Dec 30, 2011

Kasih, Toleransi, dan Perdamaian

Oleh: Velix Wanggai, Jurnal Nasional, Kolom Spektra, 29 Desember 2011


Kasih, damai, dan toleransi adalah rangkaian kata yang penuh makna di hari Natal ini. Minggu, 25 Desember 2011 lalu umat Kristiani di seluruh dunia bersuka cita merayakan Natal. Tak terkecuali umat Kristiani di Indonesia, berduyun-duyun ke gereja memanjatkan puji dan syukur. Setiap tahunnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selalu menyapa umat Kristiani di seluruh Tanah Air. Pada kesempatan tahun ini, Presiden mengajak umat Kristiani untuk meningkatkan kualitas keberagamaan, sekaligus partisipasi dalam pembangunan bangsa. Kita menyaksikan renungan-renungan Natal tahun ini, segenap umat manusia disadarkan akan pentingnya penerapan prinsip humanisme, pluralisme, dan toleransi, dalam mengatasi berbagai persoalan yang kita hadapi bersama.

Presiden SBY menyambut baik sub-tema perayaan Natal Bersama Tingkat Nasional 2011 ini, yakni ”Bersama Kita Bisa Mewujudkan Bangsa yang Lebih Baik”. Saat ini kita berada pada proses pembangunan yang terus bergerak maju. Dan, dalam proses pembangunan itu, Presiden menekankan pentingnya kebersamaan di antara komponen bangsa. Kata Presiden, “Apapun identitasnya, dan apapun agamanya, apakah itu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, atau Konghuchu, memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama untuk memajukan negeri tercinta ini”.

Perbedaan adalah rahmat bagi bangsa ini, sekaligus sebagai kekuatan dan potensi untuk berkembang dan maju. Kebersamaan diantara kita merupakan fondasi yang kuat untuk membangun. Tujuh tahun terakhir, ditengah-tengah tantangan dan krisis ekonomi global, ekonomi kita tumbuh dibandingkan dengan sejumlah negara di kawasan Asia, bahkan Eropa. Kita semua harus yakin bahwa bangsa kita adalah bangsa yang besar yang telah banyak belajar dari pengalaman, dan kemudian bangkit untuk berjalan dan berlari. Ekonomi yang tumbuh ini juga didukung oleh demokrasi yang semakin terkonsolidasi dengan baik.
Presiden SBY percaya bahwa jalan terbaik dalam membangun demokrasi adalah dengan menguatkan institusi-institusi dan menegakkan supremasi hukum.

Kita juga menyadari bahwa dengan jumlah penduduk muslim yang besar di dunia, ternyata Islam, demokrasi, dan modernitas dapat berjalan seiiring dan bergandengan tangan. Presiden SBY pernah berujar, “the health of a democracy is very much linked to the concepts of tolerance, pluralism, and civic culture”. Demokrasi dan pembangunan adalah dua hal yang berbeda, namun kedua konsep ini saling terkait, demikian kata Presiden SBY. Pembangunan tanpa demokrasi akan timpang, sebaliknya demokrasi tanpa pembangunan akan hampa.

Di hari Natal ini, Presiden SBY juga mengajak segenap umat Kristiani di seluruh Tanah Air untuk senantiasa mensyukuri kemajuan yang berhasil kita raih, seraya terus melakukan koreksi dan perbaikan atas banyak hal yang belum dapat kita capai. Saatnya kita untuk memadukan energi positif yang kita miliki, untuk mewujudkan amanat konstitusi kita. Kerukunan beragama adalah sesuatu yang sangat mahal. Dengan perasaan kasih, kita semua berharap budaya toleransi, saling menghargai dan saling menghormati akan tercipta. Dengan cara itu, kita dapat menjadi bangsa yang besar, bangsa yang memiliki peradaban unggul dan maju, bangsa yang mulia dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Dengan cara itu pula, kita dapat membangun harmoni antarbangsa sedunia.

Akhirnya, Presiden berpesan agar jadikanlah perayaan Natal sebagai bagian untuk membangun jiwa yang terang, sikap yang optimis, pikiran yang positif, serta semangat yang kuat untuk membangun hari esok yang lebih baik.

Dec 22, 2011

Memotret Kebijakan Sosial Kita

Jurnal Nasional | Kamis, 22 Dec 2011

Oleh : Velix Wanggai

Pembangunan yang inklusif adalah salah satu cita-cita kita bersama. Kesejahteraan, demokrasi, dan keadilan harus berjalan seiring, seirama, dan saling terkait antara satu aspek dengan aspek lainnya. Perubahan politik yang lebih demokratis misalnya, haruslah memberikan makna bagi hadirnya kesejahteraan rakyat yang lebih baik. Muara akhirnya adalah keadilan sosial.

Desentralisasi dan otonomi daerah sebagai bagian dari demokrasi, didesain untuk memuliakan manusia Indonesia yang tersebar di berbagai pelosok, di ujung-ujung kampung di Republik ini. Hal inilah yang ditegaskan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di dalam berbagai kesempatan, dimana ‘welfare, democracy and justice' adalah cita-cita kolektif kita.

Untuk mewujudkan janji kemerdekaan 1945 ini, salah satu upaya yang saat ini dilakukan adalah mengkonsolidasi kebijakan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Namun, Presiden SBY menganggap bahwa upaya MP3EI belumlah cukup. Karena itu, Presiden ingin menempatkan kebijakan sosial yang terpadu (integrated social policy) yang lebih bermakna bagi kebutuhan masyarakat marjinal, baik mereka yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan.

Untuk kurun waktu 2009-2014, kebijakan sosial kita diarahkan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagaimana yang terlihat pada indeks pembangunan manusia (IPM) dan indeks pembangunan gender (IPG) yang didukung oleh pertumbuhan penduduk yang seimbang; serta makin kuatnya jati diri dan karakter bangsa.

Sasaran tersebut ditentukan oleh terkendalinya pertumbuhan penduduk, meningkatnya umur harapan hidup (UHH), meningkatnya rata-rata lama sekolah dan menurunnya angka buta aksara, meningkatnya kesejahteraan dan kualitas hidup perempuan dan anak, serta meningkatnya jati diri bangsa. Dalam konteks kebijakan sosial ini, kita berupaya untuk mengurangi berbagai kesenjangan, yaitu antarwilayah, antartingkat sosial ekonomi dan gender.

Misalnya di kebijakan kesehatan, kita berupaya untuk memperluas akses rakyat dalam pelayanan kesehatan yang layak dan mengurangi kesenjangan status kesehatan dan gizi masyarakat antarwilayah, gender, dan antartingkat sosial ekonomi. Di sinilah pentingnya pemihakan kebijakan yang lebih membantu kelompok miskin dan daerah yang tertinggal; pengalokasian sumber daya yang lebih memihak kepada kelompok miskin dan daerah tertinggal; pengembangan instrumen untuk memonitor kesenjangan antarwilayah dan antartingkat sosial ekonomi; peningkatan advokasi dan capacity building bagi daerah yang tertinggal; pendekatan pembangunan kesehatan berdimensi wilayah; dan penanggulangan daerah bermasalah kesehatan (PDBK).

Perhatian terhadap masyarakat marjinal juga dilakukan pada kebijakan pendidikan. Peningkatan akses, kualitas dan relevansi pendidikan ditujukan untuk terangkatnya kesejahteraan hidup rakyat, kemandirian, keluhuran budi pekerti, dan kemandirian bangsa yang kuat.

Dengan tantangan yang ada hari-hari ini dan masa mendatang, kita harapkan kebijakan sosial yang tepat dapat menumbuhkan karakter bangsa. Nilai-nilai sportivitas, sikap saling menghargai, kerja sama, kemandirian, kreatif, dan inovatif (soft skills), jiwa kewirausahaan, serta toleransi merupakan tujuan mulia yang harus kita hadirkan melalui kebijakan sosial yang tepat. Struktur baru yang kita bangun beberapa tahun terakhir ini, haruslah diimbangi oleh wajah kultur masyarakat yang arif, bijaksana, dan toleran.

Dec 20, 2011

SBY Responsif dengan Persoalan Papua

"Beliau memerintahkan kementerian dan UP4B membangun komunikasi dengan Papua," kata Velix

Selasa, 20 Desember 2011, 18:51 WIB

Arfi Bambani Amri, Syahrul Ansyari


Presiden SBY suatu waktu menggelar jumpa pers membahas Papua (Biro Pers Istana Presiden/ Abror Rizki)


VIVAnews - Rakyat Papua tampaknya masih harus memendam keinginannya untuk dapat bertemu, berdialog dan bertatap muka langsung dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. SBY belum mengagendakan dialog khusus dengan warga Papua.

Berdasarkan keterangan Staf Khusus Presiden Bidang Otonomi Daerah Velix Wanggai, SBY memilih untuk memberikan wewenang kepada sejumlah kementerian dan Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua untuk melakukan komunikasi. "Presiden SBY memiliki sistem dalam bekerja. Beliau memerintahkan kementerian dan UP4B membangun komunikasi dengan Papua," katanya saat ditemui di Kemang, Jakarta Selatan, Selasa 20 Desember 2011.

Velix membantah jika pemerintah khususnya Presiden SBY bersikap tertutup dalam merespons isu Papua. Menurutnya, SBY selalu membuka diri untuk berdialog dengan mereka. "Pemerintah terbuka mendengar pandangan-pandangan mereka. Beberapa solusi ditawarkan. Kami tentu akan merumuskan langkah yang lebih tepat dalam menyelesaikan persoalan di Papua," katanya.

Velix menyebut salah satu faktor kegagalan dana Otonomi Khusus sampai ke masyarakat secara langsung adalah karena terhambat birokrasi. Oleh karenanya, dia menilai, untuk mengatasinya ego masing-masing pihak perlu dikesampingkan.

"Pemerintah perlu menyerap aspirasi, mencoba memetakan aspirasi rakyat di Papua. PR kita adalah bagaimana menyamakan persepsi terhadap otsus yang saat ini kita coba kelola," ucapnya.

• VIVAnews

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...