Apr 28, 2011

Memotret Konteks Perencanaan Nasional

Oleh: Velix Wanggai (dimuat di harian Jurnal Nasional, 28 April 2011)

Pagi ini, 28 April 2011, seluruh pengambil keputusan di negeri ini kembali berkumpul untuk merumuskan arah pembangunan nasional dan daerah tahun 2012. Kita menyebut forum pertemuan ini sebagai Musyawarah Perencanaaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas).

Forum ini adalah puncak dari serangkaian forum perencanaan pembangunan yang telah digelar secara berjenjang dari level kampung, kecamatan, kabupaten, hingga provinsi. Musrenbangnas dipandang strategis karena forum ini adalah mekanisme teknokratik untuk memadukan perencanaan sektoral dan regional. Disinilah, tiga agenda besar Pemerintah, yaitu welfare, democracy, dan justice atau inclusive development, diterjemahkan ke dalam kerangka program dan proyek tahunan yang terukur.

Melalui mekanisme inilah, aspirasi ibu-ibu di berbagai kampung yang mungkin butuh modal usaha dan tempat jualan sederhana diangkat dan diusulkan sebagai rencana definitif dari salah satu Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) kabupaten/kota.

Tidak hanya itu, pasti beragam usulan proyek seperti jalan-jalan kampung, pupuk para petani, modal usaha para nelayan, sanitasi masyarakat pinggiran kota, hingga usulan proyek skala besar seperti pembangunan bandara Kuala Namu, Trans-Sulawesi hingga Trans-Papua.

Kesemua usulan ini perlu digodok dalam suatu mekanisme perencanaan pembangunan yang berjenjang. Dengan demikian, Pemerintah memperoleh kesepakatan yang dari berbagai tingkatan pemerintahan, dan berbagai peran dan tanggung jawab.

Forum Musrenbangnas ini memiliki sejarah panjang dalam perjalanan pembangunan nasional. Perubahan sosial-politik bangsa ikut pula mempengaruhi perencanaan pembangunan, baik dari sisi konteks, dari sisi dokumen kebijakan perencanaan, dan dari sisi mekanisme forum perencanaan pembangunan.

Situasi sosial politik yang sentralistik di era partai yang hegemonik adalah konteks yang mewarnai perencanaan pembangunan nasional di era Orde Baru. Saat itu, kita memiliki Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang 20 tahun, dan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).

Repelita memuat arah kebijakan sektoral dan regional. Setiap provinsi di Tanah Air menjadi agenda tersendiri dalam buku Repelita. Konteks perencanaan yang sentralistik seperti itu menyebabkan hadirnya kritikan, misalnya kentalnya ego-sektoral yang mematikan inisiatif lokal.

Sejak reformasi tahun 1998, konteks sosial-politik berubah drastis. Dua hal utama adalah bandul desentralisasi dan otonomi daerah semakin kuat, dan sistem multi-partai dalam konteks kepolitikan nasional dan daerah. GBHN ditiadakan dan Repelita model Orde baru diubah cukup drastis.

Berada di era transisi ini, Presiden Habibie memakai dukumen Program Reformasi Nasional, dan Presiden Abdurahman Wahid dan dilanjutkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mengacu pada dokumen Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000 - 2004. Periode 1998 - 2004 adalah masa transisi dalam memaknai kembali tiga poin penting, yaitu arah kebijakan nasional, pola penyusunan dokumen perencanaan, dan mekanisme perencanaan pembangunan yang berjenjang.

Saat ini, politik perencanaan pembangunan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) semakin tertata dan terkonsolidasi. Berbagai perubahan konteks ini dijawab melalui UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).

Dengan regulasi terbaru ini, kita memiliki pedoman pembangunan, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 5 tahun, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan. Dokumen perencanaan ini diberlakukan pula di level provinsi dan kabupaten/kota.

Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota diwajibkan untuk menyelesaikan RPJP dalam waktu 6 bulan, dan RPJM dalam waktu 3 bulan. Khusus untuk RPJPM, dokumen ini memuat visi, misi, dan kebijakan dari pemimpin nasional dan pemimpin daerah terpilih.

Enam tahun terakhir ini, perencanaan pembangunan semakin terkonsolidasi dan terarah. Presiden SBY menetapkan tema dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan yang berbeda-beda sesuai prioritas dalam mengatasi persoalan bangsa.

Menariknya, pembangunan yang inklusif dan berkeadilan di seluruh pelosok Tanah Air menjadi pendekatan baru dan prioritas nasional dari Presiden SBY. Strategi yang ditempuh adalah mendorong pengembangan wilayah-wilayah di pulau Jawa-Bali, sambil menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa-Bali. Untuk membumikan strategi itu, tema RKP 2010 adalah

"Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat". Sedangkan tahun 2011 mengambil tema "Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan didukung Pemantapan Tata Kelola dan Sinergi Pusat-Daerah".

Untuk tahun 2012, "Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkeadilan" merupakan tema penting yang diprioritaskan Pemerintah. Semoga Musrenbangnas ini dapat berlangsung optimal guna menyatukan visi dan langkah dari pelbagai pihak

Apr 21, 2011

Retreat Bogor II: Saatnya untuk Berbuat

Jakarta | Kamis, 21 Apr 2011

Velix Wanggai (dimuat di Kolom Spektra, Jurnal Nasional, 21 April 2011)

Untuk kedua kalinya Istana Bogor menjadi tempat perhelatan Rapat Kerja (retreat) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan para pelaku usaha baik swasta dan negara (BUMN). Retreat ini dihadiri pula para Menteri, Gubernur dan Ketua DPRD se-Indonesia. Sebelumnya, Retreat I digelar pada akhir Februari 2011 yang dihadiri oleh para pimpinan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tema besar yang dibahas adalah penyelesaian Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Istana Bogor adalah tempat dimana sejarah bangsa ini terukir. Istana Bogor dibangun oleh Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoff pada tahun 1744. Ia terkesima akan kampung kecil di Bogor (Kampung Baru), sebuah wilayah bekas Kerajaan Pajajaran yang terletak di hulu Batavia yang penuh kedamaian. Akhirnya dari Van Imhoff inilah 38 Gubernur Jenderal Belanda dan satu orang Gubernur Jenderal Inggris menjadikannya sebagai tempat kediaman resmi (Istana) yang pada awalnya bernama Buitenzorg atau Sans Souci yang berarti "tanpa kekhawatiran".

Sejarah nasional Indonesia juga mencatat Istana Bogor menjadi bagian dari sejarah bangsa. Konon dari tempat inilah awal peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto dalam peristiwa Supersemar. Tahun 1994, Presiden Soeharto menjadikan Istana Bogor sebagai tempat pertemuan tahunan menteri ekonomi APEC (Asia-Pacific Economy Cooperation). Pertemuan ini menghasilkan Deklarasi Bogor. Pada era kepemimpinan Presiden SBY, berbagai pertemuan penting digelar. Sejumlah agenda dan kebijakan strategis bangsa juga dirumuskan oleh Presiden SBY di Istana Bogor ini.

Di hadapan pimpinan dunia usaha nasional dan daerah, Presiden menegaskan bahwa saat kini saatnya untuk berbuat (time to act). Rakyat menunggu kita untuk berbuat dan tidak ingin mendengar kata gagal. Untuk itu, kita semua perlu bahu membahu, berbagi peran, dan mengisi pembangunan sesuai bidang, sektor, dan wilayah. Kita tidak mendapatkan cek kosong dari dunia usaha, namun kita ingin mendapatkan cek isi. Agenda besar kita yaitu percepatan kesejahteraan rakyat, penguatan konsolidasi bangsa, dan keadilan yang inklusif harus acuan utama kita semua. Karena itu, disinilah pentingnya Retreat Bogor II ini.

Lingkungan Istana Bogor yang sejuk dan asri menambah suasana keakraban antara para pelaku usaha dengan para pemangku birokrasi, nasional dan daerah. Forum ini sengaja digagas Presiden SBY untuk lebih mempertajam dan merinci pelbagai regulasi dan kegiatan strategis yang mungkin bersifat umum di dalam RPJMN 2010-2014. Forum ini juga merupakan ajang meminta masukan dari para pelaku usaha dan pemerintah daerah menyangkut hambatan-hambatan (bottlenecking), dengan tujuan hambatan itu dapat diurai (debottlenecking) dalam waktu dekat ini.

Suasana tenang Istana Bogor banyak mendatangkan inspirasi. Di tengah-tengah rehat kopi, seorang pengusaha nasional mengucap apresiasi yang tinggi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, karena sejak awal para pengusaha telah diajak untuk memikirkan agenda bangsa yang begitu strategis ini. Dinamika forum mempertontonkan para pengusaha nasional saling berbincang serius tapi santai, bahkan saling melontarkan kritikan tajam kepada para Menteri. Forum ini sangat strategis dan penuh apresiasi. Semua pihak saling memahami posisi dan peran, serta kita semua saling membutuhkan.

Para pimpinan dunia usaha terlibat dengan seksama perdebatan dari dokumen MP3EI ini. Dokumen MP3EI tidak menggantikan RPJP Nasional 2005-2025 atau RPJM Nasional 2010 - 2014, melainkan komplementer pelbagai dokumen kebijakan nasional yang telah ada. MPE3I adalah sebuah pendekatan baru bagi percepatan pembangunan ekonomi nasional melalui peningkatan nilai tambah, mendorong inovasi, mengintegrasikan sayap sektoral dan regional serta mempercepat investasi swasta. Kini, Presiden ingin membalikkan paradigma pembangunan yang dulunya sektoral menuju pendekatan kewilayahan. Karena itu, kebijakan perluasan ekonomi nasional ini memilih pendekatan koridor ekonomi wilayah yang mendorong pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru di luar pulau Jawa-Bali. Kebijakan koridor ekonomi wilayah ini tentu perlu didukung oleh koneksivitas nasional yang terpadu.

Saatnya untuk kita berbuat. Para Menteri dan pimpinan lembaga di Pusat maupun para Gubernur di Daerah segera melakukan apa yang menjadi tanggungjawabnya. Sebab komitmen dunia usaha yang dinyatakan di akhir Retreat Bogor II adalah sekitar 1.300 trilyun rupiah. Investasi yang cukup besar untuk mewujudkan pembangunan yang inklusif di seluruh tanah air.

Karena itu, investasi dari dunia usaha ini tidak boleh terhambat oleh kekakuan birokrasi di Pusat dan di daerah. Reformasi birokrasi, kelembagaan dan perbaikan regulasi mutlak dilakukan dari waktu ke waktu. Kita yakin bahwa komitmen para pelaku dunia usaha diatas cukup jelas. Mereka tidak datang meminta kepada penguasa daerah melainkan memberi uang ke daerah lewat kegiatan investasinya di daerah. Namun yang terpenting disini adalah jaminan kepastian berusaha bagi para investor.

Tak salah jika di sela-sela akhir Retreat Bogor II ini, Presiden mengeluarkan direktif untuk pimpinan TNI dan Polri di tingkat Pusat dan Daerah terkait stabilitas sosial, politik dan keamanaan di dalam negeri. Kita berharap, bahwa Retreat Bogor II telah mengambil langkah-langkah konkret bagi percepatan pembangunan ekonomi yang inklusif dalam Istana Buitenzorg, yang bermakna "Istana tanpa kekhawatiran", alias Istana optimisme.

Apr 19, 2011

Presiden Minta Manajemen Otonomi Khusus Dibenahi


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. ANTARA/Prasetyo Utomo

TEMPO Interaktif, Bogor - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta pengelolaan otonomi khusus di Papua dan Papua Barat dibenahi. "Presiden menyadari ada sesuatu yang tidak optimal dan tak efektif dalam pemanfaatan dana otonomi khusus," kata Velix Wanggai, Staf Khusus Presiden Bidang Otonomi Daerah, di sela rapat kerja pemerintah di Istana Bogor, Selasa (19/4).

Salah satu buktinya ialah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan, (BPK) yang menemukan indikasi penyimpangan dana otonomi khusus senilai lebih dari Rp 3 triliun. Rp 1,85 triliun di antaranya, yang seharusnya disalurkan untuk sektor pendidikan, malah didepositokan di bank.

Dana yang dikucurkan untuk otonomi khusus jumlahnya sangat besar. Undang-undang memang mewajibkan pemerintah mengalokasikan minimal dua persen anggaran negara untuk dana tersebut. Di tahun 2010 saja, kata Velix, dana untuk Papua dan Papua Barat dari pemerintah pusat serta sejumlah kementerian dan lembaga mencapai Rp 30 triliun.

Menurut Velix, Yudhoyono juga menilai skenario pembangunan di kedua provinsi itu pun kurang tepat. Untuk itu, ada empat langkah yang dilakukan pemerintah.

Pertama, tindakan yang fokus pada aspek pembenahan manajemen perencanaan program maupun strategi pengalokasian dana yang lebih tepat. Kedua, koordinasi yang lebih efektif antara tingkatan pemerintahan supaya program yang direncanakan berjalan lebih efektif. "Baik pusat, provinsi, maupun kabupaten dan kota," ucapnya.

Ketiga, harus ada pula pembenahan perencanaan dana otsus. "Kalau dana otonomi khusus diberikan 20 tahun sejak 2001, saat ini kita hanya punya waktu sampai 2021. Jadi harus ada skenario yang jelas tentang penggunaan dana, bagaimana penggunaan untuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan ekonomi," tuturnya.

Keempat, dari aspek penegakan hukum. "Yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan harus diproses seusai dengan hukum," katanya.

Keempat langkah itu bakal dimasukkan dalam rencana percepatan dan perluasan pembangunan Papua dan Papua Barat yang kini sedang disusun pemerintah.

BUNGA MANGGIASIH

Velix Wanggai: Pemerintah Serius Bangun Papua

Selasa, 19 April 2011 | 8:59

Staf Khusus Presiden bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah,  Velix Wanggai Staf Khusus Presiden bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai


[JAKARTA] Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai menegaskan, sejak tahun 2001, sesuai amanat UU No 21/2001 tentang Otsus Papua, pemerintah telah serius membangun Papua melalui kebijakan desentralisasi fiskal dan pendekatan kesejahteraan.

“Hal ini terlihat dari alokasi pembiayaan dana Otsus yang meningkat dari tahun ke tahun dalam 9 tahun terakhir ini. Dana dekonsentrasi melalui kementerian/lembaga juga meningkat cukup drastis dalam 4 tahun terakhir pasca Presiden SBY mengeluarkan inpres No 5/2007 tentang percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat,” katanya kepada SP, di Jakarta, Selasa (19/4).

Velix dimintai komentar terkait temuan BPK tentang dugaan adanya penyimpangan dana Otsus di Papua dan Papua Barat.

Menurut Velix, Inpres ini adalah “New Deal for Papua” untuk mengoptimalkan pelaksanaan otsus, khususnya di sektor pendidikan, kesehatan, pertanian, infrastruktur, dan perlakuan khusus (affirmative policy) untuk infrastruktur, dan perlakuan khusus (affirmative policy) untuk putra-putra asli Papua.

Namun, Presiden menyadari bahwa otsus Papua belum berjalan optimal. “Inpres No 5/2007 lalu sebagai bentuk keprihatinan Presiden atas otsus. Demikian pula, tahun lalu, tepatnya 29 Juli 2010, Presiden telah menginstruksikan agar dana otsus Papua, perlu diaudit secara menyeluruh. Saat itu, presiden menegaskan agar proses audit ini dilakukan pada aspek manajemen, pemanfaatan dana, aspek implementasi, dan aspek pengawasan dan pengendalian,” katanya.

Karena itu, saat ini SBY sedang mengoreksi total atas langkah-langkah percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat. Penataan pembangunan Papua harus diarahkan pada penyelesaian payung hukum Peraturan Daerah Khusus (Perdasus), penyelesaian skenario pemanfaatan dana Otsus untuk 20 tahun dan peta jalan setiap tahunnya, penguatan Bappeda Provinsi dan Kab/Kota, serta penguatan koordinasi dan sinergi penggunaan dana antartingkatan pemerintahan. Pada saat bersamaan, aspek hukum perlu ditegakkan sebagai proses pembelajaran ke depan di tanah Papua. [W-12]

Apr 18, 2011

Presiden Koreksi Total Langkah Pembangunan Papua

Wienda Parwitasari / Jurnal Nasional

Jurnas.com |

PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono saat ini sedang melakukan koreksi total terhadap sejumlah langkah percepatan dalam pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat.

Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai mengatakan, penataan pembangunan Papua saat ini diarahkan pada penyelesaian payung hukum Peraturan Daerah Khusus (Perdasus), penyelesaian skenario pemanfaatan dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk 20 tahun dan road map setiap tahunnya, serta penguatan Bappeda Provinsi dan Kab/Kota. Penataan juga dilakukan dalam bentuk penguatan koordinasi dan sinergi penggunaan dana antartingkatan pemerintahan.

“Namun, jika (ada penyelewengan), aspek hukum perlu ditegakkan sebagai proses pembelajaran ke depan di Tanah Papua,”ujar Velix kepada Jurnal Nasional, Senin (18/4).

Seperti diberitakan sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan dugaan penyimpangan penggunaan dana Otsus Pendidikan dan Kesehatan sebesar Rp1.85 triliun. Dana tersebut bukan disalurkan untuk program pendidikan dan kesehatan rakyat Papua, tetapi malah didepositokan. Berbagai pihak pun mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki temuan BPK tersebut.

Velix mengatakan, sejak 2001, sesuai amanat UU No. 21/2001 tentang Otsus bagi Papua, Pemerintah serius membangun Papua melalui kebijakan desentralisasi fiskal dan penekanan prosperity approach. Hal ini terlihat dari alokasi pembiayaan dana Otsus yang meningkat dari tahun ke tahun selama 9 tahun terakhir ini.

Perhatian itu juga tampak dalam bentuk alokasi dana dekonsentrasi melalui Kementerian/Lembaga yang meningkat cukup drastis selama 4 tahun terakhir, pasca Presiden SBY mengeluarkan Inpres No. 5/2007 tentang Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat.

“Presiden menyebut Inpres ini sebagai ‘New deal for Papua’ guna mengoptimalkan pelaksanaan Otsus, khususnya disektor pendidikan, kesehatan, pertanian, infrastruktur, dan perlakuan khusus (affirmative policy) untuk putra-putra asli Papua,”ujar Velix.

Namun, kata Velix, Presiden SBY menyadari bahwa pelaksanaan Otsus Papua belum berjalan optimal. Untuk itu, pada 29 Juli 2010 lalu, Presiden telah menginstruksikan agar dana Otsus Papua perlu diaudit secara menyeluruh.

”Saat itu Presiden menegaskan agar proses audit ini dilakukan pada aspek manajemen pemanfaatan dana, aspek implementasi, dan aspek pengawasan dan pengendalian,”ujar Velix. Very Herdiman

Penulis: Fransiskus Saverius Herdiman

Apr 14, 2011

Staf khusus Presiden RI Silaturahim Dengan Sultan Kutai

April 17, 2011

TENGGARONG – vivaborneo.com, Staf khusus Presiden RI Bidang Pembangunan Daerah Felix Wanggai, yang datang untuk melihat persiapan penyelenggaraan Pekan Nasional (Penas) Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) di Kutai Kartanegara (Kukar), juga sempatkan bersilaturahim dengan Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura HAM Salehuddin II, Kamis (14/4) malam lalu.

Staf khusus Presiden RI Felix Wanggai saat berbincang dengan Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura HAM Salehuddin II

Staf khusus Presiden RI Felix Wanggai saat berbincang dengan Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura HAM Salehuddin II

Felix yang didampingi oleh Sekretaris Kabupaten HAPM Haryanto Bachroel dan sejumlah kepala instansi dilingkungan Pemkab Kukar diterima oleh HAM Salehuddin II di kediamannya Jl S. Parman Tenggarong.

Sebelum kekediaman Sultan Kutai, Felix juga melihat berbegai peninggalan sejarah di Museum Mulawarman.

Kepada Sultan HAM Salehuddin II, Felix mengaku sangat senang bisa menginjakkan kaki ke Kukar yang terkenal dengan sejarah sebagai tempat berdirinya kerajaan tertua di Indonesia.

“Sejak SD saya sudah mengenal Kutai ini melalui pelajaran sejarah. Dan saya senang bisa ada disini (Kukar.red) bisa melihat peninggalan sejarah di Museum Mulawarman, bahkan bisa bertemu Sultan,” ujarnya saat berbincang dengan Sultan HAM Salehuddin II.

Felix lalu diajak makan bersama oleh Sultan HAM Salehuddin II sambil berbincang akrab.

Diakhir silaturahim tersebut Sultan HAM Salehuddin II melalui HAPM Haryanto Bachroel yang juga sebagai menteri sekretaris kesultanan Kutai menitipkan surat kepada Felix untuk diserahkan ke Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, yang isinya pemberian gelar Kesultanan yang akan diterima SBY saat berada di Tenggarong Juni mendatang untuk membuka Penas KTNA. (hmp03)

Freeport dan Koridor Ekonomi Papua

oleh: Velix Vernando Wanggai
(dimuat di Kolom Spektra, Jurnal Nasional, 14 April 2011)

Beberapa waktu lalu pemerintah mengumumkan enam koridor ekonomi nasional dimana Maluku dan Papua termasuk koridor keenam. Pertimbangannya karena kedekatan geografis maupun kultural. Interakasi sosial, ekonomi dan kultural antara Maluku dan Papua telah berlangsung lama hingga saat ini. Salah satu potensi koridor ekonomi keenam Maluku-Papua adalah bentangan laut Arafura sekitar 650.000 kilometer persegi.

Karakteristik koridor ekonomi Maluku-Papua yang kaya akan sumberdaya alam meniscayakan pembangunan di koridor ini berorientasi pada industri pertambangan, pangan (perikanan perkebunan, pertanian) dan energi.

Laut Arafura membentang ke arah timur mencangkup Wilayah Australia Utara dan Selatan Papua Nugini. Disana tersimpan potensi ikan tangkap terbesar yaitu sebanyak 771.500 ton setiap tahun. Potensi ikan tangkap di seluruh perairan Arafura mencapai 1.640.030 ton tetapi baru dioptimalkan sebesar 20 persen atau sekitar 300 ribu ton per tahun. Potensi tersebut belum mencakup kawasan perairan Laut Banda maupun perairan Kepala Burung dan pantai utara pulau Papua.

Masyarakat yang mendiami pulau-pulau sedang dan kecil di Kepulauan Maluku mayoritas adalah penduduk desa tertinggal dan terpencil. Mereka terisolasi dari akses ekonomi apalagi informasi dan komunikasi. Mereka akan memperoleh nilai tambah ekonomis apabila para investor di bidang kelautan, perikanan dan pariwisata berinvestasi di daerahnya.

Sementara itu, pulau Papua memiliki kekayaan sumberdaya alam hayati dan non-hayati di laut dan daratan yang berlimpah. Hasil laut, hutan dan tambang mineral merupakan primadona Tanah Papua. PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan salah satu pionir investasi swasta asing tertua di Papua (termasuk di Indonesia) yang melakukan eksploitasi tambang tembaga, perak dan emas di Tembagapura Kabupaten Mimika Provinsi Papua.

PTFI hadir di Papua sejak 1967 dan mulai berproduksi tahun 1973 telah berkontribusi membangun beberapa pusat perekonomian di pantai selatan Papua, antara lain kota Tembagapura, Timika dan Amamapare. Sejak 1998 kontribusi PTFI terhadap struktur perekonomian Papua terlihat sangat signifikan. PTFI telah berkontribusi bagi pembangunan ekonomi wilayah dengan menyumbang 68 persen PDRB Provinsi Papua dan 96 persen PDRB Kabupaten Mimika.

Sedangkan untuk pembangunan perekonomian nasional, PTFI menyumbang sekitar 1,59 persen PDB Indonesia. Pada tahun 1992-2010, pembayaran pajak, royalti, dividen dan lainnya mencapai 11,3 milyar dolar Amerika. Sedangkan upah dan gaji, serta pembelian dalam negeri, termasuk pembangunan daerah dan investasi dalam negeri mencapai 15,2 milyar dolar Amerika pada periode yang sama.

Berkaitan dengan target pemerintah untuk menjadikan Indonesia menjadi negara nomor 6 di dunia pada tahun 2050 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang berkelanjutan dan inklusif, PTFI telah menargetkan akan meningkatkan produksi konsentratnya hingga tahun 2041. Total investasi yang disiapkan utamanya untuk tambang bawah tanah (underground) adalah 18,5 milyar dolar Amerika.

Membangun Sinergi

Terlepas dari masalah-masalah yang selama ini menjadi pemberiataan media massa dan para aktivis lingkungan, beberapa tahun terakhir ini PTFI memperlihatkan performa yang semakin baik. Salah satunya adalah komitmen PTFI terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar area penambangannya.

Langkah semacam itu menjadi suatu keharusan karena kegiatan investasi dimana pun di negeri ini hendaknya membuka ruang partisipasi bagi upaya pengembangan masyarakat. Dalam konteks pembangunan inklusif, masyarakat Amungme dan Kamoro maupun suku-suku lain di sekitar area tambang PTFI (suku Ekari, Moni, Dani dan Damal) adalah warganegara yang berhak memperoleh manfaat pembangunan. Maka sebagai pionir invetasi di Papua, pilihan PTFI untuk membangun hubungan kemitraan dengan Pemda Mimika dan Masyarakat Amungme-Komoro adalah contoh menarik.

Kita boleh bangga bahwa masyarakat di Kabupaten Mimika mungkin telah merasakan penerangan listrik, air bersih dan harga bahan pokok yang terjangkau. Namun bagaimana dengan mereka yang masih hidup di sepanjang sungai-sungai dan lereng-lereng gunung? Kapan mereka dapat menikmati sentuhan pembangunan dan menjalani kehidupan yang layak?

Semua kegundahan itu adalah bagian dari keprihatinan Presiden SBY ketika hal itu diungkapkan kepada dua Gubernur di Tanah Papua, Kaka Bas dan Kaka Bram sewaktu mengunjungi korban banjir Wasior tahun lalu. Dari sanalah beliau mencanangkan pembangunan tiga kluster ekonomi berupa kawasan ekonomi khusus (KEK) di Tanah Papua. KEK Papua harus mampu memecahkan problema ekonomi masyarakat di wilayah ini dengan membuka isolasi dan membuka lapangan kerja produktif.

Kita mengharapkan bahwa investasi apapun yang berinvestasi di Tanah Papua haruslah membangun segitiga sinergis, yakni dunia usaha, pemerintah dan masyarakat dalam meningkatkan perekonomian wilayah, termasuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Solusi dan Jaminan Investasi

Pengembangan koridor ekonomi di kawasan pegunungan tengah dan pantai selatan Papua menjadi sangat mendesak. Koridor pegunungan tengah bagian barat dapat dibagi meliputi Kabupaten Paniai, Puncak, Intan Jaya, Dogiyai dan Deiyai. Sedangkan koridor pantai selatan mulai dari Kabupaten Merauke sampai Kabupaten Kaimana di Provinsi Papua Barat. Investasi yang didorong di pusat pertumbuhan baru itu adalah di sektor non-tambang seperti pangan dan energi.

Beberapa manfaat dapat diambil PTFI dari kebijakan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di Papua itu. Pertama, terjadi redistribusi kegiatan sosial dan ekonomi di wilayah-wilayah terbelakang di pegunungan tengah dan pantai selatan; Kedua, pengurangan beban kota Timika sebagai pusat pemerintahan kabupaten Mimika yang sebagiannya termasuk dalam wilayah konsesi tambang PTFI; Ketiga, PTFI tidak banyak membuang-buang waktu mengatasi masalah-masalah sosial dan hukum yang sebenarnya tidak terkait dengannya; Keempat, PTFI tidak secara terpaksa melirik sektor-sektor non-tambang tetapi lebih intensif menjalankan konsentrasinya di sektor tambang.

Semua rencana besar diatas bisa terlaksana apabila adanya kepastian hukum. Selain masalah-masalah regulasi yang seringkali menghambat kegiatan investasi, adalah juga masalah keamanan. Faktor keamanan saat ini menjadi masalah krusial di kalangan manajemen dan karyawan PTFI setelah kejadian tewasnya dua petugas sekuriti PTFI di wilayah keamanannya sendiri minggu lalu. Tragedi kemanusiaan ini menjadi pekerjaan rumah bagi pihak berwajib untuk mengungkap tuntas pelakunya dan menteretnya di depan hukum agar jaminan keamanan berinvestasi di Tanah Papua segera terwujud dan lestari

Apr 7, 2011

Menyongsong Kebangkitan Maluku Utara


oleh: Velix Wanggai (Kolom Spektra, Jurnas, 7 April 2011)

Maluku Utara maupun Maluku pada umumnya adalah wilayah para raja-raja (jaziratul muluk). Dari namanya, mengandung makna yang mendalam, yaitu wilayah para penguasa. Dahulu, ada Kesultanan Tidore, Kesultanan Ternate, Kesultanan Bacan, dan Kesultanan Jailolo.

Para Kesultanan ini memiliki cerita panjang perihal kekuasaan, pengaruh politik, hubungan ekonomi dan kultural ke berbagai wilayah di Nusantara, bahkan hingga Filipina dan Pasifik Selatan. Kisah perjuangan para Sultan dan tokoh-tokoh rakyat di wilayah Maluku Utara masih kita kenang dalam berbagai episode sejarah bangsa, baik di era perlawanan terhadap Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda.

Jejak-jejak sejarah ini dan tantangan pembangunan ke depan di wilayah Maluku Utara adalah pijakan dasar bagi penulis untuk mengunjungi Ternate dan Tidore beberapa hari lalu. Sejak di pesawat udara, kita menyaksikan keindahan pulau-pulau, teluk yang tertata rapi, laut yang teduh, lambaian pohon nyiur, dan gunung Gamalama yang gagah. Ketika tiba di Ternate seakan penulis hadir di kampung halaman.

Bertepatan pula, masyarakat Maluku Utara menyambut kedatangan kitab suci Alqur'an milik Kesultanan Ternate yang berumur ratusan tahun, yang selama ini disimpan di Kesultanan Bima, Nusa Tenggara Barat. Cerita ini adalah secuil dari kisah hubungan kultural yang begitu lama antara Ternate dan daerah-daerah lainnya di Nusantara.

Jika saat ini kita berdebat perihal pusat ibukota negara atau pusat pemerintahan Republik ini, kita bisa belajar dari cacatan perjalanan sejarah kolonial Belanda di Nusantara. Sebelum Belanda atau VOC memilih Batavia sebagai pusat penyelenggaraan kekuasaan di Nusantara, ternyata 3 (tiga) Gubernur Jenderal Belanda berpusat di kota Ternate. Artinya, Ternate dipandang sangat strategis dalam percaturan global saat itu, dan menjadi sentra kekuasaan pemerintahan untuk mengelola pemerintahan Belanda dan mengatur perdagangan dengan negara-negara lainnya di benua Eropa.

Demikian pula, kota Soa Sio di pulau Tidore adalah sentra perjuangan Indonesia untuk merebut Irian Barat dari Belanda. Tahun 1956, Soa Sio dijadikan ibukota dari Provinsi Irian Barat Perjuangan. Tidore adalah wilayah yang bermakna dalam perjuangan pembebasan Irian Barat. Hal ini memberikan pelajaran penting bagi kita untuk merumuskan skenario pengembangan wilayah di Indonesia saat ini dan ke depan, dan sekaligus memberikan motivasi yang kuat untuk merekatkan keutuhan bangsa Indonesia.

Kini, Maluku Utara telah berdiri sendiri sebagai provinsi, terpisah dari kakaknya, provinsi Maluku. Payung hukumnya adalah UU No. 46/1999. Pasti ada harapan yang tinggi dari seluruh rakyat Maluku Utara untuk membangun daerahnya dalam setting sosial budaya yang begitu beragam, unik, dan harmonis.

Bagi Pemerintah, berdirinya sebuah daerah otonom baru akan bermakna bagi percepatan pembangunan daerah, pembukaan isolasi wilayah, perubahan taraf hidup rakyat yang lebih baik, pelayanan pemerintahan yang menyentuh rakyat di pelosok pulau-pulau, maupun partisipasi sosial politik rakyat yang lebih terkonsolidasi baik. Tidak hanya itu saja, setelah berdiri provinsi Maluku Utara, Pemerintah mendorong lahirnya kabupaten-kabupaten baru, baik di pulau Tidore, pulau Halmahera, maupun pulau Morotai. Kesemuanya itu bertujuan bagi untuk mempercepat pembangunan wilayah dan masyarakat Maluku Utara.

Kepemimpinan Gubernur H.Thaib Armaiyn memberikan harapan yang besar bagi Maluku Utara. Menyadari kondisi wilayah, potensi dan tantangan ke depan, serta setting sosial budaya, visi yang digagas adalah ‘Terwujudnya masyarakat provinsi kepulauan yang religius, sehat, cerdas, produktif dan sejahtera dalam bingkai perdamaian abadi'. Perdamaian melalui pembangunan (peace through development) adalah salah satu strategi dalam membangun daerah Maluku Utara.

Kini, wilayah Maluku Utara menjadi perhatian dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ketika berkunjung ke Ternate, Presiden SBY mencanangkan Sail Morotai pada tahun 2012. Sail Morotai tidak berdiri sendiri di pulau Morotai saja, namun Presiden menegaskan bahwa Sail Morotai merupakan titik masuk (entry point) untuk membangkitkan berbagai potensi Maluku Utara dan mempercepat pembangunan ekonomi wilayah yang lebih inklusif. Sail Morotai menjadi momen bagi semua kabupaten di provinsi Maluku Utara untuk bangkit, bahu-membahu, dan melangkah bersama untuk mengatur desain pembangunan yang tepat sesuai konteks ke-Maluku Utara-an.

Ke depan, Presiden SBY juga meletakkan Maluku sebagai salah satu kawasan strategis dalam perspektif ekonomi di kawasan Pasifik. Potensi sumber daya alam seperti perikanan, wisata bahari dan sejarah, serta pertambangan adalah sejumlah kekuatan wilayah. Disinilah kita menempatkan pulau Morotai sebagai pintu terdepan, halaman Republik di bibir Pasifik. Dalam perspektif Jakarta, Morotai menjadi Pusat Kawasan Strategis Nasional (PKSN), sekaligus sebagai pusat megaminapolitan, dan hub koneksivitas ke luar negeri di masa depan.

Untuk itu, dengan potensi sumber daya alam yang strategis, tetapi belum dikelola secara optimal, adalah tantangan bagi kita semua. Konteks geostrategis dan geopolitik yang baik, Maluku Utara adalah aset bagi bangsa ini untuk bangkit. Syaratnya, mari kita bersama bekerja keras.

Kita harus optimis, tinggalkan pesimisme. Kita satukan langkah, padukan strategi pembangunan, sinkronkan kewenangan dan pembiayaan, dan bangun daerah dalam kemajemukan. Ini adalah modal sosial kita. Ayo, bangkitlah Maluku Utara. Ino foma katinyinga marimoi ngone futuru, mari kita menyatukan hati, bersatu membangun Maluku Utara.

Apr 6, 2011

Presiden Dorong Pembangunan Kawasan Strategis Tanah Air


Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi perhatian yang serius untuk mendorong percepatan pembangunan wilayah-wilayah strategis dan tertinggal di pulau Jawa-Bali, sambil menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.

Hal itu diungkapkan Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Vernando Wanggai di Jakarta, Selasa yang diharapkan bisa mengurangi persoalan disparitas kualitas sumber daya manusia antarwilayah, perbedaan kemampuan perekonomian antardaerah, serta belum meratanya ketersediaan infrastruktur antarwilayah.

Menurut Velix, pembangunan ekonomi yang inklusif adalah salah satu agenda utama Pemerintah dewasa ini dan menjadi topik pembahasan utama dalam Sidang Kabinet Paripurna beberapa hari lalu.

Dikatakannya, saat ini Presiden SBY sedang mengkonsolidasi kebijakan pengembangan kawasan-kawasan strategis di bidang ekonomi yang dibangun di berbagai wilayah potensial di Tanah Air yang sejak era Orde Baru memiliki Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) di 12 daerah di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan sedang mengevaluasi sejauhmana perkembangannya.

Harapannya, kawasan strategis ini diharapkan dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya, dan membentuk keterkaitan dengan daerah sekitarnya dalam suatu keterpaduan sistem ekonomi wilayah.

Dalam periode kedua Pemerintahan SBY ini, lanjutnya Pemerintah berupaya untuk mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan kawasan ekonomi khusus (KEK) yang diatur dalam Undang-Undang (UU) No.39 Tahun 2009 tentang KEK.

Melalui kebijakan baru ini, akan ditetapkan kawasan-kawasan strategis tertentu untuk aktivitas perekonomian dan kerangka fasilitas tertentu atau insentif akan diberikan. Sehingga dengan demikian, kerangka kebijakan baru dapat melipatgandakan pertumbuhan ekonomi nasional, membuka lapangan kerja, dan mengurangi kemiskinan di berbagai wilayah.

Dalam mengembangkan KEK, ada sejumlah sektor yang didorong, yaitu perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, pariwisata, dan bidang lainnya.

KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi serta berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.

Presiden SBY, menurutnya mengupayakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru ini hadir secara merata, baik di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara, dan Papua.

Kawasan ekonomi baru ini bersifat fungsional yang memberikan backward dan forward linkages serta multiplier effects bagi daerah di sekitar kawasan tersebut secara regional, nasional, dan internasional.

Melalui kebijakan KEK ini, diharapkan pula Pemerintah dapat mengoptimalkan potensi pertumbuhan ekonomi daerah, meminimalisasi ketimpangan pembangunan antardaerah, dan menguatkan desentralisasi dan otonomi.

Presiden SBY juga menekankan bahwa pengembangan kawasan-kawasan strategis ini tidak terlepas dari pengaturan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan pengelola kawasan antardaerah.

Karena itu, dibutuhkan sinergisme dan sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Harapannya, melalui kebijakan pengembangan kawasan strategis baru, maka ekonomi nasional yang inklusif dapat tercipta.(*)

Editor: Ruslan Burhani

SBY Dorong Kawasan Strategis Luar Jawa


Jurnas.com | SALAH satu agenda utama Pemerintahan Presiden SBY saat ini adalah mendorong pembangunan ekonomi yang inklusif. Oleh karena itu, Presiden SBY memberi perhatian serius untuk mendorong percepatan pembangunan wilayah-wilayah strategis dan tertinggal di luar pulau Jawa-Bali, sambil tetap menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa-Bali.

"Pembangunan ekonomi yang inklusif adalah salah satu agenda utama Pemerintah dewasa ini. Hal inilah yang menjadi topik pembahasan utama dalam Sidang Kabinet Paripurna pada 31 Maret 2011 lalu," ujar Staf Khusus presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai, dalam siaran pers kepada Jurnal Nasional (4/4).

Velix mengatakan, strategi tersebut diambil untuk menyikapi persoalan disparitas kualitas sumber daya manusia antarwilayah, perbedaan kemampuan perekonomian antardaerah, serta belum meratanya ketersediaan infrastruktur antarwilayah. Saat ini, kata Velix, Presiden SBY sedang mengkonsolidasi kebijakan pengembangan kawasan-kawasan strategis di bidang ekonomi yang dibangun di berbagai wilayah potensial di Tanah Air. Selain itu, pemerintah juga sedang melakukan evaluasi terhadap kebijakan di era Orde Baru seperti Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) di 12 daerah di Kawasan Timur Indonesia (KTI).

"Harapannya, kawasan strategis ini diharapkan dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya, dan membentuk keterkaitan dengan daerah sekitarnya dalam suatu keterpaduan sistem ekonomi wilayah," ujar Velix. Dalam periode kedua Pemerintahan SBY, kata Velix, pemerintah berupaya mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan kawasan ekonomi khusus (KEK) yang diatur dalam UU No. 39 Tahun 2009 tentang KEK. Kebijakan baru ini akan menetapkan kawasan-kawasan strategis tertentu untuk aktivitas perekonomian dan kerangka fasilitas tertentu atau insentif yang diberikan.

"Dengan demikian, kerangka kebijakan baru dapat melipatgandakan pertumbuhan ekonomi nasional, membuka lapangan kerja, dan mengurangi kemiskinan di berbagai wilayah,"ujarnya. Velix menambahkan, ada sejumlah sektor yang didorong dalam pengembangan KEK, yaitu perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, pariwisata, dan bidang lainnya. "KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi serta berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional,"ujarnya.

Penulis: Fransiskus Saverius Herdiman

Apr 4, 2011

SBY Dorong Kawasan Strategis Baru

Senin, 04 April 2011 (Harian Seputar Indonesia)


JAKARTA – Pemerintah menjadikan pembangunan ekonomi inklusif sebagai salah satu agenda utama. Hal inilah yang menjadi topik pembahasan utama dalam Sidang Kabinet Paripurna,Kamis (31/3).


Saat ini, pemerintah dihadapkan dengan soal disparitas kualitas sumber daya manusia antarwilayah, perbedaan kemampuan perekonomian antardaerah, serta belum meratanya ketersediaan infrastruktur antarwilayah.Menyadari hal ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan perhatian serius untuk mendorong percepatan pembangunan wilayah-wilayah strategis dan tertinggal di Pulau Jawa-Bali, sambil menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di pulau itu. Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Vernando Wanggai mengatakan, saat ini Presiden SBY sedang mengonsolidasi kebijakan pengembangan kawasan-kawasan strategis di bidang ekonomi yang dibangun di berbagai wilayah potensial di Tanah Air.


Warisan kebijakan di era Orde Baru seperti Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) di 12 daerah di Kawasan Timur Indonesia (KTI) sedang dievaluasi perkembangannya. “Harapannya,kawasan strategis ini dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya dan membentuk keterkaitan dengan daerah sekitarnya dalam keterpaduan sistem ekonomi wilayah,” papar Velix dalam rilis yang diterima SINDOdi Jakarta kemarin. Dalam periode kedua pemerintahan SBY ini, pemerintah berupaya mengembangkan pusat- pusat pertumbuhan ekonomi melalui ke-bijakan kawasan ekonomi khusus (KEK). Kebijakan baru ini diatur dalam UU No 39/2009 tentang KEK.


Melalui kebijakan baru ini, akan ditetapkan kawasankawasan strategis tertentu untuk aktivitas perekonomian dan kerangka fasilitas tertentu atau insentif akan diberikan. Dengan demikian,kerangka kebijakan baru dapat melipatgandakan pertumbuhan ekonomi nasional, membuka lapangan kerja,dan mengurangi kemiskinan di berbagai wilayah. Dalam mengembangkan KEK,ada sejumlah sektor yang didorong, yaitu perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan,pos dan telekomunikasi, pariwisata, serta berbagai bidang lainnya. “KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi,serta berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional,” paparnya.


Presiden SBY mengupayakan, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru ini hadir secara merata, baik di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,Kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara, serta Papua.Kawasan ekonomi baru ini bersifat fungsional yang memberikan backward dan forward linkages serta multiplier effects bagi daerah di sekitar kawasan tersebut secara regional,nasional, dan internasional. Melalui kebijakan KEK ini diharapkan pula pemerintah dapat mengoptimalkan potensi pertumbuhan ekonomi daerah, meminimalisasi ketimpangan pembangunan antardaerah, serta menguatkan desentralisasi dan otonomi.

Presiden SBY juga menekankan bahwa pengembangan kawasan-kawasan strategis ini tidak terlepas dari pengaturan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta pengelola kawasan antardaerah. Karena itu, dibutuhkan sinergisme dan sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah. “Harapannya, melalui kebijakan pengembangan kawasan strategis baru, ekonomi nasional yang inklusif dapat tercipta,” tandasnya. #nugroho

SBY Kaji Kawasan Ekonomi Terpadu

Senin, 04 April 2011 09:40 WIB (Irvan Sihombing)

JAKARTA--MICOM: Staf Khusus Presiden bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tengah mengkaji warisan kebijakan di era Orde Baru seperti Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) di 12 daerah di Kawasan Timur Indonesia (KTI).

"Sedang dievaluasi sejauh mana perkembangannya," kata Velix di Jakarta, Senin (4/4). Ia mengatakan, pemerintah berharap kawasan strategis ini dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya, dan membentuk keterkaitan dengan daerah sekitarnya dalam suatu keterpaduan sistem ekonomi wilayah.

Dengan demikian, disparitas kualitas sumber daya manusia antarwilayah, perbedaan kemampuan perekonomian antardaerah, serta belum meratanya ketersediaan infrastruktur antarwilayah dapat teratasi.

Pemerintah sebelumnya sudah mengeluarkan kebijakan kawasan ekonomi khusus (KEK) yang diatur dalam UU No 39 Tahun 2009. Tujuannya adalah melipatgandakan pertumbuhan ekonomi nasional, membuka lapangan kerja, dan mengurangi kemiskinan di berbagai wilayah.

"KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi serta berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional," ujarnya.

Presiden mengupayakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru ini hadir secara merata, baik di pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara, dan Papua.

Kawasan ekonomi baru ini bersifat fungsional yang memberikan backward dan forward linkages serta multiplier effects. Pembangunan ekonomi yang inklusif menjadi topik pembahasan utama dalam Sidang Kabinet Paripurna pada 31 Maret lalu. (OL-12)

Apr 3, 2011

SBY Dorong Kawasan Strategis Baru





Monday, 04 April 2011 (Harian Seputar Indonesia)

JAKARTA – Pemerintah menjadikan pembangunan ekonomi inklusif sebagai salah satu agenda utama. Hal inilah yang menjadi topik pembahasan utama dalam Sidang Kabinet Paripurna, Kamis (31/3).

Saat ini, pemerintah dihadapkan dengan soal disparitas kualitas sumber daya manusia antarwilayah, perbedaan kemampuan perekonomian antardaerah, serta belum meratanya ketersediaan infrastruktur antarwilayah. Menyadari hal ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan perhatian serius untuk mendorong percepatan pembangunan wilayah-wilayah strategis dan tertinggal di Pulau Jawa-Bali, sambil menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di pulau itu. Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Vernando Wanggai mengatakan, saat ini Presiden SBY sedang mengonsolidasi kebijakan pengembangan kawasan-kawasan strategis di bidang ekonomi yang dibangun di berbagai wilayah potensial di Tanah Air.

Warisan kebijakan di era Orde Baru seperti Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) di 12 daerah di Kawasan Timur Indonesia (KTI) sedang dievaluasi perkembangannya. “Harapannya,kawasan strategis ini dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya dan membentuk keterkaitan dengan daerah sekitarnya dalam keterpaduan sistem ekonomi wilayah,” papar Velix dalam rilis yang diterima SINDOdi Jakarta kemarin. Dalam periode kedua pemerintahan SBY ini, pemerintah berupaya mengembangkan pusat- pusat pertumbuhan ekonomi melalui ke-bijakan kawasan ekonomi khusus (KEK). Kebijakan baru ini diatur dalam UU No 39/2009 tentang KEK.

Melalui kebijakan baru ini, akan ditetapkan kawasankawasan strategis tertentu untuk aktivitas perekonomian dan kerangka fasilitas tertentu atau insentif akan diberikan. Dengan demikian,kerangka kebijakan baru dapat melipatgandakan pertumbuhan ekonomi nasional, membuka lapangan kerja,dan mengurangi kemiskinan di berbagai wilayah. Dalam mengembangkan KEK,ada sejumlah sektor yang didorong, yaitu perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan,pos dan telekomunikasi, pariwisata, serta berbagai bidang lainnya. “KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi,serta berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional,” paparnya.

Presiden SBY mengupayakan, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru ini hadir secara merata, baik di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,Kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara, serta Papua.Kawasan ekonomi baru ini bersifat fungsional yang memberikan backward dan forward linkages serta multiplier effects bagi daerah di sekitar kawasan tersebut secara regional,nasional, dan internasional. Melalui kebijakan KEK ini diharapkan pula pemerintah dapat mengoptimalkan potensi pertumbuhan ekonomi daerah, meminimalisasi ketimpangan pembangunan antardaerah, serta menguatkan desentralisasi dan otonomi.

Presiden SBY juga menekankan bahwa pengembangan kawasan-kawasan strategis ini tidak terlepas dari pengaturan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta pengelola kawasan antardaerah. Karena itu, dibutuhkan sinergisme dan sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah. “Harapannya, melalui kebijakan pengembangan kawasan strategis baru, ekonomi nasional yang inklusif dapat tercipta,” tandasnya. nugroho

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...