Sep 15, 2019

Menakar Wacana Dialog Papua

Oleh :
Mahasiswa Papua melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Senin, 2 September 2019. TEMPO/Prima Mulia
Mahasiswa Papua melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Senin, 2 September 2019. TEMPO/Prima Mulia
Letnan Jenderal (Purnawirawan) Bambang Darmono
Ketua Dewan Pembina Institute for Democracy, Security, and Strategic Studies dan mantan Kepala UP4B

Saat ini, wacana dialog Papua sedang hangat dibicarakan. Dialog memang merupakan cara yang ideal di alam demokrasi. Ada pertukaran gagasan secara timbal balik, jujur, dan terbuka sebagai upaya untuk memecahkan permasalahan, disharmoni, dan konflik. Berbagai konflik dunia juga diselesaikan dengan dialog, seperti dialog pemerintah Kolombia dan pemberontak Fark, juga dialog pemerintah Nigeria dalam kasus Boko Haram. Konflik Aceh selama 30 tahun pun akhirnya diselesaikan melalui dialog.

Bagaimana dengan peluang dialog Papua? Harus dicatat, dialog hanya dapat dilaksanakan dengan prakondisi dan kondisi tertentu, baik internal maupun para pihak.
Setelah reformasi, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1999 menghendaki penyelesaian konflik di Aceh dan Papua dilakukan secara damai. Presiden Habibie, dalam dialog dengan 100 warga Papua, mengatakan, "Kalian boleh minta apa saja, yang penting jangan minta merdeka." Walaupun belum menyelesaikan permasalahan, langkah Presiden Habibie harus diapresiasi karena dialog tersebut setidaknya menjadi embrio lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

Pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dialog juga diupayakan. Tercatat dialog dengan tokoh-tokoh gereja diselenggarakan dua kali, yaitu pada 16 November 2011 dan 1 Februari 2012. Barangkali secara jelas hanya Pak SBY yang bisa menjelaskan mengapa cuma tokoh gereja yang dilibatkan. Tapi, bagi masyarakat Papua, pastor atau pendeta adalah gembala. Perkataan dan pernyataannya menjadi referensi dan dipatuhi. Benarkah?

Saya pernah terlibat dalam berbagai upaya dialog Papua, baik sebagai bagian dari delegasi Indonesia dalam pertemuan informal maupun ditugasi Presiden SBY bersama Farid Husain dan Felix Wanggai. Kami berkomunikasi dengan kelompok-kelompok di Papua. Dari pengalaman tersebut, ada satu hal yang harus dipahami, yaitu tidaklah mudah menentukan wakil Papua dalam dialog. Padahal kepada dan di tangan merekalah kehendak dan kompromi didelegasikan.

Konferensi Damai di Universitas Cenderawasih, 5-7 Juli 2011, adalah puncak kegiatan konsultasi publik kelompok Jaringan Damai Papua (JDP). Acara tersebut merupakan upaya mencari jalan untuk mewujudkan perdamaian abadi di Tanah Papua. Diskusi berjalan panas ketika menyangkut empat hal, yaitu fasilitator, mediator, bahasa, dan syarat juru runding. Melalui proses yang alot, keempat hal disepakati, kecuali satu: siapa yang menjadi juru runding. Konferensi pun gagal.
Dalam buku Merajut Harmoni Membangun Papua, saya mencermati dan mengupas struktur masyarakat Papua. Dengan 252 suku dan gereja yang banyak, struktur masyarakat Papua tidak berbentuk kerucut atau piramida. Setiap suku di Papua bersifat otonom. Tidak ada satu pun suku yang dapat mensubordinasi suku lainnya.

Belum lagi hubungan yang rentan di antara kelompok-kelompok bersenjata yang jumlahnya tidak sedikit dan tidak satu komando: Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan kelompok yang melakukan perlawanan dari luar negeri, seperti United Liberation Movement for West Papua, West Papua National Coalition for Liberation, dan Federal Republic of West Papua. Kondisi inilah yang menjadi kesulitan utama dalam menentukan wakil Papua.

Dalam pertemuan di Istana pada 1 Februari 2011, 12 tokoh gereja yang dimotori oleh pastor Neles Tebay ditantang SBY untuk menyiapkan dialog Papua. Sampai akhir masa bakti pemerintahan SBY pada 2014, tantangan itu tidak terjawab.

Demikian pula ketika Presiden Jokowi menghendaki Neles Tebay mempersiapkan dialog sektoral. Sebagian masyarakat Papua yang menghendaki referendum, seperti KNPB, justru melihat Tebay sedang menjalankan agenda Jakarta untuk terus berkuasa di Papua. Kecurigaan yang berlebihan ini bisa dipahami. Kebekuan dialog Jakarta-Papua tetap belum bisa dicairkan.
Pemerintah sebetulnya telah berupaya melaksanakan dialog dengan berbagai kelompok. Persoalannya, hambatan dialog justru selalu datang dari pihak dan kelompok yang melakukan perlawanan untuk tujuan kemerdekaan Papua. Pihak ini belum mampu menentukan wakil mereka untuk berdialog.

Kini wacana dialog muncul kembali setelah terjadi kerusuhan Jayapura. Jika dialog Aceh berhasil, mengapa Papua tidak? Satu hal yang harus dipahami, Aceh memiliki Hasan Tiro, yang mempersatukan Gerakan Aceh Merdeka. Siapa pemersatu di Papua?

Persoalan lain adalah substansi dialog. Ada kesenjangan yang sangat lebar antara Jakarta dan Papua dalam hal status politik Papua yang ditetapkan dalam Resolusi PBB 2504. Resolusi ini tidak diakui oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). Status politik Papua telah berubah menjadi ideologi untuk memisahkan diri dari Indonesia. Bagi OPM, Papua merdeka sejak 1 Desember 1961, sehingga OPM hanya mau menawarkan referendum.

Kedua kondisi tersebut, yakni persoalan wakil dan substansi dialog, menciptakan jurang yang sangat lebar. Keduanya memerlukan kemauan politik dan perhatian pemerintah yang tidak business as usual. Keberanian, ketegasan sikap, dan kebijaksanaan melihat realitas persoalan yang kompleks sangat dibutuhkan.

Pemerintah harus berfokus pada penyelesaian Papua, bukan hanya menjadikannya sambilan seperti yang terasa selama ini. Harus ada upaya ekstra terhadap persoalan substansial di tengah perkembangan lingkungan strategis di luar dan dalam negeri. Hal ini dapat dilakukan hanya apabila ada lembaga yang menangani secara khusus dan membantu presiden menemukan kebijakan yang solutif serta berfungsi untuk merancang, mengkondisikan, dan mempersiapkan dialog.

Aug 15, 2019

Wujudkan SDGs di Papua, Pemprov Sasar Milenial Lokal

Pemerintah Pusat melalui kementerian terkait menyasar (membidik,red) generasi milenial bumi cenderawasih untuk mewujudkan Subtainable Development Goals/Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs/TPB) di Provinsi Papua.
Menurut Direktur Daerah Tertinggal Transmigrasi dan Perdesaan Kementerian PPN/Bappenas, Velix Wanggai, keinginan melibatkan kaum muda dikarenakan masa depan bangsa Indonesia kedepan, berada di tangan para generasi milenial.
 “Sehingga pemerintah menyadari dan mencoba membuka ruang ekspresi, supaya para generasi muda melalui aspirasi dan gagasannya bisa ikut membangun daerah dengan cara sendiri dan gaya sendiri”.
“Sehingga kami pemerintah tinggal dorong dengan program maupun kebijakan untuk percepat pembangunan. Ya, salah satunya promosi wisata yang bisa dilakukan kaum muda Papua,” terang Velix dalam konferensi pers, disela-sela  sosialisasi kemitraan multi pihak dalam mewujudkan SDGs/TPB dan diskusi milenials peran anak muda dalam agenda 2030, Rabu (7/8) di Sasana Karya Kantor Gubernur Dok II, Jayapura.  
Menurut dia, para milenial yang ingin direkrut diantaranya para pengurus asosiasi profesional. Selain itu, gerenasi muda yang memiliki hobi traveling, fotografi serta serupa lainnya.
“Intinya kita ingin rangkul anak muda yang memiliki latar belakang profesi berbeda tetapi satu kesamaan pandangan yang ingin membangun daerahnya. Tapi yang utama kami ingin agenda pembangunan berkelanjutan SDGs (2015-2030) bisa diwujudkan diatas tanah ini”. 
“Sebab program besar kita di Papua untuk menangani berbagai masalah, seperti ketertinggalan, kemiskinan, keterbelakangan, perbaikan penanganan kesehatan, lingkungan hidup dan perdamaian melalui peran anak muda di Papua,” ucap ia.
Senada disampaikan Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Presiden, Binny Buchori. Ia menilai keinginan merangkul generasi muda, yakni karena mereka melihat dunia dengan perspektif berbeda. 
Dalam artian, generasi milenial lebih tahu apa yang dibutuhkan mereka ketimbang pemerintah sebagai penentu kebijakan.
“Sebab apa yang belum terpilkirkan oleh kami di pemerintahan, itu sudah ada di benak mereka (milenial), inilah alasan kita rangkul anak-anak muda”.
“Makanya, saya setuju dengan anggapan bahwa anak muda Papua lah yang lebih tau dan bisa menentukan mau kemana provinsi ini kedepan. Apalagi saat ini kan sudah banyak anak Papua pintar dan berprestasi di luar negeri, hanya saja kita yang belum banyak tahu,” kata ia.
Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian Kominfo, Wiryanta, katakan generasi milenial saat ini sangat lekat dengan telepon pintar. Karenanya, pemerintah ingin memanfaatkan momentum itu dengan menggali ide maupun gagasan mereka melalui gadget yang dimiliki.
“Sekarang kan kekuatan masa depan ada pada gagasan dan ide. Contohnya, Ahmad Zaki pendiri sekaligus CEO Bukalapak. Hanya dengan ide dia bisa bentuk satu perusahaan startup yang menghasilkan milyaran rupiah”.
“Makanya, saya yakin anak-anak Papua pasti akan bisa menjadi “Ahmad Zaki” baru. Artinya, teknologi informasi ini bisa dimanfaatkan oleh anak muda Papua, supaya bisa menghasilkan sesuatu bagi diri sendiri, daerah dan negaranya,” tuntasnya.
Sementara Staf Ahli Gubernur Papua Simeon Itlay mendukung penuh program pemerintah pusat dalam mendorong milenial lokal guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan di negeri ini. Hanya saja, dia berharap setiap proses pembangunan yang lahir dari ide dan gagasan milenial, wajib mempertahankan identitas maupun budaya Papua. 
“Intinya, setiap konsep pembangunan yang muncul dari gagasan milenial harus berakar pada kebudayaan Papua. Sebab jangan sampai identias dan budaya Papua ini hilang lalu dari luar yang masuk menggantikan,” harapnya.

Aug 14, 2019

Binny Buchori: Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Rasa Papua



“Presiden Jokowi mengatakan akan memimpin TPB melalui perpres yang ditandatangani dan mengajak seluruh masyarakat untuk terlibat dalam perancangan dan pelaksanaanya” kata  Binny Buchori. Pemerintah tidak menjadi aktor tunggal sehingga kemitraan multi pihak menjadi sangat penting. Pelibatan aktor non pemerintah harus dilakukan dan direncanakan dari awal untuk menentukan titik awal implementasi, menyusun indikator yang berkualitas, mengukur capaian dan identifikasi masalah yang diturunkan ke dalam konteks lokal.

“SDGs tidak boleh hanya rasa Jakarta. Pemerintah daerah perlu membuat simpul pertemuan untuk merancang, melaksanakan dan mengawasi agar SDGs nya rasa Indonesia,” tambah Binny Buchori.
Selain Binny Buchori, hadir sebagai pembicara Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Pedesaan sekaligus Ketua Desk Papua Kementerian PPB/Bappenas, Velix Wanggai, Simeon Itlay, Staf Ahli Gubernur Bidang Pemerintahan mewakili Gubernur Provinsi Papua, Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Wiryanta, dan Tim Leader  Sekretariat SDGs, Nina Sardjunani.

“Presiden Jokowi menyatakan bahwa tujuan TPB ini harus sejalan dengan lokalitas sehingga perlu diperhatikan bagaimana SDGS ini rasa Papua,” jelas Velix Wanggai. Forum komunikasi daerah yang merupakan kerjasama dari Kantor Staf Presiden, Kementerian PPB/Bappenas dan Kementerian Komunikasi dan Informatika ini diharapkan bisa memberikan pemahaman pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dengan budaya kearifan lokal.

Presiden Jokowi telah memutuskan untuk memimpin secara langsung pelaksanaan TPB dengan menerbitkan Perpres 59/2017 tentang Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang sejalan dengan nawacita. Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dengan semangat no one left behind maknanya adalah seluruh warga negara tidak terkecuali harus mendapatkan manfaat dari TPB, dan memiliki hak untuk ikut merancang pelaksanaan agenda pembangunan ini.



Dalam rangka mendorong percepatan implementasi sekaligus mendorong pelibatan multipihak dalam lingkup TPB, Kementerian Komunikasi dan Informatika memiliki peran strategis dalam melaksanakan diseminasi informasi dan edukasi terkait kebijakan dan program pemerintah melalui berbagai saluran komunikasi. Sesuai dengan Inpres No. 9 tahun 2015 tentang Pengelolaan Komunikasi Publik, Kementerian Kominfo bersama dengan Kantor Staf Presiden dan Kementerian PPN/ Bappenas berkolaborasi melaksanakan Forum Komunikasi Daerah tersebut. “Kemenkominfo berupaya untuk membangun gotong royong semua elemen bangsa untuk dapat digerakan berpatisipasi aktif dalam rangka tujuan pembangunan berkelanjutan,” jelas Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Wiryanta.

Forum ini menegaskan bahwa agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan harus dilaksanakan dengan menjalankan prinsip-prinsip multi pihak yang bisa menyelesaikan rencana aksi daerah dengan tujuan agar mencapai agenda global. “Rencana Aksi Daerah (RAD) tingkat provinsi untuk TPB tidak hanya berisi rencana pemerintah provinsi dan kabupaten tapi juga aktor non pemerintah yang lain yang harus digabungkan,” jelas Tim Leader Sekretariat SDGs, Nina Sardjunani. Di akhir forum, Binny Buchori berharap agar Forum Komunikasi Daerah  ini bisa menjadi forum stakeholders untuk merancang tujuan pembangunan berkelanjutan agar menjadi ownership bersama. “No one left behind artinya pembangunan untuk semua yang juga berarti Papua untuk semua,” jelas Velix Wanggai di Gedung Sasana Karya Kantor Gubernur Papua.

Rangkaian acara yang diadakan oleh kerjasama Kantor Staf Presiden, Kementerian PPN/Bappenas dan Kemenkominfo berlanjut dengan forum yang dihadiri hampir 200 anak muda Papua. Turut hadir juga pendiri Kitong Bisa, Billy Mambrasar yang memberikan dorongan dan motivasi anak-anak muda papua untuk turut serta mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Tanah Papua serta mewujudkan program-program tersebut secara kolaboratif.

Selain itu, Albert Modouw menyampaikan upaya dirinya bersama dengan Anana Explore AE PAPUA, untuk eksplorasi Papua dalam rangka promosi parawisata di Papua. Dalam rangka memberikan konteks TPB, perwakilan dari 2030 Youthforce, Rizky Ashar Muridono hadir memeriahkan acara sekaligus menyampaikan bahwa apa yang kita semua lakukan bisa dikategorikan sebagai TPB.

“Kami membantu pemerintah mengimplementasikan TPB ini, dengan tujuan menyejahterakan masyarakat, dan Papua adalah milik kita, sehingga kita memiliki peran dan tanggung jawab untuk membangunnya,” tegas Billy Mambrasar sekaligus menutup forum yang bertajuk ‘Unite We Fight, Unite We Win – Peran Anak muda dalam Agenda 2030’ di CafĂ© Black on Box, Jayapura.



Aug 8, 2019

Kembangkan Pariwisata, Bappenas Dorong Diadakannya Acara Rutin di Papua


Penulis: Sigit Ariyanto Editor: mohamad yoenus  

RIBUNPAPUA.COM - Kementerian PPN/Bappenas berencana mengembangkan pariwisata Papua dengan mendorong digelarnya event reguler, seperti festival Lembah Baliem dan Teluk Humbold guna membuka sektor-sektor baru guna mendatangkan pemasukan bagi daerah.

Dikutip TribunPapua.com dari laman resmi Pemerintah Provinsi Papua, Jumat (9/8/2019), hal itu disampaikan oleh Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan Kementerian PPN/Bappenas, Velix Wanggai di Jayapura, Kamis (8/8/2019).

"Nanti Bappenas bakal buat satu kalender event reguler dengan memunculkan destinasi wisata priositas di Papua. Ini tujuannya agar perekonomian Papua bisa lebih berkembang di masa mendatang," terang Velix.


Selain sektor pariwisata, Bappenas juga melirik sektor baru lainnya, seperti pengembangan pertanian, perkebunan dan industri baru di Papua.
Harapannya, terjadi keseimbangan pertumbuhan ekonomi antara antara wilayah Jawa dan Indonesia bagian timur.

"Makanya, untuk sektor industri kami di pusat berkeinginan mendorong wilayah Sorong Selatan, Teluk Bintuni, dan Timika," ujarnya.

"Kemudian industri pertanian di Merauke yang harapannya bisa membuka pasar-pasar ke luar daerah. Sebab sentra produksi industri pangan di Merauke saja, bisa didorong supaya ada pemasaran ke wilayah pasifik," terangnya.

Sebelumnya, Velix dalam kunjugannya ke Jayapura, menyasar generasi milenial bumi cenderawasih untuk mewujudkan Subtainable Development Goals/Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs/TPB) di Provinsi Papua.

Menurutnya, keinginan melibatkan kaum muda dikarenakan masa depan bangsa Indonesia ke depan, berada di tangan para generasi milenial.
(TribunPapua.com)


Penulis: Sigit Ariyanto
Editor: mohamad yoenus

Aug 7, 2019

Kementerian PPN/Bappenas rumuskan strategi pemulihan dan rekonstruksi Nduga


Jubi/Alex.
Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau PPN/Bappenas sedang merumuskan strategi/langkah rehabilitasi, pemulihan, dan rekontruksi Kabupaten Nduga, Papua, yang ditinggalkan ribuan warganya mengungsi. Hal itu dinyatakan Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan Kementerian PPN/Bappenas, Velix Vernando Wanggai.

“Kami sudah bertemu Bupati, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta Sekretaris dan jajaran organisasi perangkat daerah Kabupaten Nduga. Pertemuan itu berlangsung di Jakarta, difasilitasi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Kami sedang merumuskan langkah pemulihan sosial, membangun psikologi, memperkuat peran tokoh agama dan adat, kemudian ada aspek keamanan,” kata Wanggai  di Jayapura, Rabu (7/8/2019).

Ribuan warga sipil Kabupaten Nduga mengungsi ke hutan atau kabupaten tetangganya sejak Desember 2018, demi menghindari operasi aparat keamanan TNI/Polri mengejar kelompok bersenjata pimpinan Egianus Kogoya. Pengejaran itu terjadi menyusul pembunuhan para pekerja PT Istaka Karya, kontraktor pelaksana pembangunan jalan di Kabupaten Nduga, pada 2 Desember 2018.
Sejak itu, ribuan warga Nduga hidup dengan dengan berbagai keterbatasan dan kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan maupun pelayanan pendidikan. Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua yang juga anggota Tim Solidaritas Peduli Konflik Nduga menyatakan, sejak 4 Desember 2018 hingga akhir Juli 2019 sudah ada 182 warga sipil Nduga yang meninggal dunia, dan kebanyakan meninggal di pengungsian.
Berbagai pihak telah menyampaikan desakan kepada pemerintah pusat untuk segera menarik mundur pasukan non organik dari Kabupaten Nduga, untuk meredakan situasi. Akan tetapi, hingga kini belum terlihat tanda-tanda pemerintah pusat akan menarik mundur atau mengurangi jumlah personil TNI/Polri di Kabupaten Nduga.
Di tengah situasi itu, Kementerian PPN/Bappenas memunculkan wacana baru, yaitu merumuskan trategi/langkah rehabilitasi, pemulihan, dan rekontruksi Nduga. “Untuk strategi pertama, kami harap dalam enam bulan ke depan akan ada langkah-langkah percepatan pemulihan sosialnya,” kata Velix Vernando Wanggai.

Wanggai juga menyatakan Kementerian PPN/Bappenas tengah merumuskan strategi percepatan pembangunan di Nduga. Sebab, dari 29 kabupaten/kota yang ada di Papua, daerah ini relatif paling tertinggal. “Indeks Pembangunan Manusia di Nduga 29. Jadi, kami menganggap, membangun Nduga adalah [langkah] menyelesaikan masalah di sana,” ujarnya.
Menurutnya, saat ini Kabupaten Nduga sudah menjadi simbol percepatan pembangunan di Papua, setelah pemerintah membangun berbagai sarana/prasarana maupun infrastruktur di Kabupaten Nduga. Kini, Bappenas sedang identifikasi bagaimana strategi komperhensif pembangunannya.”Kami petakan dari 32 distrik di Nduga, kemudian ada sekitar 12 distrik yang sekarang sedang bermasalah,” ujar Wanggai.

Sebelumnya, Bupati Nduga Yairus Gwijangge beserta sejumlah kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nduga datang menemui Ketua DPR RI Bambang Soesatyo di Jakarta, Senin (5/8/2019). Dalam pertemuan itu, Bupati Nduga menyampaikan permintaan agar semua pasukan non organik TNI/Polri ditarik keluar dari Kabupaten Nduga.

Hal itu disampaikan anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI asal Papua, Steven Abraham saat dihubungi melalui sambungan telepon pada Selasa (6/8/2019). Steven Abraham mengungkapkan pihaknya mengikuti pertemuan Bupati Nduga dan Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo, yang berlangsung Senin itu. “Pak Ketua DPR RI memimpin pertemuan. Hadir juga saya bersama Fadli Zon, Robert Cardinal, serta [calon] anggota Dewan Perwakilan Daerah [Provinsi Papua] terpilih, Yoris Rawayai,” katanya. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Ini 2 Langkah Strategis Pemerintah Atasi Konflik Sosial di Nduga

Ini 2 Langkah Strategis Pemerintah Atasi Konflik Sosial di Nduga Kompas.com - 07/08/2019, 12:41 WIB Bagikan: Komentar Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan Kementerian PPN, Velix Wanggai Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan Kementerian PPN, Velix Wanggai(Dhias Suwandi) Penulis Kontributor Jayapura, Dhias Suwandi | Editor Robertus Belarminus JAYAPURA, KOMPAS.com - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas telah menyiapkan 2 langkah strategis untuk mengatasi konflik sosial berkepanjangan yang terjadi di Kabupaten Nduga, Papua. Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan Kementerian PPN, Velix Wanggai menyatakan, kebijakan tersebut dibuat setelah bupati, ketua DPRD, sekda dan jajaran OPD Nduga menyampaikan aspirasinya pada minggu lalu. "Dari aspirasi yang ada akhirnya kami mengagendakan 2 agenda besar. Pertama adalah kami merumuskan strategi/langkah-langkah rehabilitasi, pemulihan dan rekontruksi Nduga, terutama untuk saudara-saudara kami yang mengungsi," ujar Velix, di Jayapura, Rabu (7/8/2019). Baca juga: Kapuspen: Pasukan TNI di Nduga Bukan untuk Menakuti Rakyat Dari strategi pertama ini, lanjut dia, Kementerian PPN sedang merumuskan bagaimana langkah-langkah pemuihan sosial, membangun psikologi, memperkuat peran tokoh-tokoh agama dan adat untuk penyelesaian masalah sosial dengan juga memperhatikan aspek keamanan. Strategi kedua adalah merumuskan langkah-langkah percepatan pembangunan di Kabupaten Nduga. Dari 29 kabupaten/kota yang ada di Papua, Nduga merupakan daerah yang relatif paling tertinggal. "Jadi, kami menganggap membangun Nduga adalah menyelesaikan masalah di Papua. Nduga adalah simbol percepatan pembangunan di Papua, Nduga merupakan barometer percepatan pembangunan di Papua, sehingga kami sedang identifikasi bagaimana strategi komperhensif pembangunan Nduga," kata dia. Velix mengaku, Kementerian PPN sedang memetakan 32 distrik yang ada di Nduga, di mana ada sekitar 12 distrik yang sekarang sedang bermasalah. Untuk pelaksanaannya, Kementerian PPN telah membuat waktu kerja, baik jangka pendek maupun jangka panjang. "Untuk strategi pertama kami berharap enam bulan ke depan ada langkah-langkah percepatan pemulihan sosialnya. Itu ada aspek dari Bappenas, BNPD, karena ini kami anggap dalam konteks kebencanaan," tutur dia. "Strategi percepatan pembangunan kami petakan dalam lima tahun ke depan sesuai dengan arah besar pembangunan nasional hingga 2024," sambung Velix.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ini 2 Langkah Strategis Pemerintah Atasi Konflik Sosial di Nduga", https://regional.kompas.com/read/2019/08/07/12413591/ini-2-langkah-strategis-pemerintah-atasi-konflik-sosial-di-nduga.
Penulis : Kontributor Jayapura, Dhias Suwandi
Editor : Robertus Belarminus

Kompas.com - 07/08/2019, 12:41 WIB
 




JAYAPURA, KOMPAS.com - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas telah menyiapkan 2 langkah strategis untuk mengatasi konflik sosial berkepanjangan yang terjadi di Kabupaten Nduga, Papua. Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan Kementerian PPN, 

Velix Wanggai menyatakan, kebijakan tersebut dibuat setelah bupati, ketua DPRD, sekda dan jajaran OPD Nduga menyampaikan aspirasinya pada minggu lalu. "Dari aspirasi yang ada akhirnya kami mengagendakan 2 agenda besar. Pertama adalah kami merumuskan strategi/langkah-langkah rehabilitasi, pemulihan dan rekontruksi Nduga, terutama untuk saudara-saudara kami yang mengungsi," ujar Velix, di Jayapura, Rabu (7/8/2019). 

Dari strategi pertama ini, lanjut dia, Kementerian PPN sedang merumuskan bagaimana langkah-langkah pemuihan sosial, membangun psikologi, memperkuat peran tokoh-tokoh agama dan adat untuk penyelesaian masalah sosial dengan juga memperhatikan aspek keamanan. Strategi kedua adalah merumuskan langkah-langkah percepatan pembangunan di Kabupaten Nduga. Dari 29 kabupaten/kota yang ada di Papua, Nduga merupakan daerah yang relatif paling tertinggal. "Jadi, kami menganggap membangun Nduga adalah menyelesaikan masalah di Papua. Nduga adalah simbol percepatan pembangunan di Papua, Nduga merupakan barometer percepatan pembangunan di Papua, sehingga kami sedang identifikasi bagaimana strategi komperhensif pembangunan Nduga," kata dia. 

Velix mengaku, Kementerian PPN sedang memetakan 32 distrik yang ada di Nduga, di mana ada sekitar 12 distrik yang sekarang sedang bermasalah. Untuk pelaksanaannya, Kementerian PPN telah membuat waktu kerja, baik jangka pendek maupun jangka panjang. "Untuk strategi pertama kami berharap enam bulan ke depan ada langkah-langkah percepatan pemulihan sosialnya. Itu ada aspek dari Bappenas, BNPD, karena ini kami anggap dalam konteks kebencanaan," tutur dia. "Strategi percepatan pembangunan kami petakan dalam lima tahun ke depan sesuai dengan arah besar pembangunan nasional hingga 2024," sambung Velix.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ini 2 Langkah Strategis Pemerintah Atasi Konflik Sosial di Nduga", https://regional.kompas.com/read/2019/08/07/12413591/ini-2-langkah-strategis-pemerintah-atasi-konflik-sosial-di-nduga.
Penulis : Kontributor Jayapura, Dhias Suwandi
Editor : Robertus Belarminus

Jul 10, 2019

Tokoh-tokoh Papua Ini Disebut Layak Masuk Kabinet Jokowi

Reporter: Antara
Editor:Tulus Wijanarko

TEMPO.CO, Biak - Berbagai tokoh pejabat orang asli Papua (OAP) berpeluang dan layak untuk diangkat menjadi menteri di kabinet Jokowi 2019-2024. Hal itu diungkapkan Sekretaris Eksekutif LSM Fiaduru Biak Oktovianus Mangge di Biak, Selasa, 9/7.

Baca juga: Adian Napitupulu Disebut-sebut Layak Masuk Kabinet Jokowi

Nama-nama yang disbeut Mangge adalah Rektor Uncen Jayapura Dr. Ir. Ir. Apolo Safanpo M.T, birokrat muda Velix Wainggai, politisi Matias Awaitouw (Bupati Jayapura), Gubernur Papua Lukas Enembe, dan staf khusus Presiden Lenius Kogoya. Selain itu nama-nama ini juga disebut:  Menteri PPPA Prof. Yohana Yembise, mantan Bupati Jayawijaya Jhon Wempi Wetipo serta sejumlah nama lainnya.

Okravianus mengatakan dari segi kemampuan dan pengalaman tokoh-tokoh OAP itu dapat diandalkan. "Karena mereka telah menduduki kursi jabatan setingkat bupati,walikota dan Gubernur hingga jabatan politik di pemerintah kabupaten/kota," kata dia.

Oktovianus mengakui pemilihan menteri merupakan hak prerogatif Presiden terpilih Joko Widodo. Tetapi, "Besar harapan berbagai elemen masyarakat Papua bahwa di pemerintahan kabinet Indonesia kerja jilid II ada tokoh atau pejabat OAP terpilih sebagai menteri."

Ketua cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Biak Kristian Mansnandifu mengakui, sosok pejabat atau tokoh manapun dari kalangan orang asli Papua yang dapat masuk menjabat menteri di KIB jilid II harus bersih dari korupsi. "Kriteria lain adalah mereka memiliki kemampuan, profesionalisme serta berwawasan Keindonesiaan," kata dia.

Ia mengakui, dari kalangan manapun sosok pejabat OAP yang akan mendapat kursi menteri KIB jilid II tidak perlu dipersoalkan. Kristian menyebut jabatan menteri merupakan hak prerogatif presiden. "Bagi saya siapapun sosok tokoh OAP yang dipercayakan untuk menjabat menteri harus didukung karena inilah menjadi representasi masyarakat asli Papua."

Berdasarkan data, pada Pemilu serentak 17 April 2019 pasangan Presiden Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin memperoleh 3.021.713 suara (90 persen) serta pasangan Prabowo-Sandi 331.352 suara (10 persen) di Papua.

ANTARA



May 29, 2019

Tokoh Papua di Pusaran Kandidat Menteri


29 Mei 2019   13:08 Diperbarui: 30 Mei 2019   09:22
 
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai pemenang Pemilihan Presiden ( Pilpres) 2019 dengan hasil 55,50 persen dari total suara sah nasional. Kini sudah mulai beredar nama-nama anggota kabinet Jokowi periode 2019-2024.

Beredar bocoran susunan menteri di Kabinet Kerja Joko Widodo jilid II periode 2019-2024 di sejumlah  media sosial. Namun, lebih banyak pos-pos menteri dan lembaga yang dijabat oleh orang-orang yang ada saat ini.

Wakil Papua

Sepertinya biasanya, dalam setiap periode kepemimpinan, selalu ada tokoh Papua yang mewakili Papua dalam kabinet sebagai representasi orang asli Papua

Presiden diharapkan selektif dalam menentukan pembantu nya dari Papua. Karena selain representasi Orang Asli  Papua, menteri dimaksud juga harus memahami issu Papua secara lokal dan global.

Sebut saja kandidat menteri dimaksud tersebut diantaranya Apolo Safanpo, saat ini Rektor Uncen, Yohana Yembise yg masih menjabat menteri, Manuel Kaisiepo mantan menteri dan politisi PDIP, Velix Wanggai birokrat nasional, Mervin Komber ketua Badan Kehormatan DPD RI, Yoris Raweyai anggota terpilih DPD RI politisi Golkar dan Jhon Gluba Gebze, mantan Bupati Merauke, Gubernur Papua Lukas Enembe, Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan, Ketua MRP Timotius Murib, Lenius Kogoya staf khusus presiden dan beberapa nama lainnya.

Dari deretan nama di atas, kita berharap Presiden memilih nama yang punya konsep dan bisa menjadi penyambung lidah masyarakat Papua di pemerintahan pusat.


Jan 28, 2019

Menteri Bambang Lantik Ronny Dwi Susanto Sebagai Kepala LKPP



Image
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro usai menjadi keynote speaker acara Halal Value Chain Forum di Jakarta, Selasa (18/12). | Dhera Arizona/Akurat.com 

AKURAT.CO Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro melantik Ronny Dwi Susanto sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), menggantikan Agus Prabowo.

"Kami sampaikan ucapan selamat sudah menjadi kepala LKPP yang baru. Sesuai arahan Presiden, LKPP diharapkan makin mendorong pengadaan secara elektronik di semua daerah," kata Bambang saat memberikan sambutan dalam acara pelantikan di Jakarta, Jumat (26/1/2019).

Bambang mengharapkan Ronny dapat memperbaiki proses pengadaan barang dan jasa di daerah yang belum optimal dan belum dilaksanakan secepatnya pada awal tahun sehingga kegiatan belanja masih menumpuk menjelang akhir tahun.

Selama ini, menurut dia dilansir dari Antara, masih ada pemerintah daerah yang baru memulai perencanaan belanja menjelang pertengahan tahun, sehingga proses tender baru terealisasi pada periode November-Desember yang berpotensi menganggu proses penyerapan belanja pemerintah daerah.

Selain perencanaan yang buruk, lamanya proses pengadaan barang dan jasa juga terjadi karena adanya kesengajaan agar pemenang lelang terpilih secara langsung dan tidak lagi melalui prosedur maupun tata kelola yang berlaku.

"Jadi dibawa mepet di akhir tahun, tahu-tahu sudah waktunya mepet, tidak ada waktu lagi terus diubah jadi penunjukan langsung," kata Bambang.

Untuk itu, penguatan peran LKPP menjadi penting agar institusi ini makin optimal dan mendukung percepatan pembangunan dengan tetap menjaga tata kelola, transparansi maupun akuntabilitas melalui penggunaan sistem elektronik untuk mencegah terjadinya praktek penyelewengan anggaran atau korupsi.

"Diharapkan adanya peningkatan persentase pengadaan secara elektronik, karena kita melihat belum menjadi mayoritas," ujar Bambang.

Ronny Dwi Susanto sebelumnya menjabat Inspektur Bidang Administrasi Umum dan Deputi Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan Bappenas serta Direktur Penelitian dan Pengembangan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam kesempatan tersebut, Bambang juga melantik pejabat Bappenas yaitu Sumedi Andono Mulyo sebagai Direktur Pengembangan Wilayah dan Kawasan serta Velix Vernando Wanggai sebagai Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan.[]



Jan 4, 2019

Optimistik Membuka Lembaran 2019

KORAN SINDO
Jum'at, 4 Januari 2019 - 02:09 WIB

Oleh: Dr Velix Vernando Wanggai, SIP, MPA
Direktur Aparatur Negara, Kedeputian Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, Kementerian PPN /BAPPENAS

CATATAN pendek ini terinspirasi dari pemikiran apik Kaka Manuel Kaisiepo yang berjudul "Menghindari Modernisasi yang Keliru" (1984). Untaian pemikiran mendasar yang ditulis pada pertengahan tahun 1984 dan disampaikan pada forum seminar yang diselenggarakan Persatuan Wartawan Indonesia pada tanggal 29 April hingga 1 Mei 1984. Pemikiran dari sekitar 90-an peserta dihimpun dalam sebuah buku yang dijuduli Pembangunan Masyarakat Pedalaman Irian Jaya (1987).

Menariknya, Kaka Manuel Kaisiepo mengungkapkan bahwa ia meminjam konsep dari seorang ahli antropologi kenamaan dari Belanda, Dr Van Baal (pernah menjadi Gubernur Irian di era Belanda). Dalam konsep Dr Van Baal, dikenalkan suatu konsep tentang "akulturasi yang keliru" (erring acculturation ). Maksudnya, ketidakmampuan untuk mencapai sasaran yang diinginkan selama terjadinya proses kontak kebudayaan. Akulturasi yang keliru terjadi apabila proses kebudayaan kehilangan arah dan berkembang ke jurusan yang merugikan, menjauhi sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.

Manuel Kaisiepo kemudian menamakan konsep Kaisepo dengan nama "modernisasi yang keliru" (erring modernization ) guna mengingatkan kembali apa yang pernah diungkapkan oleh Dr Van Baal. Kaka Manuel Kaisiepo berpandangan bahwa kita perlu memperhatikan pikiran dan perasaan masyarakat Irian Jaya ketika kita mencoba merumuskan apa yang hendak dilakukan oleh mereka.

Bagi Kaisiepo, "Itu berarti konsep-konsep pembangunan model apapun haruslah bermakna bagi masyarakat itu sendiri, berada dalam tingkat kesadarannya sehingga tanpa dipaksa pun ia akan tergerak dengan sadar untuk ikut melaksanakannya. Tanpa itu mereka akan bersikap apatis, bahkan mungkin menolak semua unsur modernitas yang coba dikenakan padanya lewat berbagai program pembangunan yang dilaksanakan."

Terinspirasi dengan pandangan Kaka Manuel Kaisiepo "Menghindari Modernisasi yang Keliru", saya ingin meminjam pandangan Kasiepo dengan ungkapan kata "Menghindari Pembangunan yang Keliru". Bahkan, dalam konteks kekinian, pentingnya konsep "Menghindari Otonomi Khusus yang Keliru". Dalam rentang waktu yang lebih dari 30-an tahun, ternyata topik modernisasi yang keliru masih relevan saat ini.



Mungkin pertanyaan yang hadir adalah sebenarnya bagaimana pembangunan yang tepat untuk masyarakat Papua? Atau sebaliknya, apa yang dikehendaki oleh masyarakat Papua untuk perubahan taraf hidup yang lebih baik? Ini pertanyaan umum, yang tidak mudah kita jawab. Peta pembangunan di tahun 1980-an, sudah pasti berbeda dengan konfigurasi politik dan development trends (kecenderungan) pendekatan dan model pembangunan yang berkembang dinamis, sebagaimana yang berkembang pada masa tahun 2000-an ini hingga saat ini di akhir Desember 2018.

Walaupun masa yang berbeda, ada pesan penting yang pernah diungkapkan oleh Prof Selo Soemardjan terkait pembangunan suku-suku Irian. Ada 7 patokan penting yang dipesan oleh Soemardjan. Pertama, agar pola dan program pembangunan suku-suku Irian harus disusun secara khusus dengan mengingat taraf perkembangan sosial dan budaya yang ada.

Selo Soemardjan mengingatkan agar pola dan program pembangunan tidak disamaratakan dengan pola dan program pembangunan di daerah-daerah lain di tanah air. Kedua, pembangunan di Irian Jaya supaya diartikan sebagai pembangunan suku-suku Irian dan tidak sebagai pembangunan fisik daerah saja. Ketiga, setiap program dan proyek pembangunan supaya didasarkan atas kepentingan suku-suku Irian, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.

Adapun, keempat, sebelum social institutions baru dikenalkan, gunakanlah social institutions yang dimiliki dan sudah dikenal serta dimanfaatkan oleh mereka. Kelima, usaha pembangunan suku-suku Irian yang dilakukan oleh pemerintah dan oleh para misionaris jangan sampai bertentangan. Seberapa mungkin usaha dari kedua pihak itu supaya saling mengisi dan saling mendukung. Keenam, program pembangunan suku-suku supaya lebih banyak diarahkan pada generasi muda daripada menggarap generasi tua. Karena itu, lebih diperlukan program jangka Panjang daripada program-program jangka pendek.

Dan, ketujuh, pesan dari Prof Selo Soemardjan bahwa untuk meletakkan dasar sosial dan budaya yang pertama maka program pembangunan perlu dimulai dari usaha secara sistematik unsur-unsur B di atas agar menjadi unsur-unsur A (Kaisiepo;1987). Hal yang terakhir ini, misalnya, relevan dengan introduksi teknologi baru dalam proses produksi.

Ketika kita melompat di era otonomi khusus sejak 2001, benang merah penting diletakkan Prof Selo Soemardjan, bahwa perlu desain khusus dalam pembangunan masyarakat Papua. Dalam konteks ini negara telah sepakat untuk mendesain desentralisasi asimetris kepada Papua. Artinya secara relasi kewenangan dan keuangan antara Jakarta-Papua telah dikelola secara khusus yang berbeda dengan daerah-daerah lain di tanah air.

Pekerjaan rumah kita berikutnya adalah apa desain pembangunan untuk Papua yang tepat di era otonomi khusus ini? Sebenarnya otonomi khusus adalah peluang bagi Papua karena negara memberikan pengakuan dan penghormatan hak-hak dasar orang asli Papua serta pemberdayaannya secara strategis dan mendasar. Bahkan dengan tegas, adanya pengakuan terhadap eksistensi hak ulayat, adat, masyarakat adat dan hukum adat.

Kita menyadari bahwa rancangan pembangunan masyarakat Papua adalah sebuah pekerjaan yang multidimensional, multisektor, multiwilayah, dan multiaktor. Ketika ditarik ke ranah administrasi pembangunan, di sana ada relasi antar urusan, relasi antar lembaga, budget constraints , dan bahkan regulasi yang melekat dalam suatu urusan pemerintahan, baik di level provinsi dan kabupaten/kota.

Dalam setting seperti itu, kita patut bersyukur karena dalam desain pembangunan Papua tahun 2015-2019, pemerintah telah mengakomodasi pengembangan wilayah berbasis wilayah adat, baik wilayah Animha, Meepago, Laapago, Saireri, dan Mamta. Sementara di Papua Barat, didorong sejumlah kawasan potensial ekonomi. Pada titik ini, wilayah adat diletakkan dalam kerangka wilayah strategis yang didekati dari sisi potensi ekonomi dan karakteristik zona ekologi wilayah yang berbeda, pemetaan hak ulayat, sumber daya manusia di wilayah adat, konektivitas internal dan eksternal wilayah, maupun kerangka regulasi yang mendukung pengembangan wilayah strategis berbasis adat.

Ke depan, sejumlah pekerjaan rumah telah menanti kita semua. Kita bersyukur, telah memiliki pemetaan wilayah adat atau karakter zona ekologi. Namun, ikhtiar strategis ke depan, adalah deepening regional wisdom and local characters of Papuans ke dalam rancangan nasional pembangunan Papua yang harus lebih bermakna, inklusif, dan berkelanjutan.
(pur)

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...