhyono dan PM PNG Peter O’neill, sepakat mendatangani sebuah babak baru hubungan bilateral yang disebut Comprehensive Partnership between Republik of Indonesia  and Papua New Gunea (Kemitraan komprenship antara Indonesia dan PNG).
Dalam konteks kemitraan yang komprensehensif ini, pemerintah pusat menempatkan Provinsi Papua, sebagai ujung tombak di dalam kerjasama di seluruh bidang pembangunan. Pemerintah PNG mengharapkan Indonesia lebih aktif untuk melakukan kerjasama investasi, perdagangan, energi, pendidikan, olah raga, kepemudaan, kebudayaan dengan PNG.

Dalam hal ini, PNG mengharapkan PT.PLN di Kota Jayapura, dapat membangun jaringan listrik ke wilayah PNG, dan kerjasama pertambangan mineral dan energi di wilayah perbatasan RI-PNG.
Selain itu, pemerintah Indonesia menyediakan beasiswa dan pertukaran pelajar, dengan persamaan budaya antara masyarakat PNG dan masyarakat Papua, kerjasama kebudayaaan, kepemudaan, perempuan, dan kelompok-kelompok usaha kecil menengah didorong antara kedua negara.

Gubernur Papua, Lukas Enembe, Gubernur Provinsi Papua Barat Bram Atururi, dan Staf khsus Presiden SBY,  Velix Wanggai bercengkarama usai pertemuan tersebut, Senin  (17/6) kemarin.Terkait hal itu Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe, mengatakan, ajakan Presiden kepada Gubernur Papua untuk mendampingi PM PNG merupakan komitmen pemerintah pusat di dalam semangat otonomi khusus plus, karena jiwa dari Otsus Plus adalah Provinsi Papua memiliki kewenangan luar negeri walupaun terbatas untuk membangun kerjasama dengan negara-negara asing, terutama di kawasan pasifik. Apalagi kenyatannya bahwa selama ini Provinsi Papua sebenarnya telah menajadi ujung tombak dalam menjalin hubungan kerjasama antara RI-PNG.
 
Dalam pertemuan di isitana negara ini, kedua negera sepakat untuk membuka kembali layanan lintas batas tradisonal antara dua negara tersebut. Termasuk penyelesian masalah perbatasan antara negera tidak hanya sekadar menarik menetapkan garis batas antara negara, namun jauh yang lebih penting adalah menempatkan perbatasan negara sebagai bagian dari suatu wilayah negara dengan pengelolaan yang tidak terlepas dari kebijakan pemerintah yang tersusun dalam arah pembangunan jangka panjang di kawasan perbatsaan negera.
“Pemerintah Papua aktif di dalam mengelola pembangunan masyarakat di wilayah perbatasan. Pemda Papua telah mengundang kelompok-kelompok masyarakat PNG untuk studi banding dan kegiatan perdagangan dan investasi dalam skala yang terbatas,” ungkap Lukas Enembe kepada wartawan di Istana Negara Usai Pertemuan itu.

Agenda Strategis

Terhadap kesepakatan baru RI-PNG, dalam payung kemitraan komprensif ini, Gubernur Lukas Enembe telah mengusulkan sejumlah agenda stratgis kepada Presiden RI, antara lain, pengembangan konektivitas guna people to-people contact, meningkatan kerjasama pendidikan melalui pemberikan beasiswa, pengembangan pembentukan sister province/city antara kedua negara, terutama Provinsi Papua dan Provinsi dan Kota di PNG, exchange program antara RI-PNG yang melibatkan pemuda, mahsiwa, pelajar, dan kelompok perempuan, kerjasama dalam bidang olahraga, pemuda, budaya, dan pendidikan, seperti mengundang delagasi-delegasi PNG untuk menghadiri berbagai festival budaya di Indoensia,maupun sebaliknya.
Hal ini guna Pemerintah Provinsi Papua mendorong peningkatan kerjasama perdagangan, dan mendorong anak-anak perbatsan PNG untuk bersekolah di sekolah-sekolah perbat san (boda school) di Papua.
Pertemuan bilateral antara Presiden SBY dan PM PNG Peter O’Neill ini  juga sebagai momentum bagi Provinsi Papua untuk melakukan peningkatan kerjasama yang memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat Papua.

Di tempat yang sama, Staf khsus Presiden SBY  Velix Wanggai menyampaikan, kunjungan PM PNG merupakan kehormatan bagi Pemerintah Indonesia dan memiliki nilai penting dalam kemitraan ke depan. Pertama, disepakati meningatkan hubungan bilateral comprhensifve partenership, dimana PNG sebagai regional player di kawasan pasifik, yang secara konsisten mendukung kedaulatan Indoensia dan mendukung Indonesia aktif di MSG, PIF, Sosut Pacific Dialogue.

“Ini mometum yang baik untuk mengoptimalkan peluang kedua negara,” ungkap Velix.
Dalam pertemuan ini, lanjut Velix, ada 11 Dokumen Kesepakatan (MoU) yang ditanndatangi PM PNG dan RI, yaitu :
1. Perjanjian Batas Negara
2. Diplomatic Eudcatiaon and Traning
3. Extradiction Treaty Between RI-PNG
4. Air Transportition
5. Cooperation on Petrolium and Energy
6. Education and Culture Cooperation
7. Higher Education
8. Youth Cooperation
9. Coopreation Mineral Development
10. Touristism Cooperation
11. Sport Cooperation.
Sumber : Bintang Papua

Jun 19, 2013

Mengenai Otsus Plus Rakyat Papua Harus Berpikir Positif

Rabu, 19 Jun 2013 23:14


Velix WanggaiJAKARTA - Staf Khusus Ahli Presiden Susilo Bambang Yudhono, Velix Wanggai, mengatakan, Otsus Plus atau Otsus yang diperluas ini sebetulnya kita semua harus melihat dalam skop khusus adalah proses yang berjalan normal didalam perubahan kebijakan pemerintahan.

Sehingga kita tidak bisa melihat UU No 21 Tahun 2001 sebagai sebuah undang-undang yang kaku, statis yang tidak bisa menyesuaikan dengan situasi konteks hari ini, konteks kekinian, dan juga konteks tantangan-tantangan yang atau peluang di masa mendatang, tetap kita harus menempatkan UU No 21 Tahun 2001 sebagai sebuah kebijakan yang dapat diubah, disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan Papua, pengelolaan politik lokal di Papua, dan kewenangan-kewenangan di Papua, serta menyesuaikan dengan kebijakan-kebijakan sektoral, kebijakan kementrian dan lembaga yang memiliki UU tersendiri yang disebut UU sektoral.

“Kan sejak 2001-2013 ini banyak hadir puluhan UU sektoral yang juga harus disesuaikan dalam konteks Papua. Ini harus kita melihat bahwa perubahan UU 21 ini bagian dari Police Changes dan itu wajar karena terjadi diman saja,” ungkapnya kepada Bintang Papua di Istana Negara Kepresidenan RI beberapa hari lalu.

Perubahan UU No 21 Tahun 2001 ini kita harus tempatkan menjadi sebuah perubahan yang harus memiliki beberapa nilai. Diantaranya, pertama, nilai percepatan pembangunan di Tanah Papua. Kedua, UU ini harus mengangkat harkat dan martabat serta identitas orang asli Papua. Ketiga, UU harus memiliki konteks politik yang bersifat rekonsiliasi, memiliki nilai perdamaian bagi semua.
“Itu sebetulnya harapan perubahan itu, tentu Presiden SBY juga menyampaikan bahwa UU ini ditujukan bagi kemualiaan orang Papua. Ini bahasa yang perlu rakyat Papua melihat hal itu dengan baik. Untuk itu sekarang bagaimana orang Papua bisa memaknai pandangan Presiden SBY tersebut yang sebagai kepala pemerintahan, kepala Negara dan Panglima Tertinggi RI,” tukasnya.

Baginya,selain itu UU ini harus mempunyai nilai rekoknisi atau pengakuan terhadap hak-hak orang asli Papua. Juga nilai reprensetatif, yakni, orang Papua bisa terwakili dimana saja berada dalam sektor pembangunan baik secara lokal daerah maupun nasional, seperti di dunia usaha, politik, birokrasi dan lain sebagainya.

Bukan itu saja, UU ini juga harus memiliki nilai redetribusi, maksudnya bahwa kewenangan yang ada di Pemerintah Pusat, juga harus didistribusikan ke Pemerintah Daerah, baik dibidang pembangunan fisik/non fisik  maupun pembagian keuangan yang adil bagi Papua. Disamping itu pula, UU ini harus memiliki nilai reorientasi, dalam hal reorientasi pembangunan yang selama ini yang mungkin tidak sesuai dengan konteks Papua.

Lanjutnya, UU 21 pada pasal 77 memberikan peluang untuk dilakukan perubahan, dan perubahan itu dari rakyat Papua yang diusulkan melalui DPRP dan MRP, yang sebelumnya dilakukan evaluasi yang komprehensif, yang disambut baik oleh Gubernur Papua untuk memprioritaskan evaluasi pelaksanaan Otsus di Papua, yang dilakukan oleh Universitas Cenderawasih Jayapura dari sisi akademiknya, dan dalam konteks politik yang dievaluasi oleh DPRP, serta konteks kultural dilakukan oleh MRP. Dari evaluasi menyeluruh ini akan dilihat mana yang baik dilanjutkan, mana yang kurang baik dilakukan penyesuaian baik desainnya ataupun penyesuaian kegiatannya, dan tentunya agenda-agenda penting yang perlu dimasukan didalam UU Otsus Plus itu.

 “Kami dengar Gubernur Papua membentuk tim asistensi daerah. Kami lebih pada tim asistensi pusat untuk membantu Gubernur Papua dalam aspek-aspek kebijakan sektoral yang apakah cocok di Papua yang disesuaikan dengan Otsus Plus itu,” tandasnya.

Soal jangan sampai Otsus Plus ini adalah keinginan orang Jakarta, Velix Wanggai menandaskan, Otsus Plus tersebut tetap datang dari rakyat Papua mulai dari substansi perubahannya dan prosesnya. Karena pada pertemuan Gubernur Papua dengan Presiden SBY pada 29 April 2013 lalu Presiden SBY sampaikan bahwa  substansi Otsus Plus diberikan kepada rakyat Papua untuk merumuskan apa yang dirasakan oleh rakyat Papua. Presiden SBY dalam hal ini telah membuka pintu untuk sudah saatnya dilakukan evaluasi terhadap Otsus dan saatnya memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Papua.

 “Sama halnya Tahun 1999 melalui MPR memberikan putusan politik memutuskan diatur, dikelola UU Otsus bagi Papua. Itu landasan hukum saat itu. Dan ini sama terjadi dengan keputusan Presiden SBY sekarang ini mengenai Otsus plus itu,” pungkas.(nls/achi/l03)

Jun 18, 2013

Pertemuan PM PNG & Presiden SBY dan Gubernur Papua : Hasilkan Sejumlah Manfaat Baru Bagi Papua

Selasa, 18 Jun 2013 08:23


Gubernur Papua, Lukas Enembe, Gubernur Provinsi Papua Barat Bram Atururi, dan Staf khsus Presiden SBY,  Velix Wanggai bercengkarama usai pertemuan tersebut, Senin  (17/6) kemarin.JAKARTA - Sejalan dengan komitmen Pemerintah untuk menempatkan Provinsi Papua, sebagai berada depan Indonesia di hadapan negara-negara kawasan asia pasifik, maka Presiden Republik Indoensia Dr.H. Susilo Bambang Yudhoyono, mengajak Gubernur Papua Lukas Enembe,SIP,MH, untuk ikut serta dalam pertemuan bilateral dengan prime Maniseter Papua New Guinewa Peter O’neill, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (17/6) kemarin.

Hadir dalam pertemuan tersebut, juga Gubernur Provinsi Papua Barat, Bram Atururi,serta 100 pengusaha dari PNG dan Perdana Menteri PNG dan sejumlah Menteri PNG, juga staf ahli Bidang Otonomi Daerah Felix Wanggai.

Sebagaimana dalam press release Sekretariat Kepresidenan RI, bahwa, kedatangan PM Papua New Gunea Peter O’neill ini, merupakan kunjungan bersejarah semenjak Peter O’neill terpilih sebagai orang nomor satu di negera tetangga Papua ini. sebagai negara yang lansung berbatasan dengan Indonesia sepanjang 760 Km di wilayah Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Bouven Digoel, dan Kabupaten Merauke.

Pertemuan bilateral antara Indoensia-PNG ini, memiliki nilai yang startegis bagi Indonesia, terutama Provinsi Papua, yang selama ini telah menjalin banyak kerja sama dengan beberapa Provinsi di Negara PNG.

Dalam pertemuan bilateral dimaksud, Presiden Susilo Bambang Yudhyono dan PM PNG Peter O’neill, sepakat mendatangani sebuah babak baru hubungan bilateral yang disebut Comprehensive Partnership between Republik of Indonesia  and Papua New Gunea, (Kemitraan komprenship antara Indonesia dan PNG).

Dalam konteks kemitraan yang komprensehensif ini, pemerintah pusat menempatkan Provinsi Papua, sebagai ujung tombak di dalam kerjasama di seluruh bidang pembangunan. Pemerintah PNG mengharapkan Indonesia lebih aktif untuk melakukan kerjasama Investasi, perdagangan, energi, pendidikan, olah raga, kepemudaan, kebudayaan dengan PNG.

Dalam hal ini, PNG mengharapkan PT.PLN di Kota Jayapura, dapat membangun jaringan listrik ke wilayah PNG, den kerjasama pertambangan mineral dan energi di wilayah perbatasan RI-PNG.

Selain itu, pemerintah Indonesia menyediakan beasiswa dan pertukaran pelajar, dengan persamaan budaya antara masyarakat PNG dan masyarakat Papua, kerjasama kebudayaaan, kepemudaan, perempuan, dan kelompok-kelompok usaha kecil menengah didorong antara kedua negara.

Terkait dengan hal tersebut, Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe, mengatakan, ajakan Presiden kepada Papua, untuk mendampingi PM PNG merupakan komitmen pemerintah pusat di dalam semangat otonomi khusus plus, karena jiwa dari Otsus Plus adalah Provinsi Papua memiliki kewenangan luar negeri walupaun terbatas untuk membangun kerjasama dengan negara-negara asing, terutama di kawasan pasifik.

Apalagi kenyatannya bahwa selama ini Provinsi Papua sebenarnya telah menajadi ujung tombak didalam menjalin hubungan kerjasama antara RI-PNG. Dalam pertemuan di isitana negara ini, kedua negera sepakat untuk membuka kembali layanan lintas batas tradisonal antara dua negara tersebut.

Termasuk penyelesian masalah perbatasan antara negera tidak hanya sekadar menarik menetapkan garis batas antara negara, namun jauh yang lebih penting, adalah menempatkan perbatasan negara sebagai bagian dari suatu wilayah negara dengan pengelolaan yang tidak terlepas dari kebijakan pemerintah yang tersusun dalam arah pembangunan jangka panjang di kawasan perbatsaan negera.

“Pemerintah Papua aktif di dalam mengelola pembangunan masyarakat di wilayah perbatasan. Pemda Papua telah mengundang kelompok-kelompok masyarakat PNG untuk studi banding dan kegiatan perdagangan dan investasi dalam skala yang terbatas,” ungkapnya kepada wartawan di Istana Negara Usai Bertemu Pertemuan tersebut di ruang pertemuan Presiden RI, Senin, (17/6) kemarin.

Terhadap kesepakatan baru RI-PNG, dalam payung kemitraan komprensif ini, Gubernur Lukas Enembe, telah mengusulkan sejumlah agenda strategis kepada Presiden RI, antara lain, pengembangan konektivitas guna people to-people contact, meningkatan kerjasama pendidikan melalui pemberikan beasiswa, pengembangan pembentukan sister Province/city, antara kedua negara terutama Provinsi Papua dan Provinsi, dan Kota di PNG, exchange program antara RI-PNG, yang melibatkan pemuda, mahasiswa, pelajar, dan kelompok perempuan, kerjasama dalam bidang olahraga, pemuda, budaya, dan pendidikan, seperti mengundang delagasi-delegasi PNG untuk menghadiri berbagai festival budaya di Indoensia, maupun sebaliknya.

Hal ini guna Pemerintah Provinsi Papua mendorong peningkatan kerjasama perdagangan, dan mendorong anak-anak perbatsan PNG untuk bersekolah di sekolah-sekolah perbatsan (boda school) di Papua.

Pertemuan bilateral antara Presiden SBY dan PM PNG Peter O’Neill, ini sebagai babak baru bagi kedua negara. Hal ini juga sebagai momentum bagi Provinsi Papua, untuk melakukan peningkatan kerjasama yang memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat Papua.

Ditempat yang sama, Staf khsus Presiden SBY,  Velix Wanggai, menyampaikan bahwa hari ini merupakan kehormatan bagi Pemerintah Indonesia karena PM PNG mengunjungi Indonesia, yang memiliki nilai penting dalam kemitraan yang akan datang.

Pertama, disepakati meningatkan hubungan bilateral comprhensifve partenership, dimana PNG sebagai regional player di kawasan pasifik, yang secara kosisten mendukung kedaulatan Indoensia dan mendukung Indoensia aktif di MSG, PIF, Sosut Pacific Dialogue, ini mometum yang baik untuk mengoptimalkan peluang kedua negara. (nls/achi/l03)

11 Dokumen Kesepakatan (MoU) ditanndatangi PM PNG dan RI
1. Perjanjian Batas Negara
2. Diplomatic Eudcatiaon and Traning
3. Extradiction Treaty Between RI-PNG
4. Air Transportition
5. Cooperation on Petrolium and Energy
6. Education and Culture Cooperation
7. Higher Education
8. Youth Cooperation
9. Coopreation Mineral Development
10. Touristism Cooperation
11. Sport Cooperation

Jun 13, 2013

Demokritik

Jurnal Nasional | Kamis, 13 Jun 2013
Ahmad Nurullah

oleh: Velix Wanggai


DEMOKRITIK, sebuah frase dari kata demokrasi dan kritik, tak akan kita temui di dalam kamus ilmu politik. Kata itu hanya dapat kita temukan di dalam realitas sosial kita. Demokrasi kita pada fase transisi dan konsolidasi diwarnai aksi-aksi demonstrasi maupun kritik. Keadaan ini kita saksikan sepanjang dua periode pemerintahan Presiden SBY di Indonesia. Lubang demokrasi yang terbuka lebar mendatangkan konsekuensi terikutsertakannya kearifan dan sumpah-serapah bercampur menjadi satu di dalam wacana demokrasi kita.

Demokritik kini menjadi lifestyle demokrasi moderen. Di lain pihak, ia bagaikan virus yang segera menjalar ke mana-mana melalui aliran darah politisi, pengamat politik, aktivis mahasiswa, pegiat LSM dan lain-lain. Tak mengherankan bila demokritik mampu memikat pemberitaan media massa cetak dan elektronik serta menempati hampir seluruh ruang publik.

Demokritik senantiasa menyertai aksi massa, ulasan berita, perbincangan televisi, reality show ataupun sekadar coretan di tembok-tembok kota. Virus demokritik memasuki pikiran publik dan mewabah ke mana-mana. Ia selalu penasaran dan akan terus mengejar di mana sasarannya berada. Ibarat pepatah "di mana ada kamu di situ ada aku", di mana ada kesempatan di situ ada demokritik. Demokrasi sendiri sengaja tidak diulas di sini karena masing-masing kita telah memiliki frame tentang makna demokrasi. Yang ingin dikemukakan di sini adalah posisi demokritik di dalam kerangka teori kritik.

Teori Kritik berasal dari empat mazhab besar pemikiran, yakni Kant, Hegel, Marx, dan Freud. Kritik versi pemikiran Kantian adalah sebagai kegiatan menguji kesahihan klaim pengetahuan tanpa prasangka. Kritik dalam pengertian Hegel didefinisikan sebagai refleksi diri atas tekanan dan kontradiksi yang menghambat proses pembentukan diri-rasio dalam sejarah manusia. Kritik dalam pengertian Marxian berarti usaha untuk mengemansipasi diri dari alienasi atau keterasingan yang dihasilkan oleh hubungan kekuasaan dalam masyarakat. Sedangkan kritik dalam pengertian Freudian adalah refleksi atas konflik psikis yang menghasilkan represi dan memanipulasi kesadaran.

Jauh sebelum lempat mazhab di atas, Democritos (460-370 SM) telah menerangkan prinsip-prinsip materialisme yang mengatakan: "Hanya berdasarkan kebiasaan saja maka manis itu manis, panas itu panas, dingin itu dingin, warna itu warna". Artinya, obyek penginderaan sering kita anggap nyata, padahal tidak demikian. Hanya atom dan kehampaan itulah yang bersifat nyata. Jadi istilah "manis, panas, dan dingin" itu hanya terminologi yang kita berikan kepada gejala yang ditangkap dengan pancaindera.

Siapa yang berhak mengatakan (membedakan) sesuatu tindakan berkategori etis atau tidak etis, baik atau tidak baik, toleran atau intoleran, demokratis atau tirani? Ternyata, penilaian kita terhadap sebuah obyek membutuhkan konsensus bersama. Kritik tidak boleh ada prasangka versi Kantian, karena yang demikian membuat kita berjalan di kegelapan tanpa penerangan. Kritik bukanlah refleksi dendam pribadi ala Hegelian atau upaya menyelematkan diri dari keterasingan ala Marxian. Kritik juga bukanlah kegelisahan pribadi versi Freudian yang dimanipulasi seolah-olah logika publik. Demokritik harus berdiri seobyektif mungkin untuk terus diuji dalam sejarah kepemerintahan kita.

Mari kita hindari kritik yang dilatarbelakangi oleh semua kecenderungan empat mazhab di atas. Kritik yang demikian akan membawa kita pada pemosisian masalah secara instan. Gejala ini muncul akibat ledakan partisipasi era reformasi. Di era demokritik ini, melaksanakan sesuatu yang benar saja dianggap salah, apalagi tidak melaksanakan atau salah melaksanakannya.

Keran demokratisasi yang terbuka di era reformasi ini memberikan keleluasaan bagi kebebasan berekspresi individu. Namun, tidak ada kebebasan tanpa batas, karena kebebasan individu dibatasi oleh kebebasan individu lainnya. Presiden SBY tidak alergi dengan kritik, tetapi di pelbagai kesempatan beliau mengajak kita semua untuk menyampaikan semua kritik itu dengan cara-cara yang bermartabat sebagai wujud Demokrasi Pancasila.

Jun 12, 2013

Mendagri Kebut Revisi UU Otsus Papua

Jakarta | Rabu, 12 Juni 2013 19:13 WIB | Arjuna Al Ichsan 
........... / Infrastruktur Papua
Diantaranya terkait mekanisme pemilihan kepala daerah di Papua yang diusulkan kembali ke UU yang lama melalui sistem perwakilan oleh DPRD dan tidak dipilih secara langsung
Jurnas.com | MENTERI Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi, mengatakan, pihaknya sedang berupaya keras menyelesaikan rancangan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua.

Diharapkan, rancangan itu selesai sebelum 17 Agustus mendatang. “Presiden memberi waktu untuk dibahas dan dipresentasikan sebelum 17 Agustus nanti,” kata Gamawan Fauzi kepada wartawan di Jakarta, Rabu (12/6).

Gamawan Fauzi mengatakan, revisi UU Otsus ini merupakan tindak lanjut dari usulan yang pernah disampaikan Gubernur Papua, Lukas Enembe, ke Pemerintah beberapa waktu lalu. Ada sejumlah poin dalam UU Otsus yang diusulkan untuk direvisi yang kemudian diistilahkan dengan Otsus plus.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sendiri telah menginventarisasi poin-poin usulan yang disampaikan tersebut yang diperkirakan terdapat sekitar 6 hingga 7 pasal dalam UU Otsus yang perlu disempurnakan ke depan.

Sejumlah poin yang diusulkan untuk direvisi itu, lanjut Mendagri, diantaranya terkait mekanisme pemilihan kepala daerah di Papua yang diusulkan kembali ke UU yang lama melalui sistem perwakilan oleh DPRD dan tidak dipilih secara langsung. Selain itu, ada usulan revisi terkait keikutsertaan daerah di wilayah pertambangan.

Saat ini, Kemendagri sedang membahas berbagai poin usulan revisi UU Otsus bersama kementerian/lembaga terkait, seperti Kementerian ESDM dan kementerian koordinator.

Beberapa waktu lalu, rancangan revisi UU Otsus ini juga sudah dibahas bersama pakar dan staf khusus Presiden bidang Otonomi Daerah.

“Kita diminta Presiden untuk jadi leading sektornya, tim sekarang sedang bekerja interdepth,” ujarnya.

Jun 10, 2013

Kesetiakawanan Sosial Modal Pembangunan Bangsa

7 Jun 2013 17:39:24

Waingapu, Aktual.co - Kesetiakawanan sosial adalah modal untuk pembangunan masyarakat. Asalkan, kesetiakawanan tersebut berbasis kearifan lokal yang telah membudaya di dalam masyarakat, seperti halnya gotong royong yang dilandasi nilai kemanusiaan.

Demikian diungkapkan Ketua Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) Velix Wanggai di Dermaga Nusantara, Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), sore ini (Jumat, 7/7).

Velix yang juga Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah berada di sini untuk menyambut kedatangan Kapal Safari Bhakti Kesetiakawanan Sosial (SBKS).

SKBS adalah salah satu kegiatan HKSN yang menjadi prioritas. Kegiatan yang akan dilaksanakan seperti dalam SKBS adalah bedah kampung, pemberian bantuan sembako, bantuan penyandang cacat.

"Selain itu akan dilakukan juga pembenahan sarana pendidikan, pelayanan kesehatan, serta pembentukan kampung siaga Bencana (KSB) berbasis kepulauan," demikian Velix.
Ari Purwanto

Jun 9, 2013

Velix Wanggai Tekankan Pentingnya Kesejahteraan Warga di Pulau Terluar

Sabtu, 08 Juni 2013 , 15:44:00 WIB

Laporan: Aldi Gultom

  

RMOL. Indonesia negara terbesar di kawasan Asia Tenggara dan salah satu yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia memiliki sekitar 17 ribu pulau. Negeri yang 70 persen terdiri dari perairan ini, sesuai dengan hukum Unclos1982, berdaulat sebagai Negara Kepulauan.

Hal ini menjadi sangat penting terkait keberadaan pulau-pulau terkecil dan terluar sebagai batas NKRI. Gugus pulau terluar harus dipelihara dengan penuh tanggung jawab, apalagi banyak diantaranya ditempati oleh warga negara yang berhadapan langsung dengan negara tetangga.

"Sudah sepatutnya memberi perhatian lebih akan kesejahteraan sosialnya. Membangun kekuatan bangsa tidak lepas dari ketahanan sosial masyarakatnya. Terlebih dengan saudara kita yang tinggal di pulau terluar dan di wilayah perbatasan," kata Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai, selaku Ketua HKSN dalam kegiatan Safari Bhakti Kesetiakawanan Sosial bekerjasama dengan Kementerian Sosial di Desa Kawangu, Kabupaten Sumba Timur,  Nusa Tenggara Timur, pagi tadi (Sabtu, 8/6).

Dia menekankan kesetiakawanan sosial sangat penting untuk semakin mengurangi angka kemiskinan, yang sebelumnya sudah turun sekitar 540 ribu jiwa. Tantangan pemerintah adalah terus berkerja keras, bersinergi saling bahu-membahu mengembangkan strategi tepat agar bisa menjawab persoalan sosial.

"Safari Bhakti Kesetiakawanan Sosial ini merupakan upaya pejangkauan kita terhadap kawasan perbatasan terluar, terkecil dan tertinggal. Karena itu seluruh  program penanggulangan kemiskinan yang dibangun kementerian sosial harus diposisikan sebagai intrumen strategis," tutur putra Papua ini.

Dia tegaskan lagi bahwa tugas membangkitkan masyarakat dari kungkungan situasi tidak berdaya dan kemiskinan adalah tugas bersama seluruh komponen bangsa. [ald]

Mensos: Kepedulian dan Gotong Royong adalah Kunci Kedaulatan NKRI


Tgl: 08/06/2013 07:33 Reporter: Ria Saptawati
KBRN, Jakarta : Kepedulian terhadap penduduk pulau-pulau di Indonesia, merupakan kunci terjalinnya semangat dan kedaulatan NKRI. Kementerian Sosial berkomitmen mempererat dengan Safari Bakti Kesetiakawanan Sosial.

“Kementerian Sosial (Kemensos) memiliki komitmen untuk menyapa penduduk di berbagai pulau dengan serangkaian program pro rakyat,” kata Menteri Sosial Salim Segaf Aljufri dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (7/6/2013).

Mensos mengatakan, rombongan Safari Bakti Kesetiakawanan Sosial (SBKS) dengan KRI Banjarmasin 592 bersandar di Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal), Waingapu, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

“KRI Banjarmasin 592 mengangkut 300 relawan dari rombongan SBKS, bersandar setelah berlayar 3 hari 5 jam di Waingapu, NTT,” tandasnya.

Rombongan SBKS, mendapatkan sambutan luar biasa dari berbagai elemen masyarakat dan jajaran pemerintahan setempat. Di etape pertama, di Waingapu, NTT, rombongan SBKS melakukan kegiatan bedah kampung 100 rumah tidak layak huni, pengobatan, pembinaan usaha ekonomi produktif, simulasi kampung siaga bencana, penukaran uang, serta home stay.

“Di Waingapu bertindak sebagai yang dituakan dalam kegiatan dua hari adalah Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Vernando Wanggai,” tandasnya.

Menurut Velix, SBKS merupakan semangat untuk membangun kebersamaan dan pembuktian, bahwa gotong royong masih ada dan kuat di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang majemuk.

“Waingapu salah satu wilayah yang berpotensi maju dan bisa menjadi motor penggerak wilayah lainnya di NTT,” ujarnya.

Rombongan SBKS terdiri dari masyarkat, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, organisasi sosial, pemuda, mahasiwa, TNI dan Polri dan sebagainya.

Semua kegiatan SBKS, diatur dalam manajemen lapangan sesuai keahlian dan potensi yang dimiliki, misalnya, tim distribusi, tim advokasi, tim pemberdayaan, serta tim seni dan budaya.

Setelah di etape pertama di Waingapu, NTT, Rombongan SBKS akan melanjutkan pelayaran ke etape kedua di Pulau Solor, dengan terus menyebarkan semangat kesetiakawanan di bumi nusantara serta menggelorakan semangat NKRI. (Ria/LL/WDA)

Jun 8, 2013

Velix Wanggai: Warga di Kepulauan Terluar dan Terpencil Harus Diberikan Perhatian Lebih

8 Jun 2013 18:12:05

Waingapu, Aktual.co - Sesuai dengan hukum Unclos 1982, Indonesia adalah berdaulat sebagai Negara kepulauan. Pasalnya Indonesia memiliki kurang lebih 17 ribu pulau. Indonesia pun negara terbesar di kawasan Asia Tengara dan memiliki garis pantai terpanjang nomor dua di dunia.
Demikian disampaikan Ketua Pelaksana Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) 2013, Velix Wanggai dalam sambutannya pada Safari Bhakti Kesetiakawanan Sosial (SBKS) di di Desa Kawangu, Waingapu, Sumbar Timur pagi tadi (Sabtu, 8/6).

"Keberadaan pulau-pulau terkecil dan terluar sebagai batas NKRI sangat penting. Gugus pulau terluar harus kita pelihara dengan penuh tanggung jawab. Apalagi banyak diantaranya ditempati oleh saudara-saudara kita yang berhadapan langsung dengan negara tetangga," sambung Velix yang juga Stafsus Presiden Bidang Otonomi Daerah.

Maka, tambahnya, sudah sepatutnya warga di kepulauan terluar dan terpencil diberikan perhatian lebih, termasuk dalam bidang kesejahteraan sosialnya. Karena, membangun kekuatan bangsa tidak lepas dari ketahanan sosial masyarakatnya.

SBKS yang berkerjasama dengan Kemensos kembali menekankan kesejahteraan sosial upaya guna mengurangi angka kemiskinan, walaupun angka kemiskinan Indonesia telah turun sebesar 540 ribu orang.

"Menjadi tantangan kita bersama untuk terus berkerja keras, bersinergi dan saling bahu-membahu untuk mengembangkan strategi yang tepat agar bisa terus mengurangi kemiskinan," ujarnya lagi.
SBKS adalah upaya menjangkau saudara-saudara kita di kawasan perbatasan terluar, terkecil dan tertinggal. Oleh kerena itu, seluruh program penanggulangan kemiskinan akan digulirkan.

"Bantuan seperti itu seperti pengelolaan bantuan dana stimulan kepada masyarakat miskin melalui program KUBE, rehabiltasi sosial rumah tidak layak huni, bedah kampung, penanganan kecacatan dan bantuan lainnya akan dilakukan. Bantuan ini harus diposisikan sebagai intrumen strategis dan daya ungkit bagi masyarakat untuk bangkit melepas diri dari kungkungan situasi ketidakberdayaan dan kemiskinan," demikian Velix Wangai.
Ari Purwanto

Jun 6, 2013

Pemerintah Papua Tuntut Pembagian Saham Freeport

NASIONAL

Pemerintah Papua dan PT Freeport akan menggelar pertemuan di Bali.

Jum'at, 7 Juni 2013, 20:21 Eko Priliawito, Banjir Ambarita (Papua)
Tambang PT Freeport di Grasberg, Tembagapura
Tambang PT Freeport di Grasberg, Tembagapura (ANTARA/ Spedy Paereng)


VIVAnews - Pemerintah Provinsi Papua dijadwalkan akan bertemu dengan manajemen PT Freeport Indonesia di Bali, pada Senin, 10 Juni 2013. Pertemuan  membahas soal operasional Freeport di tanah Papua.

Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe saat dikonfirmasi wartawan mengenai rencana pertemuan itu mengatakan, pertemuan dengan PT Freeport sebagai ajang perkenalan sekaligus bertukar pikiran terkait operasional perusahaan tersebut.

"Ini pertemuan biasa, saya kan pemimpin baru, mau dengar apa yang sebenarnya terjadi selama PT Freeport beroperasi di Mimika," katanya.

Selain ingin mendengar keluhan maupun saran serta rencana kerja Freeport, pemerintah provinsi Papua akan mengusulkan sejumlah poin penting yang perlu diperhatian dalam kontrak karya lanjutan.

"Pemerintah provinsi yang diwakili Felix Wanggai ingin dilibatkan dalam renegoisasi mendatang dan itu sikap tegas kami, " katanya.

Lukas Enembe menambahkan, pemerintah provinsi juga ingin memiliki saham di Freeport. "Sebagai pemilik tanah ulayat atas lokasi tambang Freeport, pemprov ingin memiliki saham di sana," katanya lagi.

Gubernur melanjutkan, dari bocoran yang diperolehnya, Freeport setuju penambahan saham pemerintah dari sebelumnya hanya 10 persen menjadi 25 persen.

"Nanti pemerintah pusat yang membaginya ke pemerintah provinsi, berapa realisasinya nanti akan dibahas kembali," katanya.

Namun, tambah Gubernur, ini masih sebatas lembaran kerja dan belum menjadi kesepakatan penuh. "Kalau pemprov dikasih saham berarti kita juga harus punya uang untuk beli, jadi ini baru sebatas lembaran kerja mendekati persetujuan," katanya. (umi)

Jun 5, 2013

Velix Wanggai: Masyarakat Inginkan Program Pro-Rakyat Terus Dilanjutkan

Selasa, 04 Juni 2013 - 16:17 WIB
Oleh : DESK INFORMASI
 



Program-program Pemerintah saat ini, khususnya yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat dan pro rakyat, dirasakan sangat bermanfaat oleh masyarakat di pelosok-pelosok perdesaan. Mereka meminta program ini tetap berjalan dan jangan terhenti meskipun periode pemerintahan SBY serta masa tugasnya berakhir, karena program  ini sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat di perdesaan.

Demikian kesimpulan yang diperoleh Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Vernando Wanggai, setelah menerima laporan Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Sultan Muchtar dan Irwansyah, yang bersama-sama dengan sejumlah pejabat Bappenad dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)  melakukan kunjungan lapangan atas pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PNMP-PISEW) di di Desa Perpat, Dusun Karang Asem, Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka Belitung pada akhir Mei 2013.

PNPM-PISEW adalah salah satu program inti dari PNPM yang memiliki kriteria berorientasi pada konsep "Community Driven Development (CDD)" dan "Labor Intensive Activities (LIA)". Sebagai bagian dari PNPM, PISEW memiliki 3 (tiga) tujuan utama, yaitu pertama, mengurangi kesenjangan antarwilayah dengan cara membentuk dan membangun Kawasan Strategis Kabupaten (KSK), kedua, memperkuat lembaga Pemerintah Daerah dan institusi lokal di tingkat desa, dan ketiga, sebagai tujuan akhir adalah mengurangi tingkat kemiskinan dan angka pengangguran. 

Kesemua tujuan tersebut, lanjut Velix, akan diupayakan melalui pendekatan percepatan pembangunan ekonomi masyarakat yang berbasis sumberdaya lokal melalui pembangunan sarana prasarana sosial dan ekonomi dasar di perdesaan.

Dari hasil diskusi dengan kelompok masyarakat Di Desa Perpat, Dusun Karang Asem, Kecamatan  Membalong, diperoleh kesimpulan bahwa program PNPM-PISEW yang menjadi salah satu program unggulan pemeritah saat ini sangatlah membantu dan berdampak langsung ke masyarakat, khususnya sektor pertanian dan perkebunan setempat. 

“Para petani yang merupakan transmigran dari Magelang Provinsi Jawa Tengah meminta program ini tetap berjalan dan jangan terhenti meskipun periode pemerintahan SBY serta masa tugasnya berakhir, karena program  ini sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat di perdesaan,” ungkap Velix Wanggai di Jakarta, Senin (3/6).

Dalam kunjungan itu, tim juga melakukan Dpeninjauan ke gudang milik masyarakat Desa Perpat yang telah dibangun dari program PNPM- PISEW. Gudang ini dibangun untuk digunakan sebagai tempat penyimpanan pupuk, hasil pertanian dan pangan ternak yang akan di kelola secara swadaya masyarakat (Kelompok Petani) setempat. (Kun)

PNPM Infrastruktur Jangan Terhenti Meski SBY Tak Lagi Jadi Presiden


4 Jun 2013 17:17:07

Jakarta, Aktual.co - Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai meninjau Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PNMP-PISEW) di di Desa Perpat, Dusun Karang Asem, Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka Belitung.

Dari hasil diskusi dengan kelompok masyarakat di Desa Perpat, Dusun Karang Asem, Kecamatan Membalong, Velix menarik kesimpulan yang menarik. Kesimpulan tersebut adalah, program PNPM-PISEW yang menjadi salah satu program unggulan pemeritah saat ini sangat membantu dan berdampak langsung ke masyarakat, khususnya sektor pertanian dan perkebunan setempat.

"PNPM-PISEW adalah salah satu program inti dari PNPM yang memiliki kriteria berorientasi pada konsep "Community Driven Development (CDD)" dan "Labor Intensive Activities (LIA)"," kata Velix dalam keterangannya kepada Aktual.co, Selasa (4/6).

Sebagai bagian dari PNPM, imbuhnya PISEW memiliki tiga tujuan utama, yaitu pertama, mengurangi kesenjangan antar wilayah dengan cara membentuk dan membangun Kawasan Strategis Kabupaten (KSK). Kedua, memperkuat lembaga Pemerintah Daerah dan institusi lokal di tingkat desa. Dan ketiga, sebagai tujuan akhir adalah mengurangi tingkat kemiskinan dan angka pengangguran.

"Kesemua tujuan tersebut, lanjut Velix, akan diupayakan melalui pendekatan percepatan pembangunan ekonomi masyarakat yang berbasis sumberdaya lokal melalui pembangunan sarana prasarana sosial dan ekonomi dasar di perdesaan," tambahnya.

Para petani di Desa Perpat, Dusun Karang Asem, Kecamatan Membalong, tambah Velix, adalah transmigran dari Magelang Provinsi Jawa Tengah. Mereka meminta program ini tetap berjalan dan jangan terhenti meskipun periode pemerintahan SBY serta masa tugasnya berakhir.

Dalam kunjungan itu, tim juga melakukan peninjauan ke gudang milik masyarakat Desa Perpat yang telah dibangun dari program PNPM- PISEW. Gudang ini dibangun untuk digunakan sebagai tempat penyimpanan pupuk, hasil pertanian dan pangan ternak yang akan di kelola secara swadaya masyarakat (Kelompok Petani) setempat.
Ari Purwanto

Jun 4, 2013

Menko Kesra Lepas Keberangkatan Kapal SBKS


 
Jakarta, (Antara) - Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono di Jakarta, Selasa, melepas keberagkatan kapal Safari Bhakti Kesetiakawanan Sosial (SBKS) ke beberapa pulau di Indonesia.

Pelepasan dilakukan dalam upacara yang diselenggarakan di Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) Tanjung Priok, Jakarta.

Hadir dalam pelepasan tersebut Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Syamsul Ma'arif dan Staf Khusus Presiden Felix Wanggai.

Kegiatan SBKS merupakan bagian dari Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN).

"Saya bahagia atas pelaksanaan SKBS ini karena ini merupakan wujud komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan warga di pulau-pulau terluar agar kehidupannya lebih baik," kata Menko Kesra Agung Laksono.

Lebih lanjut Agung mengatakan permasalahan sosial berkembang sangat cepat dan tidak terduga-duga dan banyak yang luput dari perhatian.

Menurutnya, kepedulian terdahap kesejahteraan sosial masih belum optimal karena mungkin dianggap bukan prioritas.

"Masyarakat juga menganggap masalah sosial selalu dikaitkan dengan tanggung jawab pemerintah, seharusnya hal seperti ini menjadi tanggung jawab semua seperti dunia usaha, ormas, mahasiswa dan lainnya," tambah dia.

Lebih lanjut Agung mengatakan bahwa SBKS untuk mewadahi kegiatan penjangkauan kesejahteraan sosial sebagai bagian tidak terpisahkan dari HKSN dan penyelenggaraan Sail Komodo.

Misi kemanusiaan SBKS akan berlangsung sejak 4-28 Juni 2013 dengan target wilayah Waingapu, Pulau Solor, Pulau Wetar, Ambon, Pulau Haruku, Fakfak dan Makassar.

Dengan menumpang KRI Banjarmasin 592 buatan 2010 akan mengangkut sekitar 300 relawan dari berbagai kalangan seperti mahasiswa, dunia usaha, organisasi sosial, organisasi kepemudaan dan lain sebagainya.

Di setiap persinggahan, akan diserahkan bantuan bagi warga miskin yang berada di pulau-pulau terdepan tersebut serta dilakukan bedah rumah.

Wilayah kedaulatan NKRI terdiri dari lebih 17.600 pulau, dua pertiga di antaranya merupakan laut dengan garis pantai 81.000 kilometer, luas wilayah perairan mencapai 5,9 juta kilometer persegi. (*/sun)

Editor : Mukhlisun
COPYRIGHT © ANTARASUMBAR 2016

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...