Aug 24, 2014

Warga Mansinam: Terima Kasih SBY, Semoga Jokowi Buat Tempat Kami Lebih Baik

Minggu, 24/08/2014 09:38 WIB

Mega Putra Ratya - detikNews


 
 
Papua - Revitalisasi Pulau Mansinam di Manokwari, Papua Barat tidak lepas dari peran pemerintah pusat. Presiden SBY menaruh perhatian khusus untuk membangun Pulau Mansinam agar menjadi daerah wisata rohani dan budaya di Tanah Papua.

Seiring dengan cerita sejarah masuknya Injil di Pulau Mansinam, Presiden SBY mengunjungi Pulau Mansinam untuk pertama kalinya pada 22 Januari 2009. Dalam kunjungan tersebut, SBY berjanji akan membantu pembangunan Situs Pekabaran Injil baik selaku pribadi maupun sebagai Kepala Negara.

SBY berharap Pulau Mansinam akan menjadi daerah tujuan wisata religi untuk mengenang nilai-nilai sejarah dan religi masyarakat di Tanah Papua. SBY juga menginstruksikan Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Perhubungan dan Menteri Lingkungan Hidup untuk berkunjung ke Pulau Mansinam sekaligus untuk meletakkan batu pertama pembangunan situs sejarah di Pulau Mansinam pada 5 Februari 2012.

Dan pada 24 Agustus 2014, Presiden SBY dijadwakan akan meresmikan situs tersebut. Atas hal itu, masyarakat Pulau Mansinam berterimakasih kepada Presiden SBY.

"Kami punya kerinduan besar kepada Pak SBY. Pada 2009, beliau datang ke sini dan 2014 ini dia menunjukan janjinya, terjawab semua, kami masyarakat senang sekali, kami bersyukur kepada tuhan, berkat kerja Pak SBY, mendapat berkat dari Tuhan. Kami mendoakan Bapak SBY dalam menjalankan tugas kepala negara,"ungkap Sekretaris Gereja Lahai Roi, Boas Rumadas saat berbincang dengan detikcom di Pulau Mansinam, Sabtu (23/8/2014).

Boas juga menaruh harapan kepada presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi). Boas berharap Jokowi dapat melanjutkan apa yang sudah SBY lakukan untuk Pulau Mansinam.

"Sebagai masyarakat kami harapkan Pak jokowi sama dengan Pak SBY. Pak Jokowi melanjutkan apa yang sudah bapak SBY buat disini," tutur pria 42 tahun ini.

"Rumah penduduk ditambah. Kalau bisa jalan-jalan di aspal karena kalau dilewati mobil dengan beban berat bisa rusak jalannya," imbuhnya.

Harapan yang sama juga disampaikan oleh Heremina (45). Ibu rumah tangga ini berharap dengan adanya situs pekabaran Injil, dirinya dan masyarakat sekitar bisa mendapatkan penghasilan yang lebih layak.

"Mama berharap masyarakat, para pemuda disini mendapatkan pekerjaan dari dibangunnya situs ini," tutur Heremina.

Heremina sehari-hari hanya menjual pinang dan kue-kue. Menurutnya, wisatawan datang ke Pulau Mansinam hanya ramai pada setiap peringatan masuknya Injil yang digelar setiap 5 Februari.

"Wisatawan tidak terlalu banyak, setahun sekali kalau lagi ada acara. Kita jualan kecil-kecilan, kita berharap dapat penghasilan, karena kalau wisatawan ramai, kita juga dapat keuntungan," tutur ibu delapan anak ini.

Sama halnya dengan Heremina, Linda Marantika (38) juga banyak berharap kepada presiden terpilih Jokowi. Menurutnya hal yang harus diperhatikan dari pulau ini adalah dari sisi pendidikan dan kesehatan.

"Disini ada PAUD hingga SMP, puskemas juga ada tapi hanya satu. Masalah transportasi juga disini sulit, kalau ada pasien gawat susah dibawa ke kota, ada juga anak-anak sekolah yang ke kota naik perahu, belum hujan, gelombang, perjalanan setengah mati," ungkapnya.

Sementara itu Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai berharap, kedepannya Pulau Mansinam ini menjadi situs nasional. Sehingga menjadi perhatian dari pemerintah pusat dan kementerian terkait. Sehingga dari sisi kebijakan, kelembagaan, dukungan pengelolaan mendapat perhatian dari pemerintah pusat.

"Kita berharap apa yang sudah diletakan oleh Pak SBY ini dengan pendekatan berbasis hati juga dilakukan oleh Pak Jokowi. Sehingga presiden terpilih Pak Jokowi selalu dirindukan untuk mengelola Papua dengan pendekatan hati dan kasih. Apa yang baik dilanjutkan, apa yang kurang dibenahi," tutur Velix.

SBY Resmikan Patung Yesus Setinggi 30 Meter di Pulau Mansinam

Minggu, 24/08/2014 08:38 WIB 
Mega Putra Ratya - detikNews


Papua - Presiden SBY pagi ini akan meresmikan Situs Pekabaran Injil di Pulau Mansinam, Kota Manokwari, Papua Barat. Dalam kunjungan kali ini, Presiden SBY didampingi oleh Ibu Negara Ani Yudhoyono dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu II.

Presiden SBY beserta rombongan tiba di Pelabuhan Pulau Mansinam pukul 10.00 WIT atau 08.00 WIB, Minggu (24/8/2014). Menggunakan KRI Sampari, Presiden SBY disambut hujan rintik saat tiba di pelabuhan.

SBY dan Ibu Ani juga disambut dengan tarian penjemputan khas Papua. Selain itu, disambut juga oleh Menteri PU Djoko Kirmanto, Menteri Perhubungan EE Mangindaan dan Wakil Gubernur Papua Barat Rahimi Acong.

Ikut mendampingi Presiden SBY diantaranya Menko Perekonomian Chairul Tanjung, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu, jubir presiden Julian Aldrin Pasha, dan Staf Khusus Bidang Pembangunandan Otonomi Daerah Velix Wanggai.

Sejumlah proyek dibangun di Situs Pekabaran Injil Papua di Pulau Mansinam. Di antaranya adalah Patung Yesus Kristus setinggi 30 meter, gereja, musium, infrastruktur jalan dan rusunawa. Secara simbolis SBY akan meresmikan sejumlah proyek tersebut.

Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai mengatakan ini adalah kunjungan kedua SBY ke Pulang Mansinam. Pada 22 Januari 2009, SBY menjadi Presiden pertama yang menginjakkan kakinya di Pulau Mansinam. Saat itu SBY datang bersama Ibu Negara Ani Yudhoyono untuk menyapa masyarakat.

"Ketika itu, gubernur menyampaikan keinginan dan harapan masyarakat dari umat kristiani di Tanah Papua untuk membuat sebuah monumen atau revitalisasi semua aspek yang ada di Pulau Mansinam. Pada saat itu Presiden menyatakan komitmennya untuk membantu baik sebagai kepala pemerintahan maupun secara pribadi," tutur Velix.


Pulau Mansinam Menjadi Simbol Harmoni Islam dan Kristen di Papua

Minggu, 24/08/2014 06:18 WIB

Mega Putra Ratya - detikNews
 

Papua - Pulau Mansinam di Manokwari, Papua Barat menjadi tempat bersejarah bagi rakyat Papua. Sebab, di pulau inilah pertama kalinya ajaran Injil disebarkan oleh dua pendeta asal jerman, Carl William dan Goltlob Geisller (Ottow dan Geisller).

Dikutip dari berbagai sumber, sebelum tiba di Pulau Mansinam, Ottow dan Geisller lebih dulu masuk ke Indonesia melalui Jakarta yang saat itu disebut Batavia pada 7 Oktober 1852. Kemudian pada 30 mei 1854, mereka tiba di Ternate untuk belajar dan memperdalam bahasa melayu serta belajar mengkaji berbagai informasi tentang Papua.

Mereka kemudian menerima surat jalan dari Sultan Tidore yang merupakan salah satu kerajaan Islam di nusantara. Sultan memberikan surat Izin bagi mereka bahkan memerintahkan kepada para kepala suku untuk melindungi dan menolong mereka jika mereka kekurangan makanan.

Pada tanggal 12 Januari 1855 bertolaklah mereka dari Dermaga Ternate, menumpang Kapal menuju Pulau tujuan mereka Mansinam. Setelah melewati perjalanan laut selamat 25 hari, pada 5 Februari 1855 kapal mereka membuang sauhnya untuk berlabuh di teluk Doreri.

Peristiwa tersebut menjadi sebuah nilai toleransi antara umat muslim dan kristiani saat itu. Sehingga Pulau Mansinam menjadi simbol harmoni dan toleransi umat beragama yang sudah dibangun sejak dulu.

"Toleransi beragama yang bisa dijadikan contoh bagi masyarakat baik nasional ataupun internasional, juga sebagai sarana pendidikan bagi generasi muda baik di Tanah Papua maupun di Indonesia. bahwa toleransi sudah dibangun di Tanah Papua sejak lama oleh saudara saudara muslim dan kristiani," tutur Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai saat berbincang dengan detikcom di Pulau Mansinam, Sabtu (23/8/2014).

Di tanah pertama mereka injakkan kaki di Pulah Mansinam, dibangunlah sebuah prasasti sebagai simbol kedatangan mereka. Di lokasi ini terdapat sebuah Prasasti Salib besar setinggi kurang lebih 6 meter.

Dibelakangnya terdapat relief gambar-gambar yang menceritakan soal kedatangan mereka yang disambut oleh warga setempat. Ada juga empat patung perunggu keduanya yang masing-masing menghadap ke laut dan ke arah Salib.

Di bagian bawah kaki prasasti, terdapat tulisan tangan mereka yang tertulis 'Soli deo Gloria. De Eerste Zendelingen van Nederlandsch Nieuw Guinee C.W. Ottow En J.G. Geissler Zyn Hier Geland op 5 Februari 1855'. Di sisi lainnya, ada terjemahan dalam bahasa lokal. Artinya, kurang lebih, Zending pertama untuk Papua Ottow-Geissler tiba di sini 5 Februari 1855.

Mengunjungi Pulau Mansinam, Pulau Bersejarah Peradaban Masyarakat Papua

Minggu, 24/08/2014 05:01 WIB

Mega Putra Ratya - detikNews

 
Salah satu sudut keindahan Pulau Mansinam. (Foto:Mega/detikcom) 
 
Papua - Keindahan alam Tanah Papua sudah terdengar seantero dunia. Kekayaan alamnya terbentang di setiap sudut Pulau Cendrawasih ini. Jika Anda hendak ke Kota Manokwari Papua Barat, jangan lupa singgah ke Pulau Mansinam. Pulau ini menjadi tempat bersejarah dimulainya peradaban masyarakat di Papua.

"Pulau Mansinam ini pulau bersejarah bagi rakyat di Tanah Papua. Di sini sejarah awalnya peradaban di Tanah Papua dengan masuknya dua misionaris asal Jerman, Carl William dan Goltlob Geisller (Ottow dan Geisller) pada 5 Februari 1855," ujar Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai saat berbincang dengan detikcom di Pulau Mansinam, Sabtu (23/8/2014).

Pada 22 Januari 2009, SBY menjadi Presiden pertama yang menginjakkan kakinya di Pulau Mansinam. SBY datang bersama Ibu Negara Ani Yudhoyono untuk menyapa masyarakat.

"Ketika itu, gubernur menyampaikan keinginan dan harapan masyarakat dari umat kristiani di Tanah Papua untuk membuat sebuah monumen atau revitalisasi semua aspek yang ada di Pulau Mansinam. Pada saat itu Presiden menyatakan komitmennya untuk membantu baik sebagai kepala pemerintahan maupun secara pribadi," tutur Velix.

Setelah kunjungan tersebut, SBY memberikan arahan khusus kepada kantor staf khusus presiden bidang pembangunan daerah (SKP Bangda Otda) untuk melakukan komunikasi dengan pihak gereja dan Pemprov Papua Barat untuk mengidentifikasi kegiatan apa yang akan dilakukan dan mendesain perencanaan revitalisasi Pulau Mansinam. Kemudian SKP Bangda Otda
berkordinasi dengan tiga kementerian yakni Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Lingkungan Hidup.

"Pada 21 Desember 2011 kami berkunjung yang pertama, saat itu masih diatas bukit, masih hutan dan semak belukar, saat itu bapak presden memberikan arahan kepada kami untuk hadir pada 5 februari 2012 peringatan ke 157 masuknya injil di Tanah Papua dan saat itulah peletakan batu pertama," ungkapnya.

Di bibir pantai Pulau Mansinam, kita bisa menemui tempat pendaratan pertama dua misionaris asal Jerman, Carl William dan Goltlob Geisller (Ottow dan Geisller). Di lokasi ini terdapat sebuah Prasasti Salib besar setinggi kurang lebih 6 meter.

Dibelakangnya terdapat relief gambar-gambar yang menceritakan soal kedatangan mereka yang disambut oleh warga setempat. Ada juga empat patung perunggu keduanya yang masing-masing menghadap ke laut dan ke arah Salib.

Selain itu ada juga Gereja Tua Lahai Roi yang saat ini dijadikan tempat warga setempat untuk beribadah. Di belakang gereja, ada sumur tua yang saat itu digali oleh Ottow dan Geisller dibantu warga sebagai sumber air untuk kebutuhan sehari-hari.

Naik ke atas bukit, sekitar 1 km, ada Patung Yesus Kristus besar setinggi 35 meter. Patung ini sebagai simbol dimana Kitab Injil pertama masuk ke Tanah Papua.
Ikuti berbagai berita menarik hari ini di program "Reportase" TRANS TV yang tayang Senin sampai Jumat pukul 16.45 WIB

(mpr/rmd)

SBY Launches Christian Evangelism Site on Mansinam Island

President Yudhoyono and the entourage crossed to Mansinam Island from Manokwari Port by a naval ship at 10.30 am local time.
Minggu , 24 Ags 2014 16:08 WIB
  
Susilo Bambang Yudhoyono


Skalanews - President Susilo Bambang Yudhoyono arrived in Manokwari, West Papua Province, to officially launch the Christian Evangelism site on Mansinam Island, Manokwari District, West Papua Province on Sunday.

The launch is a part of a series of activities organized during the president's working visit to West Papua Province, where Yudhoyono and Mrs. Ani Yudhoyono had attended Sail Raja Ampat's peak event on Saturday (Aug 23).

President Yudhoyono and the entourage crossed to Mansinam Island from Manokwari Port by a naval ship at 10.30 am local time.
Mansinam Island is well-known as the first place where two German Evangelist, Carl William Ottow and Gotlob Geissler, arrived in Papuan land on February 5, 1855.

A big Jesus Christ statue and a monument were built on the island as part of the launch of the Christian Evangelism site.

Mansinam Island is located on Doreh Gulf, Southern Manokwarum that can be reached by a 15-minute boat ride from Manokwari Port. The island is also surrounded by white sand beaches and has beautiful coral reefs.

President Yudhoyono and Mrs. Ani Yudhoyono visited Mansinam Island for the first time on January 22, 2009.

Yudhoyono was also scheduled to inaugurate some other public facilities in Papua and West Papua Provinces.

After visiting Manokwari, President Yudhoyono will visit Timor Leste and then will attend the United Nations Alliance of Civilizations (UNAOC) to be organized in Bali on August 29-30, 2014. (ant/mar)

Presiden Resmikan Patung Yesus Kristus di Pulau Mansinam

Minggu, 24 Agustus 2014 | 09:06 WIB
 
Situs Sekretariat kabinet: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan akan meresmikan situs perkabaran injil berupa patung Yesus Kristus setinggi 30 meter di Pulau Mansinam, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, Minggu (24/8) pagi.

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) didampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono tiba di Pulau Mansinam, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, Minggu (24/8/2014) pagi. Di Pulau Mansinam ini, Presiden SBY dijadwalkan meresmikan situs perkabaran injil berupa patung Yesus Kristus setinggi 30 meter.

Selain meresmikan situs perkabaran injil itu, Presiden SBY juga dijadwalkan meresmikan sejumlah proyek di Papua Barat, baik yang dibiayai APBD maupun APBN, termasuk pabrik petrokimia di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Teluk Bintuni, yang telah dirancang sejak 2010 dengan basis industri petrokimia.

Bagi SBY, kunjungan ke Manokwari ini merupakan yang kedua selama menjabat sebagai Presiden RI. Sebelumnya, pada 2009, Presiden SBY telah berkunjung ke Pulau Mansinam. Saat itu, SBY berjanji akan membantu pembangunan situs pekabaran injil ini, dengan harapan Pulau Mansinam menjadi daerah tujuan wisata religi, dan untuk mengenal nilai-nilai sejarah dan religi pada masyarakat Papua.

Saat tiba di Pulau Mansinam, Presiden SBY disambut guyuran hujan lebat, sebagaimana saat Presiden tiba di Pantai Waisai Torang Cinta (WTC), Raja Ampat, Papua Barat, Sabtu (23/8/2014) pagi, untuk membuka Sail Raja Ampat 2014.

Peresmian situs perkabaran injil Patung Yesus Kristus itu, tampak dihadiri, antara lain, oleh Menko Perekonomian Chairul Tanjung, Menteri Perindustrian MS Hidayat, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menparekraf Mari Elka Pangestu, Mensesneg Sudi Silalahi, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya, dan Menteri Perhubungan EE Mangindaan.



Editor : Sandro Gatra
Sumber: setkab.go.id

Inilah Situs Pekabaran Injil Simbol Toleransi Islam-Kristen di Mansinam Manokwari

Pulau Mamsinam, Manokwari, Papua Barat (Istimewa/Divebuddy.com) 
Pulau Mamsinam, Manokwari, Papua Barat (Istimewa/Divebuddy.com)

Solopos.com, MAMSINAM — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY dan Ibu Negara Ani Yudhoyono meresmikan situs Pekabaran Injil di Pulau Mansinam, Papua Barat, Minggu (24/8/2014). Mereka menempuh perjalanan sekitar 10 menit menggunakan KRI Sampari 628 dari Pelabuhan Peti Kemas Manokwari. Apa istimewanya tempat ini?

Antara melaporkan Presiden SBY meresmikan situs Pekabaran Injil dengan patung Kristus Raja dan tugu peringatan kedatangan utusan Zending yang pertama pada 1855 itu. Beberapa pejabat yang mendampingi antara lain Gubernur Papua Barat Abraham Octavianus Atururi, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, dan Menteri Perhubungan EE Mangindaan.
Pulau Mansinam di Manokwari, Papua Barat, menjadi tempat bersejarah bagi rakyat Papua. Sebab, di pulau inilah pertama kalinya ajaran Injil disebarkan oleh dua pendeta asal jerman, Carl William dan Goltlob Geisller (Ottow dan Geisller).

Dikutip dari berbagai sumber oleh Detik, sebelum tiba di Pulau Mansinam, Ottow dan Geisller lebih dulu masuk ke Indonesia melalui Jakarta yang saat itu disebut Batavia pada 7 Oktober 1852. Kemudian pada 30 mei 1854, mereka tiba di Ternate untuk belajar dan memperdalam bahasa melayu serta belajar mengkaji berbagai informasi tentang Papua.

Mereka kemudian menerima surat jalan dari Sultan Tidore yang merupakan salah satu kerajaan Islam di nusantara. Sultan memberikan surat Izin bagi mereka bahkan memerintahkan kepada para kepala suku untuk melindungi dan menolong mereka jika mereka kekurangan makanan.

Pada tanggal 12 Januari 1855 bertolaklah mereka dari Dermaga Ternate, menumpang Kapal menuju Pulau tujuan mereka Mansinam. Setelah melewati perjalanan laut selamat 25 hari, pada 5 Februari 1855 kapal mereka membuang sauhnya untuk berlabuh di teluk Doreri.

Peristiwa tersebut menjadi sebuah nilai toleransi antara umat muslim dan kristiani saat itu. Sehingga Pulau Mansinam menjadi simbol harmoni dan toleransi umat beragama yang sudah dibangun sejak dulu.

“Toleransi beragama yang bisa dijadikan contoh bagi masyarakat baik nasional ataupun internasional, juga sebagai sarana pendidikan bagi generasi muda baik di Tanah Papua maupun di Indonesia. bahwa toleransi sudah dibangun di Tanah Papua sejak lama oleh saudara saudara muslim dan kristiani,” tutur Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai saat berbincang dengan detikcom di Pulau Mansinam, Sabtu (23/8/2014).

Di tanah pertama mereka injakkan kaki di Pulah Mansinam, dibangunlah sebuah prasasti sebagai simbol kedatangan mereka. Di lokasi ini terdapat sebuah Prasasti Salib besar setinggi kurang lebih 6 meter.

Dibelakangnya terdapat relief gambar-gambar yang menceritakan soal kedatangan mereka yang disambut oleh warga setempat. Ada juga empat patung perunggu keduanya yang masing-masing menghadap ke laut dan ke arah Salib.

Di bagian bawah kaki prasasti, terdapat tulisan tangan mereka yang tertulis ‘Soli deo Gloria. De Eerste Zendelingen van Nederlandsch Nieuw Guinee C.W. Ottow En J.G. Geissler Zyn Hier Geland op 5 Februari 1855′. Di sisi lainnya, ada terjemahan dalam bahasa lokal. Artinya, kurang lebih, Zending pertama untuk Papua Ottow-Geissler tiba di sini 5 Februari 1855.

Selain meresmikan situs Pekabaran Injil di Mansinam, Presiden SBY juga meresmikan secara simbolis sejumlah infrastruktur pekerjaan umum seperti pembangunan Sea Wall di Pantai WTC Raja Ampat, embung dan jaringan pipa transmisi air baku peternakan di Kabupaten Fakfak. Selain itu, SBY juga meresmikan bangunan sabo pengendali sedimen bencana Wasior Manokwari, Bendungan Waroser dan pemecah ombak pengaman pantai Mansinam.

Presiden juga meresmikan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) distrik Kota Raja Ampat, penataan Pantai WTC , peningkatan kualitas pemukiman kawasan Pasar Ikan WTC, Kampung WTC dan Pesisir Pantai WTC, SPAM Pulau Mansinam, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Pulau Mansinam, SPAM distrik Aimas Sorong.

Di samping itu, diresmikan pula peningkatan struktur jalan lingkar Raja Ampat, peningkatan struktur jalan lingkar Waisai, pembangunan sistem penyediaan air minum distrik Skamto dan Arsi, Kabupaten Keerom, Provinsi Papua. Seusai meresmikan situs Pekabaran Injil di Pulau Mansinam, Presiden akan menuju Biak dari Bandara Rendani Manokwari.

Editor:  

Aug 23, 2014

SBY Berjasa Untuk Situs Mansinam

Sabtu, 23 Agustus 2014 09:04


Susilo Bambang YudhoyonoMANOKWARI — Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus diakui berperan besar dalam proses revitalisasi situs rohani pulau Mansinam.  Pasalnya, Presiden RI ke-6 ini yang menginisiasi dimulainya pembangunan dan  penataan kawasan situs bersejarah itu dengan menginstruksikan sejumlah kementerian teknis terlibat langsung di dalamnya. Dana ratusan miliar pun dikucurkan dari APBN untuk membangun Mansinam hingga menjadi seperti yang tampak sekarang.

SBY juga menjadi presiden RI pertama yang menginjakkan kaki di pulau yang menjadi gerbang peradaban baru orang Papua itu tepatnya pada 2009. Tidak heran, SBY pun ditahbiskan sebagai orang yang paling tepat meresmikan situs Mansinam, tidak hanya dalam kapasitasnya sebagai kepala negara tetapi juga sebagai pribadi. Dan sedianya, presiden SBY akan meresmikan situs Mansinam, pada besok hari.

Bupati Manokwari Dr. Bastian Salabai menilai, kesediaan presiden SBY meresmikan situs bersejarah itu merupakan bentuk penghargaan negara kepada orang Papua. Dalam perspektif rohani, bupati meyakini, Tuhan akan memberi balasan  setimpal kepada presiden SBY bersama keluarga karena telah datang meresmikan situs religi itu.

Keyakinan itu terilhami dari nubuat yang disampaikan zendeling Izhak Semuel Kijne yakni, ‘Barang siapa bekerja dengan jujur dan dengar-dengaran di atas tanah ini, dia akan memperoleh tanda heran yang satu ke tanda heran yang lain.’

“Mansinam adalah situs pekabaran Injil yang menjadi gerbang peradaban baru bagi orang Papua. Dia akan datangkan berkat jasmani dan rohani. Ketika presiden SBY meresmikan, beliau dia akan diberkati Tuhan, itu keyakinan rohani di tanah Papua, “ kata bupati di sela-sela peninjauan kerja bakti PNS membersihkan jalan utama kota, Jumat pagi. Salabai juga meyakini, Mansinam yang juga merupakan situs budaya akan menjadi saluran berkat bagi siapapun yang bekerja dengan jujur, tulus dan penuh dedikasi dalam profesinya masing-masing di seluruh wilayah

Papua. “Dia (SBY) akan mendapat berkat Tuhan untuk mengakhiri masa jabatannya, akan berikan berkat sosial dalam bentuk karir yang baik dan kesehatan kepada SBY, juga kepada semua PNS dan masyarakat, juga PNS, Pemda dan TNI/Polri, keluarganya, nasib dan masa depannya akan diberkati Tuhan. Dan semua akan jadi berkat untuk semua orang di Papua, “ tandas bupati yang juga seorang pendeta ini.

Seperti diketahui, pulau Mansinam memiliki arti penting bagi orang Papua. Di sini lah Injil, kitab suci umat Kristen, pertama kali diperdengarkan oleh dua misionaris Eropa, Ottow dan Geissler, 5 Februari 1855. Masuknya Injil menjadi tonggak pembaharuan bagi Papua.

Berkat Injil, orang Papua akhirnya beralih dari kehidupan lama yang diliputi ‘kegelapan’ menuju kehidupan baru yang penuh ‘terang,’ tidak hanya dalam dimensi rohani tetapi juga dalam aspek sosial dan aspek kehidupan lainnya. Alasan inilah yang mendasari lahirnya julukan Mansinam sebagai gerbang peradaban baru orang Papua. Mansinam kini tidak hanya menjadi milik orang Papua atau umat Kristen semata, tetapi menjadi situs lintas agama, budaya dan bangsa.

Sesuai pantauan, sehari menjelang kedatangan RI-1, kota Manokwari mulai tampak bersih dan rapi. Jalan-jalan utama kota mulai dipercantik. Selain dibersihkan dari sampah dan rumput liar, median jalan serta dinding trotoar pun dicat sehingga lebih kinclong. Jalanan juga tampak lebih semarak karena dipenuhi umbul-umbul dan bendera.

Kemarin, PNS Pemkab Manokwari bersama sejumlah elemen masyarakat turun lapangan membersihkan jalan-jalan utama terutama ruas yang akan dilalui presiden mulai dari Bandar udara Rendani hingga ke dalam kota. Bupati pun berharap, masyarakat ikut berpartisipasi menjaga kebersihan kota.

“Sehingga ketika presiden datang ke Manokwari dia lihat Manokwari ini aman, bersih indah dan menarik, “ kata Salabai. (sera/don/l03)

Aug 17, 2014

INDONESIA UNTUK SEMUA: TANTANGAN DALAM HALUAN PEMBANGUNAN NASIONAL




(Artikel ini dimuat di Jurnal Negarawan, Sekretariat Negara 2014)

Tahun 2014 adalah tahun politik. Sebuah masa yang ditandai oleh prosesi demokrasi untuk perubahan kepemimpinan nasional, baik Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, termasuk sirkulasi elit nasional di arena legislatif, baik di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Tahun ini adalah tahun transisi politik baik transisi dari aspek figur nasional, pendekatan mengelola negara, maupun pilihan kebijakan pembangunan nasional. Transisi ini tidaklah dimaknai keterputusan dari masa sebelumnya, namun transisi dimaknai sebagai keberlanjutan dan penyempurnaaan menuju Indonesia yang lebih baik.

            Tahun politik yang ditandai dengan masa kampanye baik Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden telah kita lalui. Sejauh ini kita telah berhasil menjalani tahapan demi tahapan berdemokrasi dengan aman, lancar, dan damai. Langkah demi langkah sejak Januari 2014  hingga Agustus 2014 memberikan pesan kepada dunia internasional bahwa Indonesia layak dijuluki sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Sejumlah pemimpin dunia memberikan apresiasi atas keberhasilan Indonesia di dalam mengelola prosesi pesta rakyat ini. Pemimpin dunia menegaskan bahwa rakyat Indonesia menunjukkan komitmennya terhadap demokrasi. 

            Dari sisi prosedur demokrasi yang kita jalani saat ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden 2014 nomor urut dua saudara Joko Widodo dan Jusuf Kalla dengan perolehan suara 70.997.833 suara atau 53,15 dari total suara sah nasional. Sedangkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, saudara Prabowo Subianto dan Hatta Radjasa memperoleh suara sebanyak 62.576.444 suara atau 46,85 persen. Prosesi demokrasi in masih berlanjut di arena hukum di Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan demikian, rakyat Indonesia masih menanti keputusan MK untuk menetapkan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia masa bakti 2014-2019.

MENGELOLA VISI NASIONAL DI ERA YANG BERUBAH 

Setiap era kepemimpinan nasional, Presiden Republik Indonesia, menghadapi tantangan sesuai zaman, dan memiliki gaya, pemikiran, dan strategi tersendiri di dalam mengelola Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).  Presiden Soekarno hadir di zaman perjuangan kemerdekaan dan berhasil membangun fondasi bernegara. Presiden Soeharto hadir dengan memadukan stabilitas politik, pembangunan, dan pemerataan. Trilogi Pembangunan menjadi narasi besar dalam kepolitikan Orde Baru. Mundurnya Presiden Soeharto setelah berkuasa selama 32 tahun telah membawa perubahan besar di Indonesia hampir di segala bidang.  Kita telah menyaksikan UUD 1945 telah diamandemen sebanyak empat kali dan diikuti dengan munculnya berbagai undang-undang turunannya.  Walaupun ekonomi Orde Baru menunjukkan  prestasi yang baik, tetapi Orde Baru juga ditandai dengan berbagai permasalahan mendasar.

Di era reformasi pasca 1998 Presiden B.J Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, dan Presiden Megawati Soekarnoputri memiliki komitmen  dalam menata transisi politik, termasuk mengelola konflik di berbagai daerah. Dalam sepuluh tahun terakhir, sejak 2004 hingga 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah membawa Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi baru di dunia, telah melanjutkan tradisi demokrasi yang semakin terkonsolidasi, dan telah menguatkan profil Indonesia sebagai ‘regional power, global player’.
 
            Ke depan, Presiden dan Wakil Presiden terpilih membawa amanah rakyat untuk membawa Indonesia yang lebih baik dari dari apa yang telah diletakkan oleh Presiden SBY. Saat ini kita telah memiliki Visi Nasional Indonesia Tahun 2005 – 2025, yang telah ditegaskan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional. Visi Nasional itu, yakni Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur. Ini bukan Visi Nasional yang ditetapkan oleh Presiden semata, namun ini adalah Visi Nasional yang telah disepakati oleh para wakil rakyat di DPR dan Pemerintah dalam payung UU No. 17 Tahun 2007.  Harapannya, di tahun 2025, kelembagaan demokrasi semakin mantap, peran masyarakat sipil semakin kuat, kualitas desentralisasi dan otonomi daerah semakin kuat, media dan kebebasan media yang bertanggungjawab, struktur hukum dan budaya hukum semakin baik dan penegakkan hukum yang adil, konsekuen, tidak diskriminatif dan memihak pada rakyat kecil.

Setiap langkah dalam perjalanan politik Indonesia memiliki catatan positif maupun catatan pekerjaan rumah yang harus dibenahi. Konstruksi ketatanegaraan dan sistem distribusi kekuasaan ini terkait dengan pilar negara kita Undang-Undang Dasar 1945. Perubahan UUD 1945 yang dilaksanakan  sebanyak empat kali telah mengubah dasar-dasar konsensus dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, baik pada tataran kelembagaan negara maupun tataran masyarakat sipil. Hadirnya perubahan UUD 1945 ini akhirnya memberikan ruang bagi terbitnya berbagai peraturan dan perundang-undangan di bidang politik sebagai upaya dalam merumuskan format politik baru Indonesia. Perubahan ini memberi peluang bagi pengawasan dan penyeimbangan kekuasaan politik, namun tidak jarang penataan kelembagaan ini menimbulkan konflik-konflik kepentingan. 

Redistribusi kekuasaan dalam konstruksi kenegaraan kita ini, sebenarnya memberikan pesan bahwa Presiden tidak lagi memegang kekuasaan yang absolut dan Presiden tidak menjadi kekuatan tunggal di dalam menentukan arah perjalanan politik bangsa. Disinilah, ada distribusi peran dan tanggungjawab diantara lembaga-lembaga negara, dan semua pemangku kepentingan untuk memajukan arah pembangunan nasional.

JEJAK LANGKAH PRESIDEN SBY:  “REVOLUSI DIAM-DIAM” (SILENT REVOLUTION)

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendapat amanah di tengah situasi transisi yang tidak gampang. Dalam pidato perdana di Istana Merdeka, pada 20 Oktober 2004, Presiden SBY menegaskan bahwa “bagi pendiri bangsa, tantangan terbesar adalah membebaskan bangsa dan rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan. Bagi generasi kita tantangan terbesar adalah membebaskan rakyat dari kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan secara khusus, memperkuat proses konsolidasi demokrasi, serta menuntaskan agenda reformasi”. 

Selanjutnya, Presiden SBY mengatakan kepada publik bahwa, “Dalam beberapa bulan mendatang, Pemerintahan akan mencurahkan perhatian untuk menata masalah-masalah dalam negeri. Pemerintah akan menstimulasi kehidupan ekonomi. Pemerintahan akan menjalankan ekonomi terbuka. Pemerintahan akan memprioritaskan dan menata kebijakan di bidang pendidikan dan kesehatan. Pemerintahan akan terus meningkatkan produktifitas dan daya saing dan menggalakkan investasi untuk pembangunan infrastuktur. Pemerintahan akan memberi perhatian khusus dalam penanganan korupsi. Pemerintahan akan memberi perhatian khusus terhadap penanganan situasi konflik di Aceh dan Papua. Pemerintahan akan memberikan perhatian khusus pada desentralisasi dan otonomi daerah…insya Allah, dengan kebersamaan dan kerja keras kita, kita akan mampu mewujudkan kondisi Indonesia yang lebih baik, lebih aman, lebih adil, dan lebih sejahtera”.

Dalam memulai pemerintahan SBY sejak 2004, Presiden SBY meletakkan kepemimpinannya ke dalam 2 Strategi Dasar. Pertama, Strategi Penataan Kembali Indonesia yang diarahkan untuk menyelematkan sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan konsensus dasar kita, yakni Pancasila, UUD 1945, tetap tegaknya NKRI, dan tetap berkembangnya pluralisme dan keberagaman dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika. Kedua, Strategi Pembangunan Indonesia  yang diarahkan untuk membangun Indonesia di segala bidang guna pemenuhan hak dasar rakyat dan penciptaan landasan pembangunan yang kokoh.

Dalam kepemimpinan Presiden SBY selama hampir satu dasawarsa ini, Indonesia telah melakukan “revolusi diam-diam” (silent revolution) dalam berbagai aspek kehidupan.  Silent revolution itu hadir dalam konteks perubahan budaya hingga perubahan struktural dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan. 

Dalam suatu kesempatan, Presiden SBY pernah bercerita perihal mosaik Reformasi Gelombang Pertama, yang pernah berkembang lima skenario yang bisa terjadi di Indonesia. Yang pertama, ada ramalan bahwa Indonesia akan mengalami “balkanisasi”. Skenario kedua, melihat Indonesia berubah menjadi negara Islam bergaris keras, karena munculnya sentimen keagamaan yang ingin meminggirkan ideologi Pancasila. Skenario ketiga, Indonesia akan berubah menjadi negara semi otoritarian yang arahnya tak jelas. Skenario keempat justru melihat Indonesia berjalan mundur, kembali memperkuat negara otoritarian. Dan hanya sedikit yang meramalkan bahwa Indonesia bisa menjalankan skenario kelima, yaitu menjadi negara demokrasi, terlebih lagi negara demokrasi yang stabil dan terkonsolidasikan. 

Setelah sepuluh tahun berjalan, 2004 – 2014, ternyata rakyat Indonesia telah berjalan menjadi negara demokrasi yang stabil dan terkonsolidasi. Di awal pemerintahannya, Presiden SBY mengubah paradigma dan strategi pembangunan nasional.  Ketiadaan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) di era reformasi telah mendorong Presiden SBY untuk menghadirkan UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005 – 2025.  Presiden SBY pernah menyampaikan agar pikiran-pikiran besar digali dan dirumuskan ke dalam strategi pembangunan yang sesuai konteks Indonesia.  Ekonomi Indonesia memadukan pendekatan sumber daya (resources), pengetahuan (knowledge), dan budaya (culture). Pertumbuhan ekonomi yang dianut adalah pertumbuhan disertai pemerataan, growth with equity, agar benar-benar membawa rasa adil.

Hari ini Indonesia telah berjalan di rel demokrasi yang semakin berkelanjutan (sustainable democracy). Demokrasi juga hadir menghargai identitas sosial yang majemuk.  Jejak langkah Presiden SBY tampak juga di Aceh, Yogyakarta, dan Papua. Konflik Aceh yang panjang dapat ditransform ke ruang demokrasi yang damai dalam payung UU No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh. Yogyakarta juga memasuki era baru dengan hadirnya UU No. 13/2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Ruang demokrasi lokal yang berbasis budaya dan kebijakan sosial-ekonomi juga didorong secara intensif di Papua dan Papua Barat. Bahkan, ketika berpidato pada 16 Agustus 2013, Presiden SBY menyatakan bahwa pemerintah sedang merancang formula Otonomi Khusus yang memberikan nilai tambah dan terobosan baru untuk kemajuan dan kemuliaan Papua. Maksudnya, kebijakan baru Otonomi Khusus Plus untuk Papua.

Dimensi kewilayahan ini juga mendapat perhatian. Hal itu tampak dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014. Presiden SBY mendorong percepatan pembangunan wilayah-wilayah di luar Pulau Jawa, sambil menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa. Sejalan dengan itu,  diluncurkan pula Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Tahun 2011-2025. Melalui MP3EI, pendekatan terobosan (breakthrough), tidak ‘business as usual’, dan kebijakan terpadu (integrated policy) dilakukan dalam pengembangan 6 koridor ekonomi wilayah, konektifitas wilayah, dan sumber daya manusia.  

Ke depan kita harus memperkuat ekonomi dalam negeri yang berdimensi kewilayahan, dengan pertumbuhan ekonomi yang tersebar di seluruh tanah air. Daerah-daerah menjadi kekuatan ekonomi lokal. Dan, menariknya,  ekonomi nasional dilandasi oleh mekanisme pasar untuk efisiensi, tetapi juga memberikan ruang bagi peran pemerintah yang tepat untuk menjamin keadilan. Disinilah, strategi pro-pertumbuhan, pro-lapangan kerja, pro-rakyat miskin, dan pro-lingkungan diletakkan dalam kerangka pembangunan nasional.

Di mata dunia internasional, Indonesia disebut sebagai “remarkable Indonesia” – bangsa yang dinilai berhasil dalam mengatasi krisis dan tantangan yang berat dan kompleks dalam 10 tahun terakhir ini. Indonesia hadir sebagai “an emerging country”, dan dipandang sebagai negara demokrasi terbesar setelah Amerika Serikat dan India. Dalam hal hubungan internasional, sejak 20 Oktober 2004 Presiden SBY telah menyapa sahabat-sahabat Indonesia di dunia internasional dimana Indonesia tetap berpegang teguh pada politik bebas aktif, memajukan perdamaian, meningkatkan kesejahteraan, dan membela keadilan. Indonesia akan terus tumbuh menjadi bangsa yang demokratis, terbuka, modern, pluralistik dan toleran. 

Arah kebijakan dasar luar negeri itu kembali ditekankan dalam pidato awal jabatan di Gedung MPR, pada 20 Oktober 2009.  Saat itu, Presiden SBY menyampaikan kepada dunia internasional bahwa Indonesia akan terus menjalankan politik bebas aktif,  memperjuangkan keadilan dan perdamaian dunia, dan  mengobarkan nasionalisme yang sejuk, moderat dan penuh persahabatan, dan sekaligus mengusung internasionalisme yang dinamis.  “All directions foreign policy”, “a million friends and zero enemy”, menjadi arah baru dalam hubungan luar negeri.
 
Komitmen Presiden SBY di awal pemerintahannya tahun 2004 dan Oktober 2009  dilaksanakan secara konsekuen. Indonesia aktif dalam menggerakkan negara-negara dalam agenda perubahan iklim, aktif  mempromosikan pendekatan ‘growth with equity’ di berbagai forum G-20 maupun APEC, serta aktif mempromosikan kerukunan antar peradaban, maupun aktif mempromosikan konsep keseimbangan yang dinamis (dynamic equilibrium) dalam arsitektur dunia baru.  Pada aspek hubungan bilateral, Presiden SBY mendorong adanya kemitraan komprehensif  (comprehensive partnership) maupun kemitraan strategis (strategic partnership) dengan berbagai negara. Salah satu peran penting dalam promosi nilai demokrasi adalah dengan menggelar Bali Democracy Forum (BDF). Misalnya saja, di tahun 2013, tema yang diangkat dalam BDF adalah Consolidating Democracy in Pluralistic Society.
 
Indonesia juga mendapat kehormatan dari dunia, dimana Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan amanah kepada Presiden SBY untuk memimpin High Level Panel of Eminent Persons on the Post-2015 Development Agenda.  Sebagai pengganti Millenium Development Goals (MDGs),  pada tanggal 31 Mei 2013 Presiden SBY telah menyerahkan dokumen ‘A New Global Partnership: Eradicate Poverty and Transform Economies Through Sustainable Development’ kepada Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-Moon.  Kepercayaan kepada Indonesia adalah bukti kepemimpinan Indonesia di dalam mewujudkan tatanan dunia yang lebih baik, damai, adil, dan demokratis.  

Namun, sebagai renungan ke depan, Presiden SBY mengingatkan kita semua agar semua prestasi yang telah dicapai dalam 10 tahun terakhir ini, janganlah membuat kita lengah, lalai, apalagi besar kepala. Pekerjaan besar kita masih belum selesai. Ibarat perjalanan sebuah kapal, ke depan, kita akan mengarungi samudra yang penuh dengan gelombang dan badai. 

Kita semua menyadari bahwa menjadi Presiden di negara multi-etnik, negara yang baru keluar dari krisis nasional seperti Indonesia tidaklah gampang. Tidaklah semudah membalikkan tangan untuk membawa Republik Indonesia ke arah yang lebih baik. Seiiring dengan tantangan itu, kita semua harus tetap optimistik, semangat harus bisa (can do spirit), dan bersatu membangun bangsa. 

TANTANGAN KE DEPAN

Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang akan dilantik pada tanggal 20 Oktober 2014 mengemban amanat yang tidak ringan. Apa yang telah dicapai dan diletakkan oleh Presiden SBY, adalah kekuatan, sekaligus modal bagi Presiden dan Wakil Presiden baru. Banyak prestasi yang telah dicapai. Namun, ada juga pekerjaan rumah yang harus dibenahi.  Tugas mulia dari seluruh anak bangsa adalah melanjutkan apa-apa yang telah baik di era Presiden SBY, dan kemudian menata dan memperbaiki pekerjaan rumah yang belum selesai. Haluan pembangunan nasional telah ditegaskan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005 – 2025.

Kita semua meyakini bahwa saat ini Indonesia telah berjalan di rel yang benar di dalam memilih demokrasi. Satu hal yang perlu dicamkan oleh Presiden dan Wakil Presiden baru bahwa Presiden tidak menjadi kekuatan tunggal yang hegemonik. Kekuasaan telah terdistribusi, baik  ke samping maupun ke bawah. Artinya, kekuasaan tersebar ke legislatif dan lembaga-lembaga negara lainnya. Kekuasaan juga terdistribusi ke partai-partai sebagai kekuatan politik yang pluralis dalam sistem multi-partai. Demikian pula, pilihan atas desentralisasi dan otonomi daerah menandai kekuasaan pusat yang terdistribusi ke daerah-daerah. 

Narasi kepolitikan seperti ini memberikan makna bahwa Presiden tidak menjadi faktor tunggal dan dominan. Untuk itu, pembangunan bangsa dan negara ini menjadi agenda kolektif dari semua komponen bangsa.  Presiden hadir untuk memberikan haluan pembangunan, dan sebaliknya, semua anak bangsa bahu membahu untuk mewujudkan tujuan dan sasaran negara ini. Tugas Presiden baru adalah memperkuat desain pemerataan pembangunan ke seluruh pelosok Tanah Air. Salah satu komitmen itu melalui pembangunan yang berdimensi kewilayahan.  Kesejahteraan dan keadilan di desain dalam konteks percepatan pembangunan wilayah luar Jawa, sambil tetap menjaga momentum pembangunan di Pulau Jawa. Kebijakan kewilayahan ini diikuti dengan komitmen desentralisasi fiskal yang semakin mengalir ke daerah-daerah.

Presiden baru akan mengelola negara yang majemuk. Di tengah-tengah kemajemukan bangsa, baik etnik, suku, agama, identitas budaya, bahkan warna politik, maka wajib hukumnya bagi Presiden dan Pemerintahan baru hadir untuk memuliakan jatidiri dan martabat dari semua anak bangsa. INDONESIA UNTUK SEMUA ADALAH KOMITMEN BERSAMA KITA yang merupakan haluan bagi pembangunan nasional.

Aug 12, 2014

Staf Presiden Optimistis Jokowi Wujudkan Pembangunan Kawasan Timur

Joko Widodo menyapa sejumlah warga ketika berkunjung ke Kampung Hebeaibulu, Yoka, Distrik Heram, Kota Jayapura, Papua, Kamis (5/6/2014) - ANT/Widodo S Jusuf 
 Joko Widodo menyapa sejumlah warga ketika berkunjung ke Kampung Hebeaibulu, Yoka, Distrik Heram, Kota Jayapura, Papua, Kamis (5/6/2014) - ANT/Widodo S Jusuf

Metrotvnews.com, Jakarta: Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla diperkirakan bakal mengubah strategi pembangunan yang dijalankan selama ini. Pernyataan Jokowi saat kampanye yang menyebutkan bakal memberi perhatian terhadap Papua merupakan sinyal bahwa wilayah timur di Indonesia bakal mendapat porsi yang merata.

"Janji tersebut sangat menarik. Apalagi selama ini Papua dan wilayah timur Indonesia lainnya kurang mendapat perhatian dari pusat," ungkap Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai, di Jakarta, Kamis (7/8/2014).

Saat berkampenye di Papua, Jokowi mengungkapkan, kedatangannya bukan untuk mencari suara, melainkan untuk menunjukkan pentingnya arti Papua. "Betapa pentingnya Papua bagi Indonesia. Ini bukan masalah suara, ini masalah perhatian. Ini masalah simbol bahwa Papua sangat penting di Indonesia," kata Presiden Terpilih 2014 itu.

Velix berharap pernyataan Jokowi tersebut sekadar janji politik saat kampanye. Sebab, apabila diimplementasikan, dirinya meyakini pengembangan kawasan industri di luar Jawa bisa diwujudkan. "Sehingga redistribusi pendapatan nasional bisa dinikmati seluruh anak negeri ini," ujarnya.

Walaupun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum membentuk tim transisi pemerintahan, Velix mengaku sudah melakukan pembicaraan dengan tim Jokowi terkait pembangunan kawasan. Pembicaraan strategi pembangunan regional itu berbasis kawasan atau kewilayahan.

"Dengan demikian aspek lokal dalam pembangunan bisa diperhatikan. Namun detail pembicaraan resmi baru dilakukan usai putusan Mahkamah Konstitusi mengenai sengketa Pilpres 2014," ungkapnya.

Selain itu, ia berharap ego sektoral yang terjadi dalam pembangunan selama ini bisa segera diminimalisir. "Sehingga pembangunan yang dilakukan lebih terintegrasi dan tidak tumpang tindih," pungkasnya.

Aug 7, 2014

Giliran Jaringan Nasional Rilis 17 Nama Calon Menteri

Rabu, 06 Agustus 2014 , 22:42:00


JAYAPURA – Setelah MRP, KNPI dan beberapa lembaga masyarakat lainnya telah mengusulkan sejumlah nama untuk masuk dalam bursa kabinet Jokowi-JK, kini giliran Jaringan Nasional Indonesia Baru Koordinator Wilayah Papua dan Papua Barat yang berhubungan langsung dengan Jokowi Centre merilis 17 nama calon menteri.

“Data resmi yang kami peroleh dari Jokowi Centre ada 17 nama dan ini kami publish untuk masyarakat ataupun siapa saja bisa memberikan masukan mengenai rekam jejak 17 tokoh ini, yang jelas kami mempersilahkan masyarakat untuk memberikan penilaian,” Koordinator Jaringan Nasional Indonesia Baru Wilayah Papua dan Papua Barat, Yulianus Dwaa, SKM didampingi Ketua Pemuda Adat Papua, Decky Ofide S.Ip di Hola Plaza, Waena, Selasa (5/8).

Tujuh belas nama yang masuk dalam Jokowi Centre kata Yulianus yaitu Jansen Monim, ST, MM (Mantan Kadis PU Papua), Drs Frans Wanggai  (Mantan Rektor Unipa), Natalis Pigai (Aktifis HAM), DR Bert Kambuaya (Menteri Lingkungan Hidup), Dr Barnabas Suebu (Mantan Gubernur Papua), Velix Wanggai (Staf Khusus Kepresidenan), Drs Eduard Fonataba (Mantan Bupati Sarmi), Dr Constan  Karma (Mantan Wakil Gubernur Papua), Ir Marthen Kayoi (Mantan Kadis Kehutanan Papua), Michael Manufandu (Mantan Dubes), Fredi Numberi (Mantan Menteri), Jhon Wempi Wetipo (Bupati Jayawijaya), Komarudin Watubun (Ketua PDIP Papua), Demianus Idji (Ketua PDIP Papua Barat), Habel Melkias Suwae (Mantan Bupati Jayapura) dan Klemen Tinal (Wakil Gubernur Papua).
 
“Tugas kami adalah mengawal masukan yang disampaikan masyarakat hingga ke Jokowi Centre dan sesuai informasi yang kami peroleh memang hanya ada 2 kursi menteri untuk Papua dan 1 Wakil Menteri namun ini diluar Deputy maupun Dubes sehingga kami mendorong agar peluang ini tidak disia-siakan,” jelas Yulianus.

  Ia menangkap penyampaian Jokowi soal jabatan menteri ini harus disesuaikan dengan kemampuan menggarap potensi yang ada di daerahnya. Contohnya di Papua menonjol soal tambang dan hutan serta potensi  olahraganya, nah Jokowi kata Yulianus berkeinginan mencari sosok yang profesional untuk mendorong ini.
 
“Satu yang kami tangkap pastinya sosok tersebut harus benar-benar profesional dan enerjik. Maksud enerjik ini sepertinya masih memiliki semangat dan suka blusukan. Jokowi - JK tak mau kabinetnya hanya lebih banyak di kantor,” bebernya.
 
Yang tak kalah penting lainnya adalah pejabat yang diusulkan bebas dari KKN, sebab Jokowi juga telah memiliki nama soal pejabat yang diduga terlibat. “Jadi Jokowi ingin membentuk kabinet yang profesional, enerjik dan bebas dari KKN. Nah tokoh yang diusung ini juga harus masuk kriteria ini karena membawa moral dan nama baik daerah,” imbuhnya. 
 
Ditambahkan Decky Ofide bahwa nama-nama yang saat ini ramai diusulkan sebaiknya tidak dipolemikkan sebab Jokowi memiliki hak mutlak untuk memilih, masyarakat di Papua hanya mengusulkan namun ketika tak diterima maka keputusan itu juga harus diterima.
 Sementara Direktur salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat, Lakeda Institut, Agus Kambuaya menilai bahwa terlalu dini jika masyarakat Papua secara tergesa-gesa mengusulkan sejumlah nama. Kata pria yang juga menjadi dosen luar biasa di Uncen ini saat ini masih ada proses yang sedang berjalan dan belum menjadi  akhir sebuah proses. 
 
“Semua pasti tahu bahwa ada proses lanjutan di MK dan disana yang akan memutuskan apakah keputusan KPU diperkuat atau justru sebaliknya yang sama artinya bisa merubah hasil tersebut,” kata Kambuaya di Prima Garden Abepura. Karenanya ia tetap menganggap bahwa terlalu dini untuk mengusulkan nama-nama calon menteri dari kelompok kepentingan apapun itu.
 “Seharusnya semua selesai dulu tertama pada putusan MK, kemudian barulah diusulkan. Silahkan berargumen namun jangan salah kaprah, sebab masih ada gugatan dan sebaiknya masyarakat diminta menghormati proses ini,” ujarnya.

 Pria yang mengajar Ekonomi Politik Internasional dan Politik Luar Negeri – Indonesia melihat bahwa menjadi menteri bukan sekedar mengurus provinsi sebab ini tetapi menghadapi masalah yang lebih kompleks. Dan tidak sekedar berbicara tentang Papua namun juga harus mampu menyelesaikan persoalan di daerah lain. “Pertimbangan representasi iya,  tapi kualitas dan kapasitas juga harus dipikirkan,” tegasnya.
 
Lakeda juga berpendapat bahwa kalaupun memang diminta mengusulkan maka penilaian yang paling rasional adalah paling banyak hanya tiga dan inipun lebih pada jabatan Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal. “Pendapat kami seperti itu, paling banyak hanya tiga dan sebaiknya mendorong agar bisa menjadi Menteri  Pembangunan Daerah Tertinggal ataupun BUMN sebab selama ini banyak program strategis seperti UP4B, MP3I yang awalnya akan memperbaiki simpul khusus namun belum maksimal juga,” sarannya.
 
Namun terlepas dari semangat pengusulan ini, Agus menilai bahwa hal lain yang lebih penting adalah ada Otsus Plus yang bergulir namun belum sepenuhnya menjawab kebutuhan masyarakat. “Kesannya begini orang mau meninggalkan Otsus lama lalu menghadirkan Otsus plus namun tetap belum maksimal sehingga pikiran saya sebaiknya dikawal yang ada dulu jangan terlalu jauh berharap, apalagi saya pikir belum tentu nama -nama ini tidak semua murni dari masyarakat akar rumput melainkan klaim kelompok saja,” pungkasnya. (ade/fud)

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...