Apr 14, 2011

Freeport dan Koridor Ekonomi Papua

oleh: Velix Vernando Wanggai
(dimuat di Kolom Spektra, Jurnal Nasional, 14 April 2011)

Beberapa waktu lalu pemerintah mengumumkan enam koridor ekonomi nasional dimana Maluku dan Papua termasuk koridor keenam. Pertimbangannya karena kedekatan geografis maupun kultural. Interakasi sosial, ekonomi dan kultural antara Maluku dan Papua telah berlangsung lama hingga saat ini. Salah satu potensi koridor ekonomi keenam Maluku-Papua adalah bentangan laut Arafura sekitar 650.000 kilometer persegi.

Karakteristik koridor ekonomi Maluku-Papua yang kaya akan sumberdaya alam meniscayakan pembangunan di koridor ini berorientasi pada industri pertambangan, pangan (perikanan perkebunan, pertanian) dan energi.

Laut Arafura membentang ke arah timur mencangkup Wilayah Australia Utara dan Selatan Papua Nugini. Disana tersimpan potensi ikan tangkap terbesar yaitu sebanyak 771.500 ton setiap tahun. Potensi ikan tangkap di seluruh perairan Arafura mencapai 1.640.030 ton tetapi baru dioptimalkan sebesar 20 persen atau sekitar 300 ribu ton per tahun. Potensi tersebut belum mencakup kawasan perairan Laut Banda maupun perairan Kepala Burung dan pantai utara pulau Papua.

Masyarakat yang mendiami pulau-pulau sedang dan kecil di Kepulauan Maluku mayoritas adalah penduduk desa tertinggal dan terpencil. Mereka terisolasi dari akses ekonomi apalagi informasi dan komunikasi. Mereka akan memperoleh nilai tambah ekonomis apabila para investor di bidang kelautan, perikanan dan pariwisata berinvestasi di daerahnya.

Sementara itu, pulau Papua memiliki kekayaan sumberdaya alam hayati dan non-hayati di laut dan daratan yang berlimpah. Hasil laut, hutan dan tambang mineral merupakan primadona Tanah Papua. PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan salah satu pionir investasi swasta asing tertua di Papua (termasuk di Indonesia) yang melakukan eksploitasi tambang tembaga, perak dan emas di Tembagapura Kabupaten Mimika Provinsi Papua.

PTFI hadir di Papua sejak 1967 dan mulai berproduksi tahun 1973 telah berkontribusi membangun beberapa pusat perekonomian di pantai selatan Papua, antara lain kota Tembagapura, Timika dan Amamapare. Sejak 1998 kontribusi PTFI terhadap struktur perekonomian Papua terlihat sangat signifikan. PTFI telah berkontribusi bagi pembangunan ekonomi wilayah dengan menyumbang 68 persen PDRB Provinsi Papua dan 96 persen PDRB Kabupaten Mimika.

Sedangkan untuk pembangunan perekonomian nasional, PTFI menyumbang sekitar 1,59 persen PDB Indonesia. Pada tahun 1992-2010, pembayaran pajak, royalti, dividen dan lainnya mencapai 11,3 milyar dolar Amerika. Sedangkan upah dan gaji, serta pembelian dalam negeri, termasuk pembangunan daerah dan investasi dalam negeri mencapai 15,2 milyar dolar Amerika pada periode yang sama.

Berkaitan dengan target pemerintah untuk menjadikan Indonesia menjadi negara nomor 6 di dunia pada tahun 2050 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang berkelanjutan dan inklusif, PTFI telah menargetkan akan meningkatkan produksi konsentratnya hingga tahun 2041. Total investasi yang disiapkan utamanya untuk tambang bawah tanah (underground) adalah 18,5 milyar dolar Amerika.

Membangun Sinergi

Terlepas dari masalah-masalah yang selama ini menjadi pemberiataan media massa dan para aktivis lingkungan, beberapa tahun terakhir ini PTFI memperlihatkan performa yang semakin baik. Salah satunya adalah komitmen PTFI terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar area penambangannya.

Langkah semacam itu menjadi suatu keharusan karena kegiatan investasi dimana pun di negeri ini hendaknya membuka ruang partisipasi bagi upaya pengembangan masyarakat. Dalam konteks pembangunan inklusif, masyarakat Amungme dan Kamoro maupun suku-suku lain di sekitar area tambang PTFI (suku Ekari, Moni, Dani dan Damal) adalah warganegara yang berhak memperoleh manfaat pembangunan. Maka sebagai pionir invetasi di Papua, pilihan PTFI untuk membangun hubungan kemitraan dengan Pemda Mimika dan Masyarakat Amungme-Komoro adalah contoh menarik.

Kita boleh bangga bahwa masyarakat di Kabupaten Mimika mungkin telah merasakan penerangan listrik, air bersih dan harga bahan pokok yang terjangkau. Namun bagaimana dengan mereka yang masih hidup di sepanjang sungai-sungai dan lereng-lereng gunung? Kapan mereka dapat menikmati sentuhan pembangunan dan menjalani kehidupan yang layak?

Semua kegundahan itu adalah bagian dari keprihatinan Presiden SBY ketika hal itu diungkapkan kepada dua Gubernur di Tanah Papua, Kaka Bas dan Kaka Bram sewaktu mengunjungi korban banjir Wasior tahun lalu. Dari sanalah beliau mencanangkan pembangunan tiga kluster ekonomi berupa kawasan ekonomi khusus (KEK) di Tanah Papua. KEK Papua harus mampu memecahkan problema ekonomi masyarakat di wilayah ini dengan membuka isolasi dan membuka lapangan kerja produktif.

Kita mengharapkan bahwa investasi apapun yang berinvestasi di Tanah Papua haruslah membangun segitiga sinergis, yakni dunia usaha, pemerintah dan masyarakat dalam meningkatkan perekonomian wilayah, termasuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Solusi dan Jaminan Investasi

Pengembangan koridor ekonomi di kawasan pegunungan tengah dan pantai selatan Papua menjadi sangat mendesak. Koridor pegunungan tengah bagian barat dapat dibagi meliputi Kabupaten Paniai, Puncak, Intan Jaya, Dogiyai dan Deiyai. Sedangkan koridor pantai selatan mulai dari Kabupaten Merauke sampai Kabupaten Kaimana di Provinsi Papua Barat. Investasi yang didorong di pusat pertumbuhan baru itu adalah di sektor non-tambang seperti pangan dan energi.

Beberapa manfaat dapat diambil PTFI dari kebijakan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di Papua itu. Pertama, terjadi redistribusi kegiatan sosial dan ekonomi di wilayah-wilayah terbelakang di pegunungan tengah dan pantai selatan; Kedua, pengurangan beban kota Timika sebagai pusat pemerintahan kabupaten Mimika yang sebagiannya termasuk dalam wilayah konsesi tambang PTFI; Ketiga, PTFI tidak banyak membuang-buang waktu mengatasi masalah-masalah sosial dan hukum yang sebenarnya tidak terkait dengannya; Keempat, PTFI tidak secara terpaksa melirik sektor-sektor non-tambang tetapi lebih intensif menjalankan konsentrasinya di sektor tambang.

Semua rencana besar diatas bisa terlaksana apabila adanya kepastian hukum. Selain masalah-masalah regulasi yang seringkali menghambat kegiatan investasi, adalah juga masalah keamanan. Faktor keamanan saat ini menjadi masalah krusial di kalangan manajemen dan karyawan PTFI setelah kejadian tewasnya dua petugas sekuriti PTFI di wilayah keamanannya sendiri minggu lalu. Tragedi kemanusiaan ini menjadi pekerjaan rumah bagi pihak berwajib untuk mengungkap tuntas pelakunya dan menteretnya di depan hukum agar jaminan keamanan berinvestasi di Tanah Papua segera terwujud dan lestari

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...