Apr 28, 2011

Memotret Konteks Perencanaan Nasional

Oleh: Velix Wanggai (dimuat di harian Jurnal Nasional, 28 April 2011)

Pagi ini, 28 April 2011, seluruh pengambil keputusan di negeri ini kembali berkumpul untuk merumuskan arah pembangunan nasional dan daerah tahun 2012. Kita menyebut forum pertemuan ini sebagai Musyawarah Perencanaaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas).

Forum ini adalah puncak dari serangkaian forum perencanaan pembangunan yang telah digelar secara berjenjang dari level kampung, kecamatan, kabupaten, hingga provinsi. Musrenbangnas dipandang strategis karena forum ini adalah mekanisme teknokratik untuk memadukan perencanaan sektoral dan regional. Disinilah, tiga agenda besar Pemerintah, yaitu welfare, democracy, dan justice atau inclusive development, diterjemahkan ke dalam kerangka program dan proyek tahunan yang terukur.

Melalui mekanisme inilah, aspirasi ibu-ibu di berbagai kampung yang mungkin butuh modal usaha dan tempat jualan sederhana diangkat dan diusulkan sebagai rencana definitif dari salah satu Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) kabupaten/kota.

Tidak hanya itu, pasti beragam usulan proyek seperti jalan-jalan kampung, pupuk para petani, modal usaha para nelayan, sanitasi masyarakat pinggiran kota, hingga usulan proyek skala besar seperti pembangunan bandara Kuala Namu, Trans-Sulawesi hingga Trans-Papua.

Kesemua usulan ini perlu digodok dalam suatu mekanisme perencanaan pembangunan yang berjenjang. Dengan demikian, Pemerintah memperoleh kesepakatan yang dari berbagai tingkatan pemerintahan, dan berbagai peran dan tanggung jawab.

Forum Musrenbangnas ini memiliki sejarah panjang dalam perjalanan pembangunan nasional. Perubahan sosial-politik bangsa ikut pula mempengaruhi perencanaan pembangunan, baik dari sisi konteks, dari sisi dokumen kebijakan perencanaan, dan dari sisi mekanisme forum perencanaan pembangunan.

Situasi sosial politik yang sentralistik di era partai yang hegemonik adalah konteks yang mewarnai perencanaan pembangunan nasional di era Orde Baru. Saat itu, kita memiliki Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang 20 tahun, dan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).

Repelita memuat arah kebijakan sektoral dan regional. Setiap provinsi di Tanah Air menjadi agenda tersendiri dalam buku Repelita. Konteks perencanaan yang sentralistik seperti itu menyebabkan hadirnya kritikan, misalnya kentalnya ego-sektoral yang mematikan inisiatif lokal.

Sejak reformasi tahun 1998, konteks sosial-politik berubah drastis. Dua hal utama adalah bandul desentralisasi dan otonomi daerah semakin kuat, dan sistem multi-partai dalam konteks kepolitikan nasional dan daerah. GBHN ditiadakan dan Repelita model Orde baru diubah cukup drastis.

Berada di era transisi ini, Presiden Habibie memakai dukumen Program Reformasi Nasional, dan Presiden Abdurahman Wahid dan dilanjutkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mengacu pada dokumen Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000 - 2004. Periode 1998 - 2004 adalah masa transisi dalam memaknai kembali tiga poin penting, yaitu arah kebijakan nasional, pola penyusunan dokumen perencanaan, dan mekanisme perencanaan pembangunan yang berjenjang.

Saat ini, politik perencanaan pembangunan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) semakin tertata dan terkonsolidasi. Berbagai perubahan konteks ini dijawab melalui UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).

Dengan regulasi terbaru ini, kita memiliki pedoman pembangunan, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 5 tahun, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan. Dokumen perencanaan ini diberlakukan pula di level provinsi dan kabupaten/kota.

Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota diwajibkan untuk menyelesaikan RPJP dalam waktu 6 bulan, dan RPJM dalam waktu 3 bulan. Khusus untuk RPJPM, dokumen ini memuat visi, misi, dan kebijakan dari pemimpin nasional dan pemimpin daerah terpilih.

Enam tahun terakhir ini, perencanaan pembangunan semakin terkonsolidasi dan terarah. Presiden SBY menetapkan tema dari Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan yang berbeda-beda sesuai prioritas dalam mengatasi persoalan bangsa.

Menariknya, pembangunan yang inklusif dan berkeadilan di seluruh pelosok Tanah Air menjadi pendekatan baru dan prioritas nasional dari Presiden SBY. Strategi yang ditempuh adalah mendorong pengembangan wilayah-wilayah di pulau Jawa-Bali, sambil menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa-Bali. Untuk membumikan strategi itu, tema RKP 2010 adalah

"Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat". Sedangkan tahun 2011 mengambil tema "Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan didukung Pemantapan Tata Kelola dan Sinergi Pusat-Daerah".

Untuk tahun 2012, "Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkeadilan" merupakan tema penting yang diprioritaskan Pemerintah. Semoga Musrenbangnas ini dapat berlangsung optimal guna menyatukan visi dan langkah dari pelbagai pihak

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...