Aug 30, 2010

Jaga Wilayah Perbatasan Dengan Pendekatan Ekonomi

JAKARTA (30/8) Persoalan sengketa wilayah perbatasan antara Indonesia dengan negara lain memerlukan pendekatan baru, disamping pendekatan keamanan. Pendekatan tersebut berupa pengembangan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan warga di wilayah-wilayah yang digolongkan sebagai kawasan perbatasan. Dengan pendekatan baru tersebut, orientasi penjagaan kawasan perbatasan berubah orientasi dari inward looking (orientasi ke dalam) menjadi outward looking (orientasi ke luar).

Hal tersebut dikatakan oleh Staf Khusus Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai, di Jakarta, hari ini (30/8).

“Indonesia memiliki wilayah perbatasan yang terentang di 12 provinsi dan 38 kabupaten, termasuk 92 pulau kecil terdepan yang memiliki posisi strategis sebagai lokasi penempatan titik dasar dalam penentuan batas negara. Pendekatan ekonomi akan membuat kawasan berkembang lebih pesat, sehingga klaim negara lain atas titik-titik tertentu di wilayah pebatasan dapat dipatahkan,” katanya.

Menurut Velix, posisi kawasan perbatasan sebagai penanda atas kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan harus dapat berjalan beriringan dengan fungsi kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang dengan negara tetangga. Sebuah pintu gerbang, kawan-kawasan tersebut harus memiliki sarana dan prasarana yang layak serta beragam aktifitas ekonomi yang mendukung denyut nadi kehidupan warga di sekitarnya.

“Karena itu, Presiden menetapkan 20 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) yang tersebar di berbagai Provinsi perbatasan, antara lain PKSN Entikong dan PKSN Nunukan letaknya yang berbatasan dengan Malaysia, PKSN Sabang yang lokasinya berbatasan dengan Malaysia dan Thailand, PKSN Merauke yang posisinya berbatasan dengan Papua New Guinea, serta PKSN Atambua yang kedudukannya berbatasan dengan Timor Leste. Dalam lima tahun kawasan tersebut dikembangkan secara bertahap,” lanjut Velix Wanggai.

Pengembangan kawasan tersebut dilakukan sesuai amanat PP No 78 Tahun 2005 mengenai Pulau-Pulau Kecil Terdepan Dalam Pengelolaan Aspek Keamanan, Kesejahteraan, dan Lingkungan dan UU No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. UU itu menyebutkan, Presiden akan membentuk Badan Pengelola Perbatasan di tingkat nasional maupun daerah.

“Proses penyusunan Badan Pengelola Perbatasan yang paripurna hingga ke tingkat daerah masih terus dikonsolidasikan. Keberadaan kelembagaan yang mengurusi wilayah perbatasan akan memberikan jaminan bahwa pendekatan ekonomi di kawasan perbatasan dapat terlaksana dengan baik,” tandasnya.

Sementara itu, dalam Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan di Daerah Tertinggal, yang berlangsung Senin (30/8) di Jakarta, Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Helmy Faisal dan Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana Andi Arief menyepakati gagasan mengenai affirmative action (aksi afirmatif) terhadap kabupaten-kabupaten tertinggal, yang sebagian di antaranya berada di kawasan perbatasan. 27 dari 38 kabupaten yang memiliki kawasan perbatasan tergolong sebagai daerah tertinggal.

Dalam rapat tersebut, Bupati-Bupati di daerah tertinggal mengusulkan agar Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden mengenai Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal. Perpres tersebut diharapkan dapat menjadi payung hukum atas aksi afirmatif terhadap daerah tertinggal, khususnya dalam menggenjot pembangunan infrastruktur, memperbaiki fasilitas kesehatan dan pendidikan, serta meningkatkan sinergi program penanggulangan kemiskinan.

“Dalam waktu dekat, usulan mengenai Perpres tersebut akan kami sampaikan kepada Presiden agar dapat diprioritaskan,” ujar Andi Arief.

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...