Oct 28, 2010

BENCANA, SABAR DAN IKHTIAR

Velix V. Wanggai (Dimuat di Koran Jurnas, 28 Oktober 2010)

Selasa petang gunung Merapi meletus dan menebar awan panas menyelimuti desa Kinahrejo Sleman Yogyakarta dan daerah sekitarnya. Sesaat kemudian ombak besar Tsunami menerpa desa Munte Barubaru, Betumonga dan desa pesisir pantai lainnya di pulau Pagai Utara dan Selatan Kabupaten Mentawai Sumatera Barat. Alam seolah-olah bersahutan menebar kepanikan dan kekalutan bagi penghuni bumi Nusantara ini dalam waktu yang bersamaan. Padahal tiga pekan sebelumnya, kita baru saja menyaksikan nestapa korban banjir bandang di Wasior Papua Barat.

Sejak kemarin kami berada di kota Padang Sumatera Barat, memantau dan memastikan bahwa sistem telah bekerja secara terpadu pasca bencana tsunami di Mentawai. Bencana Tsunami yang menerpa pulau Pagai Utara Kepulauan Mentawai itu terjadi bersamaan beberapa saat setelah gempa tektonik 7,2 SR yang melanda wilayah itu. Beberapa jam setelah kejadian, bersama Staf Khusus Presiden Bidang Bencana Alam dan Bantuan Sosial, Saudara Andi Arief, kami berangkat ke Mentawai. Bersama-sama Wakil Presiden dan rombongan, kami berkoordinasi dengan Pemda Provinsi Sumatera Barat dan Pemda Kabupaten Mentawai melakukan langkah-langkah koordinasi tanggap darurat.

Diperkirakan ratusan jiwa melayang akibat terpaan awan panas dan gelombang tsunami di Sleman dan Mentawai. Nafas panjang keprihatinan patut kita haturkan bagi para korban wafat dan korban selamat di kedua wilayah itu. Luka fisik dan trauma psikis sudah pasti dialami oleh mereka yang selamat. Tetapi kesedihan akibat kehilangan anggota keluarga dan harta benda tidak mudah hilang dalam sekejap.

Bencana alam seolah tiada henti menyapa negeri ini. Situasinya demikian, karena secara geografis, wilayah Indonesia terletak di dua lempeng tektonik, yaitu lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia, dengan beberapa titik palung laut yang dalam dan gunung berapi aktif. Kedudukan wilayah Nusantara yang dilalui garis katulistiwa (equator) itu menjadikan Indonesia memiliki musim kembar, hujan dan kemarau. Namun akhir-akhir ini, dua musim itu tidak berjalan konstan akibat meningkatnya suhu bumi (global warming) yang merisaukan umat manusia di berbagai belahan dunia dewasa ini.

Kondisi ini membuat Indonesia rentan terhadap bencana goncangan tektonik di laut dan daratan maupun angin muson, banjir dan gelombang tsunami. Tentu saja kita tidak melupakan kekayaan alam yang terkandung di dalam perut bumi Nusantara ini sebagai anugerah Tuhan yang patut kita syukuri. Rasa syukur dapat diwujudkan dengan sikap kita bersikap arif terhadap lingkungan hidup di sekeliling kita, menebarkan sikap hidup serasi dengan alam dan merencanakan pembangunan berwawasan lingkungan.

Untuk Direnungkan

Musibah dan bencana tidak memiliki rasa toleransi. Tidak membeda-bedakan tua jompo, wanita, anak-anak, ibu hamil atau tubuh kekar manapun. Ia sekonyong-konyong datang membabi-buta meluluhlantakkan apa yang dilaluinya. Apakah sedang duduk, berjalan, berbaring atau sedang shalat sekalipun. Bencana yang membawa ajal itu akan datang menyapa manusia, siapa pun dia. Bencana dan musibah juga bisa dimaknai sebagai hukuman atas perilaku individu dan kolektif suatu bangsa seperti yang dialami oleh umat-umat para Nabi terdahulu. Bagi bangsa Indonesia, rangkaian musibah ini dapat dimaknai sebagai “isyarat” dari Tuhan seperti disinggung Ebiet G. Ade dalam lirik, Untuk Kita Renungkan.

Bencana alam terjadi berdasarkan hukum sebab akibat yang ditetapkan atasnya dan manusia memiliki sifat sabar dan ikhtiar untuk menghadapi musibah yang menimpanya. Sikap sabar dan ikhtiar itu adalah antara lain melakukan langkah-langkah koordinatif mengatasi dampak bencana itu secara bersama-sama. Secara bertahap, Pemerintah telah memiliki “protap” penanganan bencana, mulai dari tahap pencegahan, tanggap darurat, rehabilitasi, rekonstruksi, maupun pemulihan trauma psikis.

Pada tahap pencegahan, daerah dengan tingkat kerentanan bencana yang tinggi sudah saatnya melakukan revisi tata ruang wilayahnya berbasis mitigasi bencana. Di sisi lain, upaya meningkatkan kesadaran masyarakat memahami kerentanan bencana wilayahya senantiasa harus terus dilakukan. Banyak rakyat keberatan meninggalkan dusun dan kampung halamannya karena alasan-alasan ekonomis dan kultural, tetapi mereka lupa bahwa bencana akan datang menimpa mereka tanpa pandang bulu. Disini, jajaran pemerintah daerah diminta lebih proaktif dalam merumuskan rencana strategis pencegahan bencana.

Himbauan Presiden SBY tentang pembangunan berwawasan lingkungan dan pentingnya masyarakat memahami mitigasi bencana belum banyak terimplementasi di lapangan. Keputusan beliau mempersingkat agenda kenegaraannya di Hanoi Vietnam untuk kembali ke Tanah Air, merupakan isyarat betapa konsenya beliau terhadap masalah bencana ini. Beliau selalu mengunjungi rakyatnya yang tertimpa musibah dan menguatkan hati mereka untuk terus bangkit dan jangan berputus asa. Di beberapa kesempatan mengunjungi para korban bencana alam di tenda-tenda pengungsian, Pak SBY dan Ibu Ani selalu menyapa rakyatnya dengan sikap empati dan seruan kesabaran.

Oct 27, 2010

Velix Wanggai Bisa Kuliahkan 2 Keponakan

Kehidupan ekonomi Velix Vernando Wanggai meningkat setelah menjadi Staf Khusus (Stafsus) Presiden. Ia bisa menghidupi keluarga dan menanggung biaya kuliah dua keponakannya di Jakarta.

"TENTU ada perbedaan pendapatan setelah menjadi Stafsus, dengan penugasan sebelumnya," ujarnya.

Sebelum ditunjuk menjadi Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah pada 2009 lalu, Velix merupakan pegawai negeri sipil (PNS) di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Berkarier hampir 10 tahun di Bappenas, Velix hanya membawa pulang gaji Rp 5 juta per bulan. Penghasilannya naik hampir empat kali lipat setelah menjadi Staf Khusus Presiden. Ia tak malu-malu menyebutkan lonjakan penghasilan ini. "Kami (Staf Khusus) adalah pejabat non struktural setingkat eselon IA atau setingkat Dirjen. Fasilitas yang diberikan kami adalah gaji dasar, tunjangan dan renumerasi. Jika ditotal sekitar 19 juta," ujar doktor dari Australian National University itu.

Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2005 tentang Staf Khusus Presiden memang mengatur hakkeuangan para staf khusus. Misalnya, PNS seperti Velix yang diangkat menjadi staf khusus tetap menerima gaji sebagai pegawai negeri. Pemberian hak keuangan dan fasilitas yang setara pejabat eselon IA diatur dalam Pasal 8 Perpres itu. Selain gaji dan berbagai tunjangan, para staf khusus mendapat fasilitas rumah dinas dan mobil dinas yang siap mengantarnya ke manapun. Velix mendapat mobil dinas Kijang Innova buatan tahun 20-07. Kendaraan ini merupakan mobil dinas staf khusus periode sebelumnya. "Saya nggak dapat mobil baru, jadi berbeda dengan dirjen yang pasti dapat mobil baru," ujarnya.

Kendati dapat mobil bekas, dia merasa cukup karena kendaraan dinas itu masih bisa digunakan untuk berangkat kerja dari apartemen dinas ke Istana. "Mobil yang ada sudah cukup bagus," kata lulusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Gadjah Mada ini. Apalagi, usia mobil dinas itu lebih muda dari kendaraan pribadinya. Honda CRV buatan tahun 2001. Fasilitas rumah dinas yang disediakan kepada Velix adalah apartemen di Kompleks Setneg, Kemanggisan Ilir, Slipi, Jakarta Barat. Semua anggaran untuk rumah dinas staf khusus presiden ditanggung negara. "Rumah dinas saya tempati bersama keluarga. Kadang saya tinggal di Slipi, kadang di rumah pribadi," ujarnya. Velix tak bersedia menyebutkan di mana rumah pribadinya.

Selain fasilitas rumah dan mobil dinas, Velix mengaku dirinya juga mendapat asuransi kesehatan. Asuransi itu hanya berlaku untuk dirinya, tidak bisa meng-cover anggota keluarga. "Alhamdulilah sampai hari ini saya sehat-sehat saja, tidak pernah terserang penyakit. Sehingga asuransi itu belum pernah digunakan. Saya baru dapat kartunya saja, belum pernah dipakai," tuturnya sembari tersenyum. Velix sangat bersyukur bisa ditunjuk menjadi Staf Khusus Presiden dan mendapatkan berbagai fasilitas yang cukup dari pemerintah.

Velix menikah dengan Herwin Meiliantina. Pasangan ini dikaruniai empat anak. Anak pertama. Venna Wanggai kini duduk di kelas 1 SMP. Qorano Wanggai. anak kedua kelas 5 SD. Putra ketiga, Qordova Wanggai kelas 1 SD. Sementara si bungsu. Qowabi Wanggai masih di taman kanak-kanak (TK). "Sejauh ini dengan pendapatan yang ada, kami bisa memenuhi kebutuhan anak-anak. Istri saya juga kan pegawai negeri di Setneg. Dengan kebutuhan yang ada di Jakarta, saya pikir kami saling melengkapilah," tuturnya.

Walaupun ada peningkatan penghasilan, Velix mengaku, tidak ada pertambahan aset pribadi selama menjadi staf khusus. Ia menyebutkan, mobil dan rumah pribadi yang dimilikinya merupakan hasil kerja dirinya sewaktu di Bappenas dan sang istri. Apakah ada pertambahan jumlah tabungan? "Dari sisi tabungan juga nggak ada lonjakan. Pengeluaran di Jakarta kan cukup besar dengan empat orang anak yang mulai tumbuh besar, ditambah dua keponakan yang kuliah di Jakarta. Tapi, saya pikir dari sisi pendapatan masih lebih dari cukup," ujar pria asli Papua ini. Setiap bulan Velix mampu menyisihkan Rp 2-3 Juta dari gajinya untuk ditabung.

Untuk diketahui. Staf Khusus Presiden tak menerima pesangon maupun uang pensiun kelak, masa baktinya berakhir. Bila nanti berhenti. Staf Khusus yang berasal dari PNS bisa kembali ke instansinya. Untuk Velix. dia bisa kembali berkarier di Bappenas. kri

Oct 23, 2010

SBY: I Love Papua

Sabtu, 23/10/2010 11:04 WIB
Anwar Khumaini - detikNews

Jakarta - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mengundang Temu Nasional BEM di Universitas Cenderawasih (Uncen) Papua. SBY mempertimbangkan hadir dan mengatakan, "I love Papua".

BEM Nusantara akan menyelenggarakan Seminar Nasional dan Temu Nasional BEM Nusantara ke-III di Jayapura, pada 22–25 November 2010, dengan tema utama, yaitu 'Mewujudkan Komitmen dan Konsistensi Mahasiswa se-Nusantara Demi Terciptanya Masyarakat Adil dan Makmur'.

"Terkait undangan tersebut, Presiden SBY akan mempertimbangkan untuk hadir di Jayapura, pada 22 November, dan akan memberikan sambutan pada acara Seminar dan Temu Nasional BEM Nusantara ke-III," ujar Staf Khusus Presiden bidang Otoda Velix Wanggai dalam rilisnya, Sabtu (23/10/2010).

Saat ini, imbuh Velix, Presiden menjelaskan bahwa Pemerintah serius untuk membenahi pembangunan Papua dan mengubah pendekatan keamanan menuju pendekatan yang humanis dan kesejahteraan. Saat ini Pemerintah sedang melakukan koreksi dan evaluasi atas Inpres No 5/2007 tentang Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat.

"Kita akan focus penguatan peran putra-putri Papua dalam berbagai aspek kehidupan," kata Velix.

Dalam pertemuan di Kantor Presiden, Jumat 22 Oktober 2010 kemarin, Presiden juga tegaskan akan mendorong wilayah-wilayah strategis di Papua dan Papua Barat. Pendekatan kewilayahan yang mengintegrasikan aspek lingkungan, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Intinya, kesejahteraan menjadi faktor utama dalam pembangunan Papua ke depan. Presiden menegaskan aspek humanis harus dikedepankan dalam membangun tanah Papua.

"Di akhir audiensi ini, Presiden SBY mengatakan bahwa ‘I love Papua’, mari kita bersama ubah Papua menuju Papua yang lebih baik," ujar Velix menirukan SBY.

Bahkan SBY mengajak perwakilan BEM Nusantara yaitu Ketua BEM UNCEN Thomas Warijo, Ketua BEM FISIP UNCEN Albertho Mansawan, dan Presiden Mahasiswa BEM UKI Tomohon, untuk menyanyikan lagu ‘Tanah Papua’.

"Kata Presiden, 'Disana pulauku yang kupuja selalu, Tanah Papua pulau indah. Hutan dan lautmu yang membisu selalu, cenderawasih burung emas. Gunung gunung lembah lembah yang penuh misteri'," papar Velix.

(nwk/mok)

Oct 21, 2010

SATU TAHUN KIB II

(dimuat di Spektra/Harian Jurnal Nasional, 21 Oktober 2010)

Kemarin tanggal 20 Oktober 2010 adalah tepat satu tahun usia Kabinet Indonesia Bersatu kedua (KIB II) pimpinan SBY-Boediono. Tidak ada perayaan atau pidato resmi Presiden terkait peringatan setahun usia KIB II tersebut, kecuali masing-masing kita merefleksi apa yang telah kita lakukan setahun lalu dan merencanakan apa yang menjadi agenda kita ke depan. Banyak pekerjaan rumah yang masih nenanti di depan mata. Tetapi jajaran pemerintahan era KIB II ini tidak berjalan di ruang hampa. Sejumlah agenda telah dilaksanakan pada tahap konsolodisi mengawal perjalanan KIB II pada lima tahun ke depan.

Sejak awal memimpin KIB II, Presiden SBY telah mengkomunikasikan tiga strategi pembangunan Indonesia untuk lima tahun ke depan sampai tahun 2014 maupun strategi pembangunan jangka panjang 25 tahun sampai tahun 2025. Tiga visi strategi s itu adalah pembangunan Indonesia yang berorientasi pertumbuhan (pro growth), penciptaan lapangan pekerjaan (pro job) dan pengurangan kemiskinan (pro poor) yang didasarkan pada tiga agenda strategis nasional, kesejahteraan (prosperity), demokrasi (democracy) dan keadilan (justice) bagi semua.

Tiga visi strategis dan tiga agenda strategis nasional tersebut terus dikomunikasikan oleh Presiden SBY dalam berbagai kesempatan. Tercatat, tiga kali Raker Presiden SBY bersama para Gubernur se-Indonesia bersama-sama mem-breakdown, tiga visi dan agenda strategis diatas.

Pertama, Raker di Istana Cipanas pada bulan Februari 2010 menghasilkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang percepatan pembangunan nasional. Raker ini mengagendakan persoalan tata ruang, penanganan pangan, energi, infrastruktur, program-program pro rakyat, dan reformasi birokrasi dan hukum.

Kedua, Raker di Istana Tampaksiring bulan April 2010 menghasilkan Inpres Nomor 3 Tahun 2010 tentang program pembangunan berkeadilan serta 10 arahan Presiden. Raker ini mengagendakan peningkatan produktivitas dan investasi nasional, peningkatan usaha ekonomi mikro, kecil dan menengah, pemihakan dan peningkatan kualitas kesejahteraan dan perlindungan bagi kaum marginal serta percepatan pencapaian 7 (tujuh) tujuan MDGs (memberantas kemiskinan dan kelaparan; mencapai pendidikan dasar untuk semua; mendorong kesetaraan gender; menurunkan kematian anak; meningkatkan kesehatan ibu; mengendalikan AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya; dan menjamin kelestarian lingkungan hidup.

Ketiga, Raker di Istana Bogor berlangsung bulan Agustus 2010 bersifat konsolidatif sehingga tidak melahirkan Inpres. Rapat ini mengagendakan sinkronisasi kebijakan Pusat dan Daerah, termasuk efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran Negara, baik APBN maupun APBD. Pada saat retreat di Istana Bogor ini, Presiden SBY mengingatkan, bahwa meskipun desentralisasi menempatkan kepala daerah dipilih secara langsung, namun secara keseluruhan pemerintahan di tingkat pusat, provinsi, kota, atau kabupaten merupakan satu kesatuan utuh yang dipimpin oleh Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan negara.

Walau pada taraf konsolidasi, usia satu tahun KIB II telah merampungkan sejumlah agenda strategis. Antara lain, pengurangan kemiskinan lewat tiga cluster yakni bantuan sosial berbasis keluarga, intervensi modal lewat PNPM Mandiri dan pengembangan ekonomi lokal lewat Kredit Usaha Kecil (KUK) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) berbasis masyarakat perdesaan dan perkotaan.

Pemerintah terus memberikan subsidi, pelayanan sekolah gratis terutama bagi rakyat miskin di tingkatan wajib belajar dan pelayanan kesehatan. PNPM Mandiri terus dilancarkan di 6.321 Kecamatan di 495 kabupaten/kota, termasuk peningkatan kucuran KUR dalam pengembangan UMKM. KUR bagi pinjaman dibawah Rp 20 juta diberi tanpa agunan. Saat ini jumlah KUR yang sudah disalurkan mencapai Rp 5, 2 triliun yang diberikan kepada 2.785.096 nasabah.

Perancangan dan pembangunan infrastruktur jalan, jembatan dan instalasi penting lainnya pun terus dilakukan, disamping beberapa proyek prestisius yang telah diresmikan oleh Presiden SBY di tahun pertama KIB II. Dengan alokasi anggaran Kementerian Pekerjaan Umum pada tahun anggaran 2010 yang berjumlah 34, 796 triliun, kita optimis sejumlah proyek infrastruktur berskala nasional akan rampung pada akhir tahun 2010 ini.

Semua itu baru berjalan setahun usia KIB II, walaupun demikian, KIB II merupakan kelanjutan dari KIB I yang telah mencatatkan berbagai kesuksesan. Tekad yang membaja untuk mencapai pertumbuhan yang membebaskan rakyat dari kemiskinan, menyiapkan lapangan pekerjaan yang sesuai, berdemokrasi secara dewasa dan membangun dengan kesadaran pada kelestarian lingkungan hidup merupakan agenda besar pembangunan inklusif yang secara konsisten terus disuarakan Presiden SBY. Dan siapa pun pemimpin Indonesia ke depan, akan menganut mazhab pembangunan ini, apapun latarbelakang keilmuan dan afiliasi politiknya.

Indonesia membutuhkan potensi anak bangsa yang enerjik dan kritis tanpa kehilangan akal sehat. Kita mesti bersama-sama melihat bangsa ini sebagai tanggungjawab bersama, rakyat dan pemerintah. Ketidakpuasan terhadap kebijakan dan hasil pembangunan adalah hal yang wajar, tetapi dengan semangat kebersamaan, ketidakpuasan itu dapat dijawab dengan koreksi dan sumbang saran. Banyak sarana yang bisa dimanfaatkan untuk sumbang saran itu di era reformasi ini tanpa sesama kita harus melewatinya dengan caci-maki dan saling menjatuhkan martabat kemanusiaan kita.

Segenap komponen bangsa mesti memiliki rasa yang sama dalam membangun negeri ini sebagai kewajiban. Tidak ada kebahagiaan yang lebih tinggi sebagai warga bangsa dibanding menunaikan kewajiban itu. Oleh sebab itu, tinggalkan egoisme, karena egoisme – meminjam Tolstoy -- bertanggungjawab atas kegagalan manusia mencari kebahagiaan. Kebahagiaan tidak terletak pada kesenangan diri sendiri. Kebahagiaan terletak pada kebersamaan.[]

Oct 15, 2010

Presiden Evaluasi Inpres Pembangunan Papua

Jumat, 15 Oktober 2010 10:41:00
Kondisi banjir wasior (Foto : Okezone.com/Reuters)

JAKARTA (KRjogja.com) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ingin meningkatkan pelaksanaan pembangunan lebih lanjut di Propinsi Papua dan Papua Barat setelah melihat langsung kondisi pasca banjir Distrik Wasior, Kabupaten Teluk Wondama.

Presiden ingin meningkatkan pelaksanaan pembangunan lebih lanjut di Provinsi Papua dan Papua Barat. Dalam dua hari kunjungan ke Papua Barat, SBY mendiskusikan secara intens tentang upaya rekonstruksi dan rehabilitasi Wasior, serta upaya percepatan kesejahteraan rakyat Papua secara keseluruhan di Tanah Papua.

"Presiden perintahkan agar melakukan koreksi dan evaluasi atas Inpres Nomor 5 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat. Perlu dilanjukan dan ditingkatkan untuk efektifitasnya," ungkap Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai dalam keterangan yang diterima okezone, Jumat (15/10).

Bulan depan, lanjut Velix, SBY akan menggelar rapat khusus tentang percepatan pembangunan Papua dan kedua gubernur akan mempresentasikan master plan yang diusulkan.

SBY telah berada di Papua Barat selama dua hari. Kemarin, SBY didampingi Ibu Ani Yudhoyono turun langsung ke lokasi yang diterjang banjir bandang pada Senin lalu itu.

Saat menempuh perjalanan menuju Distrik Wasior, SBY dan rombongan menumpang Kapal Republik Indonesia (KRI) Hasanuddin dari Manokwari, setelah sebelumnya terbang dengan pesawat Garuda Indonesia yang dicarter dari Jakarta. (Ant/Tom)

Presiden Bahas Percepatan Pembangunan Tanah Papua

Politikindonesia - Tinjauan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat tak hanya soal penanganan pasca bencana banjir bandang. Selain rekonstruksi dan rehabilitasi Wasior, Presiden akan mendiskusikan serius upaya percepatan kesejahteraan rakyat di tanah Papua.


Demikian disampaikan oleh Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai yang mendampingi Presiden menjelang kepulangan ke Jakarta, Jumat (15/10) pukul 10.15 WIT.

Kata Velix, untuk mematangkan konsep percepatan pembangunan di Tanah Papua, pada bulan depan, Presiden akan menggelar rapat khusus ini. “Kedua Gubernur akan diminta untuk mempresentasikan master plan yang akan diusulkan oleh kedua pemerintah provinsi ini.”

Dikemukakan Velix, Presiden berbicara secara mendalam tentang peningkatan pelaksanaan pembangunan lebih lanjut di dua provinsi, Papua dan Papua Barat.

“Dalam dua hari ini, Presiden mendiskusikan secara intens tentang upaya rekonstruksi dan rehabilitasi Wasior, serta upaya percepatan kesejahteraan rakyat Papua secara keseluruhan di Tanah Papua,” ujar Velix kepada politikindonesia.com.

Tentang Wasior, Velix mengungkapkan bahwa Presiden menegaskan, pada masa tanggap darurat, pemerintah daerah adalah ujung tombak penanganan di lapangan. “Dalam waktu dekat, Pemerintah akan membangun hunian sementara (huntara)."

Operasi bhakti akan dilakukan oleh TNI dan Polri, serta masyarakat lokal, sehingga masyarakat setempat memiliki pendapatan. Setelah itu, akan dilanjutkan dengan upaya rekonstruksi dan rehabilitasi Wasior.

Kata Velix, Presiden SBY memerintahkan untuk dilakukan koreksi dan evaluasi atas Instruksi Presiden (Inpres) No 5 tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat. “Inpres itu perlu dilanjukan dan ditingkatkan untuk efektifitasnya.”

Menurut Velix, dalam 4 tahun mendatang, akan dibangun kawasan-kawasan ekonomi khusus di kedua propinsi tersebut. Dengan begitu, industri-industri lokal dapat tumbuh dan berkembang. “Kita kembangkan 2 kluster ekonomi di Papua dan 1 kluster di Papua Barat.”

Velix mengatakan, pembangunan di wilayah Papua, akan melibatkan dunia usaha yang ramah lingkungan dan akan didukung oleh pembangkit listrik. “Kita dorong kluster ekonomi perkebunan di wilayah Timika, wilayah Merauke dan wilayah utara Papua.”

Sementara di Papua Barat, pemerintah akan mendorong 1 kluster ekonomi untuk dorong pengembangan semen, pertanian dan peternakan sapi.
(aan/ftu/yk)



Papua Bakal Bangun Kawasan Ekonomi Khusus

Jum'at, 15 Oktober 2010 - 10:55 wib
Ade Hapsari Lestarini - Okezone


JAKARTA - Pemerintah akan membangun kawasan-kawasan ekonomi khusus di Provinsi Papua Barat untuk empat tahun mendatang, sehingga industri lokal dapat berdiri dan tumbuh di Tanah Papua.

Hal ini diungkapkan ungkap Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai dalam keterangan yang diterima okezone, Jumat (15/10/2010).

"Kita kembangkan dua kluster ekonomi di Papua dan satu kluster di Papua Barat. Di wilayah Papua, Kita libatkan dunia usaha yang ramah lingkungan dan didukung oleh pembangkit listrik," katanya.

Dikatakannya, pemerintah akan mendorong klaster ekonomi perkebunan di wilayah Timika, wilayah Merauke, serta wilayah utara Papua.

"Di Papua Barat, kita dorong satu klaster ekonomi di Papua Barat untuk dorong pengembangan semen, pertanian, dan peternakan sapi," tandasnya.(ade)

Oct 14, 2010

WASIOR

Oleh : Velix Vernando Wanggai
(Dimuat di Jurnal Nasional, 14 Oktober 2010)

Hari ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berada di Wasior, Ibukota Kabupaten Teluk Wondama. Kehadiran Presiden di medan bencana Wasior ini membawa spirit positif bagi warga yang kehilangan harta dan nyawa keluarga mereka. Hal ini terlihat tatkala kemarin Presiden SBY bertatap muka dan mendengar rintihan para pengungsi bencana banjir bandang Wasior yang mengungsi ke Manokwari.
Banjir bandang yang menyapu bersih seisi kota Wasior, ibukota Kabupaten Teluk Wondama ini membawa tumpukan material bebatuan dan pepohonan yang mengalir deras dari kaki gunung Wondiboy. Wajah kota tua zaman kolonial itu luluh lantak bak diterjang tsunami. Kurang lebih mencapai 200 jiwa penduduk meninggal dunia. Tak terhitung berapa harta benda yang lenyap ditelan air bah itu. Kita turut prihatin dan dimana-mana keprihatinan dan solidaritas itu muncul di belahan wilayah Indonesia dari kelompok-kelompok masyarakat yang ingin membantu saudara-saudaranya yang tertimpa bencana di Wasior.
Beberapa jam setelah kejadian, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan sistem agar bekerja secara koordinatif dan terpadu. Konsen Presiden SBY adalah tanggap darurat dan pemulihan darurat. Jadi tidaklah benar, jika ada sebagian kalangan yang menilai SBY lamban merespon bencana Wasior. Bersama Kepala BNPB, Pak Syamsul Maarif, kami langsung berangkat ke Papua Barat pada hari Selasa 5 Oktober dan mengunjungi lokasi (Wasior) pada hari Rabu, 6 Oktober menggunakan heli dari Manokwari. Besoknya, Kamis 7 Oktober, bersama Gubernur Papua Barat (Pak Ataruri) dan Gubernur Papua (Pak Suebu) dengan menggunakan heli kami kembali ke Wasior. Presiden SBY dalam upaya tanggap darurat itu memberi bantuan logistik berupa bahan makanan dan pakaian yang didrop dengan pesawat Hercules milik TNI AD ke Manokwari kemudian dibawa ke Wasior menggunakan kapal perang milik TNI AL.

Rekonstruksi Wondama

Kota Wasior dibangun oleh pemerintah Belanda di Nieuw Guinea sebagai kota onderdfistrict dibawah onderafdeling Manokwari pada tahun 1925 yang kemudian onderdistrict Wasior dibawah kontrol onderafdeling Ransiki pada tahun 1952. Tahun 2002 Wasior menjadi ibukota Kabupaten Teluk Wondama.
Kini jumlah penduduk Wasior sekitar 13 ribu jiwa dan terus bertambah. Beroperasinya kapal-kapal penumpang milik PT. Pelni dari luar Papua, terutama Maluku, Sulawesi dan Jawa semakin mendorong tingginya mobilitas manusia dan barang ke Wondama. Perkembangan ini tentu menjadi beban Wasior yang tadinya sebuah ibukota kecamatan dengan daya dukung yang terbatas.
Bencana banjir bandang menyadarkan pentingnya daya dukung lingkungan kota Wasior sebagai ibukota Kabupaten Teluk Wondama. Penataan dan pemanfaatan ruang bagi satuan pemukiman penduduk, pusat pemerintahan, pusat pertumbuhan ekonomi mesti memperhitungkan daya dukung lingkungan, baik fisik maupun non-fisik. Daya dukung lingkungan non-fisik penting karena penghormatan pada situs-situs adat berupa gunung, tanjung, sungai, laut dan pulau menurut kosmologi suku Wamesa (suku asli Wondama) akan melanggengkan kehidupan penduduk di sekitarnya.
Kerusakan infrastruktur kota Wasior dan tidak berfungsinya pemerintahan sangat berpengaruh pada masyarakat Kabupaten Teluk Wondama. Ribuan penduduk yang mengungsi ke Manokwari dan Nabire, lumpuhnya roda perekonomian dan pembangunan di Wasior merupakan pukulan terberat bagi Pemerintah Daerah Teluk Wondama untuk menormalkan kembali roda pemerintahan.
Rekonstruksi kota Wasior dalam jangka pendek diperlukan tetapi bukan untuk jangka panjang. Sebab, membangun kembali di tempat yang sama tentu menyimpan resiko yang tinggi apabila terjadi bencana yang sama di masa depan. Oleh karena itu, master plan yang akan disusun oleh Bappenas dan Kementerian Pekerjaan Umum hendaknya tidak terfokus pada rekonstruksi fisik kota Wasior tetapi Rekonstruksi Wondama secara komprehensif, termasuk penaataan ruang berbasis mitigasi bencana dan pemindahan pusat pemerintahan.[]

Oct 8, 2010

Presiden Belum Perlu ke Wasior

Jumat, 08 Oktober 2010, 14:00 WIB

Presiden Belum Perlu ke Wasior
Bencana banjir bandang di Wasior

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Juru bicara kepresidenan, Julian A Pasha, menegaskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum perlu meninjau langsung lokasi banjir bandang di Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat. Meski demikian, Presiden terus memantau perkembangan di lokasi bencana.

"Dilaporkan bahwa masih belum perlu Presiden meninjau langsung ke lokasi," kata Julian di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (8/10). Laporan tersebut berasal dari Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif. Staf Khusus Presiden Velix Vernando Wanggai juga ada di lokasi.

Julian menegaskan, instruksi Presiden kepada menteri untuk menanggulangi bencana di Wasior sebenarnya sudah diberikan langsung kepada Menko Kesra Agung Laksono sejak 5 Oktober 2010 lalu. "Tapi pada saat itu kita betul-betul persiapan mau ke Belanda, jadi ditinggalkan, " kata Julian.

Dalam instruksinya, kata Julian, Presiden meminta agar penanggulangan Wasior dikoordinasikan dan dipastikan semua bantuan bisa langsung dilakukan dengan cepat tanggap, berkoordinasi dengan BNPB, dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat.

Kabar tentang instruksi Presiden itu, kata dia, tertutup dengan penundaan kunjungan ke Belanda. "Setelah Kepala BNPB berangkat pagi-pagi menuju lokasi, sebelum sampai Manokwari transit di Manado, Presiden meminta laporan terakhir. Setelah beliau sampai dilaporkan bahwa masih belum perlu Presiden meninjau langsung ke lokasi," katanya

Julian mengatakan, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton sudah menyampaikan belasungkawa atas bencana Wasior. "Menlu AS juga sudah sampaikan secara tertulis dua hari yang lalu, menyatakan rasa simpati yang dalam dari rakyat Amerika, on behalf of the people of United States kepada pemerintah Indonesia atas bencana di Wasior," katanya.

Red: Budi Raharjo
Rep: M Ikhsan Shiddieqy

Oct 7, 2010

KEPRIHATINAN DAN TANGGUNGJAWAB KITA

Oleh: Velix Vernando Wangga (dimuat di Jurnal Nasional, 7 Oktober 2010)

Akhir-akhir ini muncul keresahan di sebahagian masyarakat kita tentang terancamnya nilai-nilai persatuan dan kebersamaan di dalam kehidupan sosial kita. Setelah perdamaian Sambas dan Sampit (Kalimantan Barat), Ambon (Maluku), Halmahera (Maluku Utara), Poso (Sulawesi Tengah) sepuluh tahun lalu, kini luka itu menganga lagi. Mulai peristiwa makam Mbah Priok, Buol, Bekasi, Ampera dan Tarakan. Sudah banyak darah dan air mata yang tumpah di bumi pertiwi ini akibat ulah anak bangsa yang berubah menjadi serigala. Sayangnya, kebanyakan dari pelaku kekerasan itu adalah anak-anak dan generasi muda kita. Kita patut prihatin dengan gejala kekerasan yang timbul kembali ini dengan sikap ikhtiar yang sungguh-sungguh.

Betapa tak terbayangkan seorang bocah yang melihat ayah, ibu, saudara kandung, paman, bibi atau teman sepermainannya dibantai tanpa ampun. Memori si bocah akan terus tumbuh bersamanya hingga ia dewasa kelak. Entah ia akan menjadi pendendam ataukah ia akan memaafkan orang-orang yang telah “mematikan” masa depannya? Semua berpulang pada lingkungan yang mendidiknya.

Terminologi Arab menyebutkan “manusia pada dasarnya adalah hewan yang berpikir” (al-Insân-u hayawân-u a-al-nathiq), maka akal pikiranlah yang membedakan manusia dengan hewan. Oleh karena itu, pembangunan untuk “memanusiakan manusia” terletak pada bagaimana akal pikiran diarahkan pada hal-hal yang baik dan bermanfaat. Akal harus diarahkan untuk menciptakan lingkungan yang berharkat, bermartabat, bermoral dan berakhlak mulia. Orang tua dan guru hanyalah sekelumit dari lingkungan pendidikan yang begitu luas dalam menciptakan generasi bangsa yang memiliki akal yang sempurna, sehingga ia dapat menjaga jatidirinya, berkarakter tangguh dalam sikap mental, daya pikir maupun daya ciptanya.

Dalam konteks pembentukan kepribadian, individu tidak berdiri sendiri tetapi di sekelilingnya ada lingkungan yang menyertai dan menjaganya. Lingkungan itu bisa berupa lingkungan sosial terdekat yang bersifat informal yakni keluarga dan masyarakat, juga lingkungan sosial yang jauh dan formal yakni pemerintah. Pemerintah dan aparaturnya adalah lingkungan pendidikan yang nantinya seorang individu menjadi bagian di dalamnya. Baik-buruknya suatu lingkungan akan mempengaruhi pola pikir dan karakter individu yang tumbuh di dalamnya. Jadi lingkungan yang informal dan formal tersebut, sama-sama bertanggugjawab terhadap tumbuh-kembangnya generasi bangsa yang memiliki kesehatan jasmani dan rohani, berpendidikan tinggi, memiliki etos kerja produktif, terampil, inovatif, disiplin, profesional dan berkemampuan manajerial.

Idealisme tentang generasi bangsa yang tangguh ini akan muspra tatkala lingkungan pembentuk kepribadian generasi bangsa ini tidak bermoral atau niretika. Hakim, jaksa, polisi dan pengacara yang suka bermain mata akan menjadi penyamun bersama-sama sang terpidana. Semuanya setali tiga uang dalam meruntuhkan pilar-pilar negara hukum plus akhlak dan moral bangsa. Perilaku koruptif di pelbagai level dan lembaga pemerintahan akan mendidik generasi bangsa ini menjadi generasi maling di rumahnya sendiri.

Sikap ingin menang sendiri, ingin maju sendiri, ingin kaya sendiri, ingin sejahtera sendiri, akan semakin menciptakan gap dan friksi sosial yang semakin mendalam antarelemen kebangsaan. Tidak heran jika orang gampang marah atau malah bangga masuk penjara karena membuat kerusakan, padahal ia sendiri ditahbiskan Tuhan untuk menjadi pemelihara kedamaian di muka bumi. Kasus-kasus kekerasan diatas sebenarnya terkait dengan jatidiri bangsa yang hilang. Misalnya spirit kebersamaan telah digantikan dengan pribadiisme, kesopanan digantikan dengan kesombongan, keprihatinan digantikan dengan apatisme, kepedulian digantikan dengan masa bodoh.

Keterbelakangan, kemiskinan, pengangguran dan atribut inferioritas lainnya seolah-olah tidak mampu lagi diatasi oleh bangsa kita sendiri. Pada akhirnya, social gap terjadi dan semakin merata dimana-mana dan menjadi lahan subur bagi tumbuhnya sikap-sikap radikal berupa terorisme dan anarkisme. Kita patut prihatin, kekerasan yang terulang diatas jangan sampai menjadi watak kedua (second nature) bangsa Indonesia.

Dalam kerangka pemikiran normal, sebenarnya tidak ada tempat bagi radikalisme sosial kelompok tertentu yang mengatasnamakan agama, etnis, golongan dan lain-lain yang mengorbankan harta dan nyawa sesama anak bangsa. Sebab, sejak awal Republik ini ada, para founding fathers kita telah sepakat untuk mengusung motto Bhineka Tungal Ika sebagai konsensus nasional. Artinya, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa “berbeda” adalah realitas tak tertampikkan. Namun, negara dan warganya diperintahkan oleh konstitusi untuk tidak “membeda-bedakan” suku, etnis, agama dan golongan dalam pergaulan maupun perlakuan pelayanan sosial kemasyarakatan.

Itulah sebabnya Presiden SBY selalu menekankan keadilan bagi semua (justice for all) sebagai bagian tak terpisahkan dari visi beliau untuk mensejahterakan masyarakat dan meningkatkan kehidupan kebangsaan yang demokratis. Kehidupan yang setara tanpa pembedaan itu hendaknya dimaknai dari sisi perencanaan kebijakan yang ditopang dengan regulasi yang memberi ruang bagi partisipasi masyarakat secara luas. Kondisi ini akan sangat mendukung kohesivitas sosial, baik di kalangan kelompok-kelompok sosial yang berlatarbelakang berbeda-beda maupun antara masyarakat dan pemerintah di daerah-daerah.

Masyarakat harus dibiasakan tidak menyelesaikan masalahnya sendiri seolah-olah tidak ada pemimpin di daerahnya. Atau bisa jadi masyarakatnya telah meminta perhatian pemimpin di daerahnya untuk menyelesaikan masalah di daerah tetapi pemimpinnya kurang cuek-bebek, kurang peka. Lihat saja, kasus-kasus kekerasan warga di beberapa daerah, memberikan gambaran bahwa masih banyak pemimpin di daerah kurang peka dan selalu menunggu reaksi dari Pusat. Presiden SBY pada Rapat Kabinet tanggal 13 September 2010 lalu di Istana Negara telah memerintahkan Gubernur, Bupati dan Walikota di daerah untuk tidak lepas tangan atau bergerak lamban dalam menyelesaikan masalah yang terjadi di wilayahnya. Para pemimpin di daerah harus proaktif menyelesaikan akar persoalan dan tidak tidak reaktif setelah terjadi peristiwa yang muncul akibat persoalan yang sebenarnya dapat diatasi.



[1] Penulis adalah Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah


4.000 Warga Papua Mengungsi

Nusantara (Okezone.com, Kamis, 7 Oktober 2010 - 04:02 wib)

JAKARTA- Wasior, ibu kota Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat, lumpuh akibat banjir bandang. Sebanyak 4.000 warga memilih mengungsi karena rumahnya diterjang banjir.

Hingga kemarin jumlah korban meninggal akibat banjir bandang tersebut masih simpang siur. Menurut Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, banjir yang melanda Wasior sejak Senin (4/10) lalu itu telah menewaskan 64 orang, 75 orang mengalami luka berat, 461 orang luka ringan, dan korban hilang 68 orang.

Adapun Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai mengatakan, hingga pukul 16.00 WIT kemarin korban meninggal 83 orang, sedangkan yang hilang 64 orang. “Para korban diperkirakan tertimbun lumpur setinggi 2-3 meter atau hilang terbawa banjir ke laut,” katanya tadi malam.

Velix yang berada di Wasior bersama Ketua Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif mengatakan, ibu kota Teluk Wondama itu mengalami rusak berat atau sekira 80%. Sedangkan jumlah warga yang mengungsi telah mencapai 4.000 jiwa dan telah dibawa ke Kabupaten Manokwari dan Nabire.

Menurut Menko Kesra Agung Laksono, jumlah pengungsi diperkirakan sekitar 3.000 orang. Sebagian besar pengungsi telah kehilangan tempat tinggal akibat tersapu banjir yang membawa endapan lumpur, batuan, dan kayu.

Area landasan bandara perintis di Wasior bahkan masih tergenang lumpur sehingga menyulitkan helikopter yang akan mendarat. ”Hubungan komunikasi terhambat, jaringan listrik terputus, dan aktivitas masyarakat lumpuh,” ujarnya di Jakarta kemarin.

Menurut Agung, sulitnya medan evakuasi menyebabkan dinas kabupaten setempat kewalahan sehingga penanganan bencana diambil alih pemerintah provinsi bersama kementerian terkait. Pemerintah pusat melalui BNPB juga telah mengirimkan tim terpadu lintas kementerian/ lembaga ke Kabupaten Teluk Wondama. Tim BNPB membawa bantuan uang tunai Rp200 juta untuk penanganan operasional darurat. Selain itu, bantuan logistik seperti tenda gulung, pakaian, dan perlengkapan anak-anak.
Secara umum semua daerah bencana sulit dijangkau sehingga pengiriman bantuan termudah dilakukan lewat jalur laut. Menurut Agung,ada empat kapal yakni KM Graselia, KM Papua, Deltamas, dan Kalakai yang sudah diberangkatkan dengan membawa bantuan logistik seperti beras, selimut, teh, dan mi instan. Untuk mempercepat penanganan korban luka yang jumlahnya lebih dari 500 orang, pemerintah segera mengirim rumah sakit terapung yakni KRI dr Suharso ke Teluk Wondama.

“Ini cara terbaik untuk menjangkau korban luka. Dengan merapatnya KRI dr Suharso, korban luka akan lebih cepat tertangani,” ungkapnya.

Kota Wasior yang terletak di dataran rendah tepat di bawah kaki gunung menjadi tempat yang paling parah terkena banjir bandang ini. Kondisi pengungsi juga sangat memprihatinkan mengingat belum tersedia air bersih sementara listrik padam. Meski demikian, Pemprov Papua Barat terus aktif dalam melakukan aksi tanggap darurat.
(Koran SI/Koran SI/ful)

Oct 2, 2010

Istana Minta Media Bantu Minimalisir Konflik

Sabtu, 02 Oktober 2010 , 16:50:00 WIB
Laporan: Ari Purwanto




RMOL.
Kekhawatiran terhadap peran media dalam memicu peningkatan kerusuhan horisontal juga dirasakan pihak istana.

Pada diskusi "Republik Konflik" di Warung Daun, Cikini, Sabtu (2/10), Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai menghimbau agar media membantu meredakan konflik dan memberikan pendidikan yang baik bagi masyarakat.

"Harus ada keseimbangan dalam pemberitaan. Harus ada pendidikan politik dan kultural yang menghargai perbedaan dalam setiap pemberitaan," ujar putra Papua itu.

Kalau media tetap memberitakan kekerasan, lanjut Velix, demokrasi Indonesia akan menjadi demokrasi sensitif.

"Dalam 10 tahun terakhir di ruang politik selalu berfikir menang kalah, di ruang bisnis selalu berfikir untung rugi, namun tidak ada ruang cultural, educating mind and heart," lanjutnya.

Masih menurut Velix, hal tersebut menjadi penting karena dengan mendorong seni dan kebuadayaan terbukti bisa meminimalisir terjadinya konflik.

"Misal, dengan memnbangun lapangan bola, konflik di Maluku selesai. Ini kan simple. Dengan membangun lapangan bola, bisa merajut lagi hubungan sosial yang terputus," lanjutnya. [arp]

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...