Aug 31, 2010

Presiden Evaluasi Otsus Papua Pasca Ramadhan


PDF Cetak E-mail
Selasa, 31 Agustus 2010 17:08(Bintang Papua)

Potret Kemiskinan di Papua. Meski Otsus Papua sudah 9 tahun, namun jumlah rakyat miskin di Papua dan Papua Barat masih menduduki urutan tertinggi di negeri ini. Ada apa?JAYAPURA—Mencermati dinamika politik di Papua akhir-akhir ini yang banyak menyoroti keberadaan UU 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Papua, lantaran dinilai gagal membawa perubahan dan peningkatkan kese­jahteraan bagi masyakat Papua, secara diam-diam mulai terekam oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Terkait dengan itu Presiden akan melakukan langkah-langkah penanganan masalah Papua secara komprehensif dengan melakukan eveluasi Otsus Papua maupun Papua Barat, dengan demikian Otsus yang sudah berjalan hampir 9 tahun ini, bisa benar-benar dirasakan masyarakat sesuai tujuan diberlakukannya Otsus tersebut.
Rencana evaluasi Otsus secara menyeluruh atas hal subtansial di Papua oleh Presiden RI Susilo Presiden RI, Susilo Bambang YudhoyonoBambang Yudhoyono ini, disampaikan langsung oleh tiga Staf Khusus Presiden SBY yang membidangi Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, masing masing Thanan Aria Dewangga, Velix Vernando Wanggai dan Moksen Sirfepa saat bertandang ke Kantor Redaksi Bintang Papua, Selasa (31/8), kemarin. Dalam kunjungan tim staf khsusus Presiden diterima oleh Wa­kil Piminan redaksi Daud Sonny.
Dalam pertemuan satu jam lebih itu, secara khusus terungkap keprihatinan Presiden SBY tentang penggunaan anggaran yang cukup besar setiap tahunnya digelontorkan ke Papua, namun belum membawa suatu perubahan peningkatan kualitas hidup yang membawa rakyat Papua asli menuju kesejahteraan.

Masalah substansial tadi telah membawa rakyat asli Papua pada masalah kemiskinan, sehingga presiden SBY yang diwakili ataf khususnya menilai adanya simpul simpul yang macet dalam pelaksanaan otsus, sehingga diperlukan pena­nganan khusus atau Grand Design untuk mengatasi masalah Otsus Papua secara komprehensif.” Perlu ada beberapa usulan yang bersifat solutif yang menarik untuk penataan Otsus, tidak hanya di tataran implementasi, tetapi juga di tararan formulasi kebijakan (policy formulation) yang bersifa konseptual,”katanya.
Dikatakan,Fokus Presiden SBY dalam memecahkan kemelut Otsus dengan memberikan perhatian pada peningkatan pangan, pengentasan kemiskinan, pendidikan dan kesehatan, infrastruktur wilayah dan penanganan affirmative Policy bagi pengembangan SDM Papua, dalam kerangka Otsus Papua.
Hal itu juga telah ditegaskan Presiden dalam pidato kenegaraannya pada HUT 17-an, bahwa menyelesaikan masalah substansial Papua yang pertama akan dilakukan dengan menjalin komunikasi yang konstrutif pasca Ramadhan nanti antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, DPRP dan MRP.
Ada empat kerangka yang menimbulkan masalah besar di Papua, sehingga Otsus dinilai gagal oleh kalangan tertentu, sehingga Presiden merasa perlu menata kembali kerangka anggaran Otsus Papua penataan dimulai dengan kembali menata strategi Pembangunan Daerah, menata strategi kelembagaan Pemerintahan Daerah dan menata kerangka Politik dan HAM terkait pasal- pasal yang mengatur keberadaan KOMNAS HAM, Pengadilan Adhoc Papua, Komisi Kebenaran dan rekonsiliasi, Partai Politik dan lambang lambang daerah yang jadi isu hangat dari waktu ke waktu.
Penataan keempat kerangka Otsus tadi sejak Pemberlakuan Otsus pada mulanya kurang memperhatikan Grand Designnya. Padahal Grand design ini memuat staregi-stretegi umum untuk rencana yang lebih konkret dan fokus untuk melaksanakan pasal dari Otsus Papua, termasuk jangka waktu, intitusi penang­gungjawab dan indikator pencapaiannya (performance indicator). Contohnya lima tahun pertama dan kedua capaian bidang Pendidikan ,kesehatan, ekonomi dan infrastruktur sudah sampai dimana capaiannya
Kemudian di dalam Grans design tersebut perlu ditekan­kan perlunya grand strategy pembanguan sektor-sektor utama, seperti pendidikan, kesehatan,ekonomi rakyat, dan infrastruktur wilayah dengan masa waktu 20 tahu ke depan.
Dikatakan, Grand Strate­gy ini multlak dimiliki oleh Pemprob maupun Pemprov Papa Barat sebagai acuan bagi semua pemangku kepentingan untuk memangun tanah Papua. Ini juga dilengkapi dengan aksi Action plan yang jelas dan terukur.
Target seperti lima tahun pertama sudah berapa banyak orang Papua asli yang menge­nyam pendidikan setingkat S1,S2, dan S3 sudah berapa banyak rumah sakit dibangun gunakan dana Otsus serta dokter yang ditempatkan di Rumah sakit rumah sakit yang pakai dana otsus
Dalam bidang Pendidikan, kesehatan, ekonomi dan infrastruktur yang tidak dievaluasi, setiap tahun dan jadi masalah hingga ketika gubernur ditanya rakyat, buktinya tidak dapat ditunjukkan. Oleh sebab itu grand Design sangat diperlukan agar indicator capaiannya dapat dilihat, yang sekarang, justru Otsus Papua yang berjalan sekarang adalah manual, mana kekhususannya, tidak ada terang staf ahli khusus Presiden.
Diterangkan Otsus yang diberlakukan di Papua tidak hanya dilihat dari dana saja, melainkan ada aspek aspek lainnya yang harus diperhatikan sekedar dana Otsus, contoh konkrit rasio untuk pendidikan ada 30 persen, sedangkan kesehatan 2 per­sen, sebenarnya hasil yang mau dicapai sudah berlipat, namun mengapa belum tercapai? Akan lebih spesifik lagi bila startegi pembangunan dan anggaran dilihat kembali pada aspek perencanaannya sehingga pelaksanaan Otsus Papua kedepannya bisa tertata baik.
Kemudian yang berikutnya tentang kewenangan pendanaan yang relatif besar, artinya kalau kita melihat Papua memiliki istilahnya ada dana perimbangan dae­rah, ada dana otonomi khusus itu selama 20 tahun. Pemerintah Provinsi Papua mendapat dana 2% dari Dana Alokasi Umum Nasional, itu cukup besar. Kemudian ada juga dana untuk pembangunan infrastructur, itu dana Otsus pembangunan infrastructur. Dimana tercatat sampai tahun 2008 saja misalnya, Provinsi Papua mendapat alokasi dana sekitar Rp 28 trilyun. Itu dana yang cukup besar dibandingkan dengan Propinsi-Propinsi lain, memang itu berbagai sumber dana.
Dana Otsus meningkat terus dari tahun 2002 pertama sekitar 1, 9 trilyun, kemudian tahun 2008 naik tercapai sampai 3,5 trilyun. Kemudian tahun 2009 ini 4,1 trilyun, tahun 2010 lebih besar lagi. Itu menunjukkan kenaikan sangat besar. Jadi mengalami proses kenaikan dana Otonomi Khusus setiap tahun. Pertama dari 1,9 trilyun sampai sekarang 4,2 trilyun dan ditambah sumber-sumber dana lain total sampai 2008, termasuk dana Otsus, sekitar 28 trilyun. Itukan polocy yang sudah berjalan. Tetapi persoalannya seberapa besar efektifnya Otsus ditingkat implementasi, itu yang jadi persoalan, seberapa efektif, bukan seberapa berhasil tapi seberapa efektif UU Otsus ini sudah dijalankan atau sudah seberapa besar korelasi terhadap kesejahteraan masyarakat Papua, ini yang mejadi pertanyaan.
Jadi ini bisa menimbulkan kekecewaan, kalau kita milihat akhirnya ba­nyak dikalangan masyarakat Papua, misalnya sejak tahun 2005, sebagian kelompok masyarakat menginginkan Otsus ingin dikembalikan ke Pusat. Kemudian 2008 juga ada demonstrasi Otsus mau dikembalikan ke Pusat dan terakhir menuntut refe­redum. Karena memang banyak persoalan-persoalan yang tidak dibenahi selama Otsus itu.
Untuk itu dengan ada­nya perhatian SBY dengan melakukan eveluasi Otsus masalah ini bisa teratasi, Semoga. (ven/don)

Aug 30, 2010

Jaga Wilayah Perbatasan Dengan Pendekatan Ekonomi

JAKARTA (30/8) Persoalan sengketa wilayah perbatasan antara Indonesia dengan negara lain memerlukan pendekatan baru, disamping pendekatan keamanan. Pendekatan tersebut berupa pengembangan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan warga di wilayah-wilayah yang digolongkan sebagai kawasan perbatasan. Dengan pendekatan baru tersebut, orientasi penjagaan kawasan perbatasan berubah orientasi dari inward looking (orientasi ke dalam) menjadi outward looking (orientasi ke luar).

Hal tersebut dikatakan oleh Staf Khusus Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai, di Jakarta, hari ini (30/8).

“Indonesia memiliki wilayah perbatasan yang terentang di 12 provinsi dan 38 kabupaten, termasuk 92 pulau kecil terdepan yang memiliki posisi strategis sebagai lokasi penempatan titik dasar dalam penentuan batas negara. Pendekatan ekonomi akan membuat kawasan berkembang lebih pesat, sehingga klaim negara lain atas titik-titik tertentu di wilayah pebatasan dapat dipatahkan,” katanya.

Menurut Velix, posisi kawasan perbatasan sebagai penanda atas kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan harus dapat berjalan beriringan dengan fungsi kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang dengan negara tetangga. Sebuah pintu gerbang, kawan-kawasan tersebut harus memiliki sarana dan prasarana yang layak serta beragam aktifitas ekonomi yang mendukung denyut nadi kehidupan warga di sekitarnya.

“Karena itu, Presiden menetapkan 20 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) yang tersebar di berbagai Provinsi perbatasan, antara lain PKSN Entikong dan PKSN Nunukan letaknya yang berbatasan dengan Malaysia, PKSN Sabang yang lokasinya berbatasan dengan Malaysia dan Thailand, PKSN Merauke yang posisinya berbatasan dengan Papua New Guinea, serta PKSN Atambua yang kedudukannya berbatasan dengan Timor Leste. Dalam lima tahun kawasan tersebut dikembangkan secara bertahap,” lanjut Velix Wanggai.

Pengembangan kawasan tersebut dilakukan sesuai amanat PP No 78 Tahun 2005 mengenai Pulau-Pulau Kecil Terdepan Dalam Pengelolaan Aspek Keamanan, Kesejahteraan, dan Lingkungan dan UU No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. UU itu menyebutkan, Presiden akan membentuk Badan Pengelola Perbatasan di tingkat nasional maupun daerah.

“Proses penyusunan Badan Pengelola Perbatasan yang paripurna hingga ke tingkat daerah masih terus dikonsolidasikan. Keberadaan kelembagaan yang mengurusi wilayah perbatasan akan memberikan jaminan bahwa pendekatan ekonomi di kawasan perbatasan dapat terlaksana dengan baik,” tandasnya.

Sementara itu, dalam Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan di Daerah Tertinggal, yang berlangsung Senin (30/8) di Jakarta, Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Helmy Faisal dan Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana Andi Arief menyepakati gagasan mengenai affirmative action (aksi afirmatif) terhadap kabupaten-kabupaten tertinggal, yang sebagian di antaranya berada di kawasan perbatasan. 27 dari 38 kabupaten yang memiliki kawasan perbatasan tergolong sebagai daerah tertinggal.

Dalam rapat tersebut, Bupati-Bupati di daerah tertinggal mengusulkan agar Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden mengenai Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal. Perpres tersebut diharapkan dapat menjadi payung hukum atas aksi afirmatif terhadap daerah tertinggal, khususnya dalam menggenjot pembangunan infrastruktur, memperbaiki fasilitas kesehatan dan pendidikan, serta meningkatkan sinergi program penanggulangan kemiskinan.

“Dalam waktu dekat, usulan mengenai Perpres tersebut akan kami sampaikan kepada Presiden agar dapat diprioritaskan,” ujar Andi Arief.

Aug 26, 2010

Pemerintah Tak Beri Tenggat Kapan APBD Klub Distop

Kamis, 26/08/2010 13:43 WIB
Arya Perdhana - detiksport


(Ilustrasi: AFP/Adek Berry)

Jakarta - Pemerintah tidak menetapkan tenggat waktu tertentu untuk klub sepakbola Indonesia berhenti mendapatkan dana dari APBD. Pertimbangannya, saat ini masih merupakan masa transisi.

Hal tersebut disampaikan oleh asisten khusus presiden RI Bidang pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai, dalam acara strategic policy discussion bertopik 'Meningkatkan Potensi Daerah Melalui Identitas Lokal dalam Olahraga Sepakbola'.

"Sekarang 'kan masa transisi ya. Kami menyadari masih ada kesulitan. Kami terus berusaha agar klub menaati PP," kata Velix di Gedung Wantimpres, Jl. Veteran, Jakarta, Kamis (26/8/2010).

Seperti diketahui, pemerintah lewat beberapa peraturan tertulis melarang klub-klub sepakbola menerima suntikan dana dari APBD. Aturan-aturan tersebut adalah Pasal 155 PP nomor 58 Tahun 2005; Peraturan Mendagri no 58 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; dan Permendagri no. 13 Tahun 2006 tentang pedoman Pengelolaan keuangan Daerah; serta Surat Mendagri no .903/187/SJ yang berisi pelarangan penggunaan dana APBD secara rutin bagi klub sepakbola.

"Tidak ada target (kapan klub bebas dari APBD--Red). Tapi teman-teman dari Kementerian Dalam Negeri terus melakukan sosialisasi dan komunikasi dengan klub-klub di daerah," imbuh Velix.

Saat ini, dari 18 klub di Liga Super Indonesia, cuma tiga klub yang bisa membiayai diri sendiri tanpa tergantung kepada APBD. Mereka adalah Arema Indonesia, Pelita Jaya dan Persib Bandung.

Velix juga menyampaikan arahan dari Presiden SBY yang meminta agar bantuan APBD untuk pembinaan olahraga tidak hanya disalurkan untuk klub sepakbola saja.

"Sepakbola 'kan cuma salah satu jenis olahraga yang pembiayaannya dibantu pemerintah. APBD tidak hanya untuk sepakbola, tapi juga buat olahraga lainnya," tandas Velix.

( arp / a2s )

Memprihatinkan Klub Sepak Bola masih Caplok Dana APBD

Kamis, 26 Agustus 2010 07:30 WIB
Penulis : Thalatie Yani

Memprihatinkan Klub Sepak Bola masih Caplok Dana APBD

Velix Wanggai --MI/Usman Iskandar/rj

JAKARTA--MI: Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai menyatakan prihatin dengan pengelolaan klub sepak bola yang mengandalkan dana anggaran pendapatan belanja daerah (APBD).

Padahal pemerintah telah melarang pembiayaan klub dengan APBD melalui Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Namun beberapa daerah di Indonesia hingga kini masih bersikukuh membiayai klub sepakbola masing-masing dari APBD.

"Banyak kota atau kabupaten menggunakan Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional sebagai dasar atas keputusan tersebut. Meskipun pemerintah daerah perlu mengalokasikan anggaran keolahragaan melalui APBD, hendaknya prioritas dana APBD tetap diarahkan pada pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan," kata Velix Wanggai dalam siaran pers yang diterima Media Indonesia di Jakarta, Rabu (25/8).

"Karena itu, kami berinisiatif mengumpulkan para pembina klub sepak bola dari berbagai daerah di Indonesia, guna mendiskusikan kebijakan pemerintah terkait dengan penggunaan dana APBD, serta mencari solusi strategis untuk pembiayaan klub sepakbola secara professional, dengan menggali potensi masing-masing daerah," ujar Velix.

Hal itu dilakukan dengan menggelar diskusi bertajuk Meningkatkan Potensi Daerah Melalui Identitas Lokal Dalam Olahraga Sepak bola pada Kamis (2/8). Pembina klub yang telah menyatakan diri hadir antara lain Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Jusuf, Wakil Gubernur Jawa Timur Syaifullah Yusuf, Wali Kota Jayapura, MR Kambu, serta wakil-wakil klub dari berbagai kabupaten dan kota. Di samping itu, Ketua Umum PSSI Nurdin Halid dan bakal calon ketua PSSI Arifin Panigoro juga telah menyatakan kesediaannya untuk hadir. (Rin/OL-2)

Bookmark and Share

Istana Kumpulkan Tokoh Sepakbola

Ada Nurdin Halid, Arifin Panigoro, Dede Yusuf, Syaifullah Yusuf, Kusnaeni & Ian Situmorang
Kamis, 26 Agustus 2010, 08:07 WIB
Arfi Bambani Amri (Viva News)

Andi Mallarangeng (kiri) dan Nurdin Halid (VIVAnews/Zika Zakiya)

VIVAnews - Siang ini, Staf Khusus Presiden bidang Pemerintahan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai mengundang tokoh-tokoh sepakbola berkumpul. Istana ingin membahas fenomena Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dipakai untuk membiayai klub sepakbola.

"Besok, Velix Wanggai mengundang pengurus PSSI, atlet, mantan atlet untuk berdiskusi sepakbola dan identitas lokal," kata Andi Arief, Staf Khusus Presiden Bidang Bencana Alam, di akun Twitternya, Rabu 25 Agustus 2010 kemarin. Menurut Andi, tokoh-tokoh yang akan hadir adalah Nurdin Halid, Syaifullah Yusuf, Arifin Panigoro, Dede Yusuf, Kusnaeni, Ian Situmorang, beberapa atlet dan pengurus PSSI.

Tokoh-tokoh seperti Dede Yusuf dan Syaifullah Yusuf diundang selaku pembina sepakbola daerah. Karena itu, selain mereka, juga akan hadir sejumlah pembina klub daerah seperti Walikota Jayapura MR Kambu.

Dalam siaran persnya, Velix menyatakan pengelolaan klub-klub sepakbola di tanah air sebagian besar masih mengandalkan dana APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah). Hal ini mengundang keprihatinan karena pemerintah telah melarang pembiayaan klub dari APBD melalui Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

“Banyak kota atau kabupaten menggunakan Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional sebagai dasar atas keputusan tersebut. Meskipun pemerintah daerah perlu mengalokasikan anggaran keolahragaan melalui APBD, hendaknya prioritas dana APBD tetap diarahkan pada pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan,” kata Velix Wanggai.

Menurut Velix, pemberlakuan Otonomi Daerah yang diikuti dengan pemberlakuan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, telah memberikan kesempatan pada kabupaten dan kota untuk menjalankan pembangunan berdasarkan lokalitas masing-masing. Namun, pembangunan olahraga lokal hendaknya tidak mengorbankan upaya-upaya yang terkait langsung dengan kesejahteraan masyarakat.

“Karena itu, kami berinisiatif mengumpulkan para pembina klub sepakbola dari berbagai daerah di Indonesia, guna mendiskusikan kebijakan pemerintah terkait dengan penggunaan dana APBD, serta mencari solusi strategis untuk pembiayaan klub sepakbola secara professional, dengan menggali potensi masing-masing daerah,” ujar Velix yang terhitung paman dari Immanuel Wanggai, pemain sepakbola nasional asal klub Persipura, Jayapura.

“Sepakbola merupakan olahraga dengan segmen pasar terluas di Indonesia. Pengembangan klub sepakbola secara profesional sangat dimungkinkan. Warna kedaerahan atau identitas lokal dapat menjadi brand untuk meningkatkan dukungan bagi klub dari sumberdaya lokal sehingga dapat memperkuat pilar-pilar sepakbola nasional dalam jangka panjang,” kata Velix.

Velix mencontohkan keberhasilan klub sepakbola kecil bernama Schalke 04 di daerah Gelsenkirchen, Jerman. Meski Gelsenkirchen hanya berpenduduk 269.000 orang dan luas kota yang hampir sama dengan Kota Bekasi, Schalke 04 mampu keluar dari segala keterbatasannya, menjadi mandiri dan bahkan berprestasi, menjadi salah satu pesaing berat Bayern Munich di Liga Jerman.

• VIVAnews

Pemerintah undang tokoh Sepak Bola



Supporter – Siang ini, Staf Khusus Presiden bidang Pemerintahan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai mengundang tokoh-tokoh sepakbola berkumpul. Istana ingin membahas fenomena Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dipakai untuk membiayai klub sepakbola.

“Besok, Velix Wanggai mengundang pengurus PSSI, atlet, mantan atlet untuk berdiskusi sepakbola dan identitas lokal,” kata Andi Arief, Staf Khusus Presiden Bidang Bencana Alam, di akun Twitternya, Rabu 25 Agustus 2010 kemarin. Menurut Andi, tokoh-tokoh yang akan hadir adalah Nurdin Halid, Syaifullah Yusuf, Arifin Panigoro, Dede Yusuf, Kusnaeni, Ian Situmorang, beberapa atlet dan pengurus PSSI.

Tokoh-tokoh seperti Dede Yusuf dan Syaifullah Yusuf diundang selaku pembina sepakbola daerah. Karena itu, selain mereka, juga akan hadir sejumlah pembina klub daerah seperti Walikota Jayapura MR Kambu.

Dalam siaran persnya, Velix menyatakan pengelolaan klub-klub sepakbola di tanah air sebagian besar masih mengandalkan dana APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah). Hal ini mengundang keprihatinan karena pemerintah telah melarang pembiayaan klub dari APBD melalui Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

“Banyak kota atau kabupaten menggunakan Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional sebagai dasar atas keputusan tersebut. Meskipun pemerintah daerah perlu mengalokasikan anggaran keolahragaan melalui APBD, hendaknya prioritas dana APBD tetap diarahkan pada pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan,” kata Velix Wanggai.

Menurut Velix, pemberlakuan Otonomi Daerah yang diikuti dengan pemberlakuan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, telah memberikan kesempatan pada kabupaten dan kota untuk menjalankan pembangunan berdasarkan lokalitas masing-masing. Namun, pembangunan olahraga lokal hendaknya tidak mengorbankan upaya-upaya yang terkait langsung dengan kesejahteraan masyarakat.

“Karena itu, kami berinisiatif mengumpulkan para pembina klub sepakbola dari berbagai daerah di Indonesia, guna mendiskusikan kebijakan pemerintah terkait dengan penggunaan dana APBD, serta mencari solusi strategis untuk pembiayaan klub sepakbola secara professional, dengan menggali potensi masing-masing daerah,” ujar Velix yang terhitung paman dari Immanuel Wanggai, pemain sepakbola nasional asal klub Persipura, Jayapura.

“Sepakbola merupakan olahraga dengan segmen pasar terluas di Indonesia. Pengembangan klub sepakbola secara profesional sangat dimungkinkan. Warna kedaerahan atau identitas lokal dapat menjadi brand untuk meningkatkan dukungan bagi klub dari sumberdaya lokal sehingga dapat memperkuat pilar-pilar sepakbola nasional dalam jangka panjang,” kata Velix.

Velix mencontohkan keberhasilan klub sepakbola kecil bernama Schalke 04 di daerah Gelsenkirchen, Jerman. Meski Gelsenkirchen hanya berpenduduk 269.000 orang dan luas kota yang hampir sama dengan Kota Bekasi, Schalke 04 mampu keluar dari segala keterbatasannya, menjadi mandiri dan bahkan berprestasi, menjadi salah satu pesaing berat Bayern Munich di Liga Jerman[KCM]

Aug 25, 2010

Staf Khusus Presiden Sorot APBD untuk Bola

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai, menyoroti pengelolaan klub-klub sepakbola di tanah air yang sebagian besar masih mengandalkan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Rabu (25/8), Velix menyatakan, prihatin mengingat pemerintah telah melarang pembiayaan klub dari APBD, antara lain melalui Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

"Banyak kota atau kabupaten menggunakan Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional sebagai dasar atas keputusan tersebut," katanya. Meskipun pemerintah daerah perlu mengalokasikan anggaran keolahragaan melalui APBD, kata Velix, hendaknya prioritas dana APBD tetap diarahkan pada pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan.

Menurut Velix, pemberlakuan otonomi daerah yang diikuti dengan pemberlakuan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, telah memberikan kesempatan pada kabupaten dan kota untuk menjalankan pembangunan berdasarkan lokalitas masing-masing. "Pembangunan olahraga lokal hendaknya tidak mengorbankan upaya-upaya yang terkait langsung dengan kesejahteraan masyarakat," katanya.

Oleh karena itu, kata Velix, pihaknya berinisiatif mengumpulkan para pembina klub sepakbola dari berbagai daerah di Indonesia guna mendiskusikan kebijakan pemerintah terkait dengan penggunaan dana APBD, serta mencari solusi strategis untuk pembiayaan klub sepakbola secara professional, dengan menggali potensi masing-masing daerah.

Untuk itu, Kantor Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Kamis (26/8), menggelar diskusi kebijakan strategis bertajuk "Meningkatkan Potensi Daerah Melalui Identitas Lokal Dalam Olahraga Sepakbola".

Sejumlah pembina klub yang menyatakan bakal hadir antara lain Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Jusuf, Wakil Gubernur Jawa Timur Syaifullah Yusuf, Walikota Jayapura MR Kambu, serta wakil-wakil klub dari berbagai kabupaten dan kota. Ketua Umum PSSI Nurdin Halid dan bakal calon ketua PSSI Arifin Panigoro juga telah mengonfirmasikan kedatangannya.

Aug 15, 2010

Kado Istana di Ulang Tahun Franky Sahilatua

Franky berterima kasih atas perhatian Presiden.
Minggu, 15 Agustus 2010, 15:11 WIB

Ismoko Widjaya
Franky Sahilatua dirawat di Singapura (Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial)

VIVAnews - Penyanyi balada senior Franky Sahilatua masih menjalani perawatan intensif di General Hospital Singapura. Franky yang menderita kanker tulang sumsum itu mendapat perhatian khusus dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Akuat Supriyanto, utusan Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana, Andi Arief, membesuk Franky di Singapura Sabtu 14 Agustus 2010, kemarin. Akuat membawa surat dari Andi Arief dengan perihal dukungan Presiden untuk Franky.

Presiden SBY berharap agar Franky segera sembuh, mengingat penyanyi kelahiran Surabaya itu kerap memberikan kritik positif yang menginspirasi pemerintah untuk lebih memahami dinamika publik.

Dalam kunjungan itu, Franky merasa dirinya hanyalah musisi jalanan yang menyuarakan kesederhanaan dan kehidupan sehari-hari. "Mungkin karena selama ini aku berusaha ikhlas, menerima berapa pun yang diberikan orang yang mengundangku nyanyi, jadi mereka ingat sama aku," kata Franky dikutip Akuat dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews, Minggu 15 Agustus 2010.

Franky berterima kasih atas perhatian Presiden. Namun, Franky juga mengingatkan gagasan lamanya agar Presiden dapat menjadi Bapak Kemakmuran Rakyat, bukan Bapak Pembangunan.

Pembangunan hanya titik tolak, tapi kemakmuran itu tujuan akhirnya. Pembangunan tanpa visi kemakmuran hanya akan menjadi project oriented. "Paradigma ini yang menurut Bung Franky harus dipegang oleh seluruh anggota kabinet," jelas Akuat.

Franky mengaku menangis ketika menyaksikan perayaan Hari Nasional Singapura, 9 Agustus lalu, dari tempat tidurnya. Ia melihat wajah-wajah ceria rakyat Singapura dalam nuansa warna bendera merah putih, yang mengingatkannya akan mimpinya mengenai kemakmuran rakyat Indonesia.

"Suasana seperti inilah yang aku inginkan untuk Indonesia. Sebuah perayaan kemerdekaan dalam kondisi makmur," ungkap Franky dengan mata berkaca-kaca.

Tanggal 16 Agustus 2010, atau sehari sebelum hari kemerdekaan Indonesia, Franky genap berusia 57 tahun. Sambil bergurau, ia mengatakan bahwa dirinya baru merasa tua ketika harus beristirahat di rumah sakit. Selama 23 tahun, ia menghindari dokter karena memiliki trauma suntikan.

"Kali ini aku harus menyerah, karena selama delapan hari aku tidak bisa buang air besar. Tiga hari di antaranya tak bisa buang besar dan pipis sekaligus. Ternyata pikiranku tak kuat menanggung kondisi fisikku," aku Franky sambil terisak.

Franky telah menjalani operasi kecil pengambilan sampel tulang serta serangkaian pemeriksaan seperti bioskopi tulang dan endoskopi. Penyakit yang diderita pelantun lagu "Perahu Retak" itu membuatnya harus menjalani kemoterapi rutin, mungkin hingga berbulan-bulan.

"Kata dokter, penyakitku sulit sembuh. Tapi, dokter Singapura itu juga mengatakan, aku harus yakin bisa sembuh. Kalau soal keyakinan, orang Indonesia kan lebih unggul dari Singapura," lanjut Franky ditirukan Akuat.

Untuk menyemangatinya agar cepat sembuh, Istana Kepresidenan membuat kejutan di hari ulangtahun pencipta lagu legendaris "Kemesraan" itu. Selama perayaan 17 Agustus 2010 ini, Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai, mengirimkan staf-stafnya ke propinsi-propinsi yang memiliki wilayah perbatasan untuk menyambut gagasan lama Franky tentang "Pancasila di Batas Negara".

Dalam pandangan Franky, perayaan hari kemerdekaan tidak hanya cukup dengan pengibaran bendera dan upacara. Tapi lebih dari itu, harus ada kekuatan budaya lokal (local cultural force) yang mengikutinya, sebagai ekspresi kegembiraan dari berbagai lokalitas di Indonesia atas pencapaian bangsa.

"Perayaan kemerdekaan harus dibangun dari suasana kebudayaan lokal. Adanya ekspresi kegembiraan lokal itulah yang menandakan bahwa alam kemerdekaan benar-benar dinikmati oleh rakyat. Tradisi panjat pinang di Jawa hanya salah satu contoh dari lokalitas tersebut. Tradisi-tradisi yang lain, yang hidup di wilayah terpencil atau perbatasan, harus dipastikan hidup," jelas Franky.

Velix Wanggai merasa bahwa gagasan nasionalisme kebudayaan ala Franky itu sebenarnya seiring dengan pikiran Presiden SBY mengenai pembangunan inklusif. Karena itu, utusan-utusan Istana yang dikirim ke daerah pun ditugaskan untuk mencermati apakah pemerintah daerah memberikan prioritas yang cukup bagi pengembangan kebudayaan lokal.

"Pembangunan itu, selain harus menjangkau berbagai wilayah yang terpencil atau perbatasan, juga harus menyentuk berbagai aspek, termasuk kebudayaan. Model pembangunan inklusif macam itulah yang lebih dekat dengan tujuan kemakmuran, seperti yang digagas Mas Franky," tandas Velix. (umi)

• VIVAnews

Aug 5, 2010

Ibu Kota Negara

Presiden: Jakarta Tanggung Beban Berat

Kamis, 5 Agustus 2010 | 20:14 WIB

Prsiden SBY: "Jangan sampai hanya melihat faktor kemacetan Jakarta sebagai alasan pemindahan Ibukota Negara semata."

JAKARTA, KOMPAS.com- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyadari, beban fungsi pelayanan dan kelayakan Jakarta sebagai Ibukota Negara semakin berat sekarang ini. Oleh sebab itu, perpindahan Ibukota Negara adalah sesuatu yang wajar dan terbuka dalam alam demokrasi.

Namun, wacana pemindahan Ibukota Negara harus dikaji dalam berbagai sisi dan pandangan. Jangan sampai hanya melihat faktor kemacetan Jakarta sebagai alasan pemindahan Ibukota Negara semata.

Pernyataan Presiden Yudhoyono itu disampaikan kembali oleh Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai saat dihubungi Kompas dari Jakarta, Kamis (5/8/2010) sore tadi.

"Wajar pula untuk didiskusikan dengan mempertimbangkan kondisi kekinian Jakarta dan sederet persoalan yang dihadapinya," tandas Velix.

Menurut Velix, Presiden Yudhoyono juga pernah menyampaikan wacana perpindahan Ibukota Negara saat acara Silaturahmi Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) di Palangkaraya, awal Desember 2009 lalu.

Velix menambahkan, Presiden Yudhoyono membenarkan bahwa dalam konteks sejarah pemerintahan di Indonesia, Presiden Soekarno pernah mencetuskan kota Palangkaraya sebagai calon Ibukota Negara. Bahkan, Presiden Soeharto pun pernah mewacanakan Jonggol, Jawa Barat, sebagai pusat pemerintahan yang baru.

Presiden Yudhoyono sangat memahami setumpuk persoalan yang dialami wilayah Jakarta dan sekitarnya. Mulai dari kemacetan, banjir, beban penduduk, urbanisasi, kerusakan ekologis dan potensi gempa.

"Akan tetapi, kita tidak boleh gegabah dalam meindahkan Ibukota Negara hanya karena faktor kemacetan semata. Kita harus melihat wacana ini sebagai upaya strategis untuk mendistribusikan pembangunan secara merata ke seluruh Indonesia," jelas Velix.

Untuk mengurangi beban Jakarta dan juga Pulau Jawa, Velix menambahkan, Presiden Yudhoyono memprioritaskan desentralisasi fiskal yang semakin besar dari waktu ke waktu. Juga mengubah paradigma pembangunan yang lebih berbasis kewilayahan. "Ini merupakan intervensi strategis untuk menyeimbangkan pembangunan antar pusat dan daerah serta antar daerah di Tanah Air," katanya.

Aug 4, 2010

SBY tak Ingin Ibukota Pindah karena Macet

Rabu, 4 Agustus 2010 | 06:42 WITA


JAKARTA, TRIBUN - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terbuka dengan wacana perpindahan Ibukota Negara dari Jakarta. Namun, Presiden melalui Staf Khusus Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai, menyatakan, perpindahan itu jangan karena Jakarta yang macet semata.

"Kita perlu melihat wacana ini sebagai upaya strategis dalam mendistribusikan pembangunan secara merata ke seluruh Indonesia," kata Velix Wanggai, Selasa 3 Agustus 2010.

Wanggai menegaskan bahwa dalam skenario pengembangan wilayah 20 tahun ke depan, Pemerintah mendorong pengembangan wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua, sambil menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa-Bali.

Dalam lima tahun ke depan, Presiden SBY telah menekankan pendekatan kewilayahan berbasis kepulauan, menggenjot kawasan-kawasan strategis dan cepat tumbuh sebagai pusat-pusat pertumbuhan baru di luar pulau Jawa-Bali, dan terkait dengan kawasan-kawasan tertinggal dalam suatu sistem ekonomi yang terpadu.
.

Dalam mengurangi beban wilayah Jakarta dan juga pulau Jawa, Velix menambahkan, Presiden SBY juga memprioritaskan desentralisasi fiskal yang semakin besar dari waktu ke waktu, dan juga mengubah paradigma pembangunan yang lebih berbasis kewilayahan. Hal ini sebagai intervensi strategis dalam menyeimbangkan pembangunan antara pusat-daerah, dan antardaerah di tanah air kita.

Namun Presiden juga menyadari bahwa beban fungsi pelayanan dan kelayakan Jakarta dirasakan semakin berat dari berbagai aspek. Wacana perpindahan ibukota negara adalah sesuatu yang wajar dan terbuka dalam alam demokrasi.

Karena itu pula, dalam Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) di Palangkaraya, pada 2 Desember 2009, Presiden menyampaikan kembali gagasan pemindahan Ibukota. Presiden menganggap bahwa wajar mendiskusikan wacana perpindahan ibukota negara dalam berbagai perspektif.

"Dengan mempertimbangkan kondisi kekinian kota Jakarta dan sederet persoalan yang dihadapi di ibukota Jakarta, maka Presiden menganggap diperlukan pemikiran yang matang dan komprehensif dalam mengkaji perpindahan ibukota,” kata Velix Wanggai.

Kemudian pada 3 Maret lalu, Velix juga telah mengorganisasi diskusi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Dalam Negeri,

Kementerian Pekerjaan Umum, dan beberapa pakar pengembangan wilayah untuk menganalisa wacana perpindahan ibukota negara dari berbagai perspektif. Namun Velix menyatakan, hasil diskusi ini masih dipelajari lebih lanjut.

Wacana pemindahan Ibukota ini kembali bergulir setelah Wakil Ketua Komisi II DPR Teguh Juwarno melontarkan di akun Twitter-nya pekan lalu. Politisi Partai Amanat Nasional itu mengusulkan Ibukota dipindahkan ke Pulau Kalimantan.

Sudah Dikaji
Opsi pemindahan Ibukota dari Jakarta sebenarnya sudah dikaji pemerintah sejak berbulan-bulan lalu. Pada 3 Maret 2010, Velix Wanggai mengaku telah menyelenggarakan sebuah Strategic Policy Discussion bertajuk “Mengkaji Wacana Pemindahan Ibukota Negara: Strategi Membangun Berkeadilan”.

Menurut Velix, Presiden SBY melihat perlunya mengkaji wacana pemindahan Ibukota. Kondisi Jakarta sebagai sebuah ibu kota negara dirasakan semakin tidak nyaman.

Beban fungsi pelayanan dan kelayakan Jakarta dirasakan semakin tidak optimal terutama akibat penyimpangan penataan ruang dan mempertimbangkan kemacetan lalu lintas, bencana banjir, dan kerawanan gempa.

"Sehingga wacana kebijakan untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta relevan dikemukakan," kata Velix.

Velix Wanggai yang dilahirkan di Jayapura, Papua, ini menyampaikan bahwa pemindahan Ibukota negara memerlukan komitmen politik yang kuat. Ia menegaskan bahwa pada beberapa kali kesempatan Presiden telah menyampaikan pandangan untuk mengkaji wacana pemindahan ibu kota Negara. Agar dapat berlangsung optimal, pemindahan ibukota negara harus merupakan konsensus nasional.

"Political will Presiden ini perlu didukung konsensus nasional yang dikukuhkan melalui keputusan Dewan Perwakilan Rakyat," kata Velix.
Wacana pemindahan Ibu kota juga dapat dilihat sebagai suatu upaya mendorong

keseimbangan pembangunan wilayah dengan meredistribusi kegiatan pemerintahan, bisnis, seni, budaya dan industri keluar wilayah Jakarta dan sekitarnya. (vnc)

Aug 3, 2010

SBY Kaji Pindahkan Ibukota Sejak Maret

Pada 3 Maret 2010, Istana telah menggelar sebuah diskusi membahas pemindahan Ibukota.

Selasa, 3 Agustus 2010, 12:27 WIB, Arfi Bambani Amri

VIVAnews - Opsi pemindahan Ibukota dari Jakarta sudah dikaji pemerintah sejak berbulan-bulan lalu. Pada 3 Maret 2010, Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai, telah menyelenggarakan sebuah Strategic Policy Discussion bertajuk “Mengkaji Wacana Pemindahan Ibukota Negara: Strategi Membangun Berkeadilan”.

Menurut Velix, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melihat perlunya mengkaji wacana pemindahan Ibukota. Kondisi Jakarta sebagai sebuah ibu kota negara dirasakan semakin tidak nyaman.

Beban fungsi pelayanan dan kelayakan Jakarta dirasakan semakin tidak optimal terutama akibat penyimpangan penataan ruang dan mempertimbangkan kemacetan lalu lintas, bencana banjir, dan kerawanan gempa.

"Sehingga wacana kebijakan untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta relevan dikemukakan," kata Velix kepada VIVAnews, Selasa 3 Agustus 2010.

Velix Wanggai yang dilahirkan di Jayapura, Papua, ini menyampaikan bahwa pemindahan Ibukota negara memerlukan komitmen politik yang kuat. Ia menegaskan bahwa pada beberapa kali kesempatan Presiden telah menyampaikan pandangan untuk mengkaji wacana pemindahan ibu kota Negara. Agar dapat berlangsung optimal, pemindahan ibukota negara harus merupakan konsensus nasional.

"Political will Presiden ini perlu didukung konsensus nasional yang dikukuhkan melalui keputusan Dewan Perwakilan Rakyat," kata Velix.

Wacana pemindahan Ibu kota juga dapat dilihat sebagai suatu upaya mendorong keseimbangan pembangunan wilayah dengan meredistribusi kegiatan pemerintahan, bisnis, seni, budaya dan industri keluar wilayah Jakarta dan sekitarnya.

Wacana pemindahan Ibukota ini kembali bergulir setelah Wakil Ketua Komisi II DPR Teguh Juwarno melontarkan di akun Twitternya pekan lalu. Politisi Partai Amanat Nasional itu mengusulkan Ibukota dipindahkan ke Pulau Kalimantan. (adi)

Aug 1, 2010

Velix Wanggai: Tiga Skenario Pemindahan Ibu Kota

Jakarta | Sun 01 Aug 2010 17:18:31
STAF Khusus Presiden Bidang Pembangunan dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai menyebut beberapa skenario yang bisa dilakukan, jika nantinya dilakukan perpindahan ibukota negara.
“Skenario pertama adalah (ibu kota negara) itu tetap di Jakarta, dalam waktu yang bersamaan dilakukan pembenahan,” kata Velix hari ini, Minggu (1/8) di halaman Monumen Nasional.
Pembenahan tersebut, kata Velix, antara lain pembenahan sistem transportasi, perbaikan dampak ekologi, strategi desentralisasi fiskal, atau perubahan wilayah yang merata ke seluruh Indonesia. “Itu strategi skenario pertama yang realistis,” kata Velix.
Skenario kedua, kata Velix, yaitu skenario yang moderat, dimana perpindahan ibukota Indonesia yang masih berada di sekitar wilayah Jakarta. “Misalnya kita bisa pilih lah beberapa opsi-opsi, ke Jonggol, Banten atau ke Jawa Barat. Ada wacana ke Purwokerto, Magelang, Jogja. Itu opsi-opsi kota-kota skenario kedua, tetap di pulau Jawa,” ujar Velix.
Menurut Velix, skenario terakhir adalah skenario yang ideal sekaligus radikal. “Langsung memindahkan (ibukota) ke luar pulau Jawa dengan opsi-opsi bisa di Palangkaraya, Palembang, Makassar, ataukah Papua,” kata Velix.
Hingga saat ini, semua skenario tersebut masih sebagai wacana yang wajar. Namun begitu tetap harus dipikirkan kemungkinan direalisasikannya wacana tersebut. “Saya pikir kami sebagai pemerintah harus berpikir ke depan, (berpikir) jangka panjang 20 – 30 tahun (mendatang),” kata Velix. Melati Hasanah Elandis

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...