Jan 27, 2012

Ideologi Penanggulangan Kemiskinan

Jurnal Nasional | Kamis, 26 Jan 2012

Oleh: Velix Wanggai

Tatanan ekonomi dunia baru yang adil dan inklusif adalah cita-cita kolektif kita. Upaya mengkoreksi tatanan ekonomi yang tidak adil ini banyak disuarakan oleh berbagai pemimpin negara-negara berkembang, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Agenda korektif ini juga diperjuangkan oleh berbagai kelompok maupun tokoh-tokoh masyarakat di berbagai belahan dunia.

Dalam bukunya yang berjudul " Bisnis Sosial, Sistem Kapitalisme Baru yang Memihak Kaum Miskin" (2010), Muhammad Yunus, Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Tahun 2006, mengajak kita untuk berpikir ulang mengenai tatanan dunia baru yang lebih adil. Yunus mengatakan, "Bayangkan sebuah dunia tanpa kemiskinan, sebuah dunia dengan ketidakseimbangan yang telah dikoreksi. Selain akan menjadi dunia yang jauh lebih baik bagi mereka yang biasanya miskin, setiap lain pun akan menikmati manfaatnya. Perekonomian akan menyentuh tataran-tataran baru yang menakjubkan".

Pada bagian lain, pendiri Grameen Bank di Bangladesh ini menegaskan bahwa guna memastikan agar warga miskin memperoleh manfaat dari pertumbuhan ekonomi, kita perlu menjamin tidak hanya agar kue kita terus membesar tetapi juga agar kue yang mengalir ke kalangan warga miskin berlangsung dengan cepat. Dan, Yunus menyodorkan solusi perubahan tatanan ekonomi baru dengan menjalankan bisnis sosial (building social business).

Indonesia adalah bagian dari semangat perubahan itu. Visi Indonesia yang berkeadilan adalah cita-cita kolektif kita. Apalagi dari 237,6 juta jiwa penduduk Indonesia, terdapat 28,89 juta orang (12,36 persen) yang digolongkan miskin di wilayah perdesaan (BPS, Januari 2012). Untuk itu, dalam konteks mengkonsolidasi langkah-langkah pembangunan regional dan sektoral, Presiden SBY telah menggelar Rapat Kerja Pemerintah Tahun 2012, yang dilaksanakan di Jakarta, pada 19 Januari 2012.

Di forum yang strategis itu, Presiden kembali menegaskan bahwa pengurangan kemiskinan harus menjadi ideologi dan prioritas di semua program pemerintah. Untuk tahun 2012, pemerintah menargetkan angka kemiskinan berkisar antara 10,5 hingga 11,5 persen melalui mekanisme ekonomi (economic mechanism) dan program-program pro-rakyat (social intervention). Pendekatan seperti itu, telah dilakukan oleh Presiden SBY pada kurun waktu 2004-2009.

Kebijakan Presiden itu ditujukan untuk penegakkan hak-hak dasar rakyat seperti hak atas pangan, hak atas pendidikan dan kesehatan, hak atas tanah, dan hak atas pendapatan yang lebih, serta hak atas rasa aman. Tidak hanya itu, kebijakan penanggulangan kemiskinan didukung pula dari sisi pendekatan regional, seperti kebijakan percepatan pembangunan perdesaan, pembangunan daerah-daerah tertinggal, pengembangan masyarakat pesisir dan kepulauan, serta kawasan perbatasan.

Penanggulangan kemiskinan haruslah menjadi ideologi, demikian ujar Presiden SBY. Pernyataan ini menegaskan kembali bahwa kemiskinan haruslah didekati dengan politik kebijakan yang komprehensif, terpadu, dan berkelanjutan. Kehadiran Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) pada 27 Mei 2011 lalu, dilihat sebagai langkah yang bersifat makro dalam menghadirkan kesejahteraan secara merata.

Sejalan dengan pendekatan MP3EI, secara terbuka pada tanggal 19 Januari 2011 Presiden SBY telah menegaskan bahwa Pemerintah sedang menggodok langkah-langkah terpadu dalam menangani soal kemiskinan melalui Master Plan Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI). Semoga langkah terpadu ini dapat menghadirkan kesejahteraan dan keadilan bagi semua.

Jan 18, 2012

Meneguhkan Arah Pembangunan

Jurnal Nasional | Kamis, 19 Jan 2012

Oleh : Velix Wanggai

Hari ini, 19 Januari 2012, arah pembangunan nasional dan daerah kembali diperbincangkan, disinergiskan, dan dikonsolidasikan oleh para pengambil kebijakan di negeri ini, baik di level pusat dan di daerah. Mereka berkumpul dalam Rapat Kerja Pemerintah Tahun 2012 yang digelar di bilangan Kemayoran, Jakarta. Menariknya, kali ini tidaknya para Menteri dan Kepala Badan yang hadir, namun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengundang pula para Gubernur, Kepala DPRD Provinsi, Pangdam, Kapolda, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Pengadilan Tinggi, maupun para Bupati/Walikota seluruh Indonesia.

Pertemuan di awal tahun ini terasa sangat strategis bagi semua pihak, terutama di kalangan pemerintah untuk menguatkan arah kebijakan pembangunan, mempertajam strategi dan pendekatan pembangunan, memadukan sasaran pembangunan, dan mensinergikan langkah-langkah untuk mengatasi pelbagai kendala dan tantangan yang dihadapi hari-hari ini dan masa mendatang.

Dalam dua tahun terakhir ini, kita telah melangkah dengan kepastian. Sejak akhir 2009 kita telah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2010-2014, dan telah merumuskan tiga Rencana Kerja Pemerintah (RKP), yakni RKP 2010, RKP 2011, dan RKP 2012. Setiap tahun kita menetapkan tema pembangunan yang berbeda-beda, namun masih saling terkait, saling mendukung, dan berkesinambungan. Dalam tiga kali RKP tersebut, tema besar kita adalah mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera, demokratis, dan berkeadilan, sebagaimana agenda besar yang diangkat Presiden SBY pada kurun waktu 2009-2014 ini.

Sekilas menengok ke belakang, Presiden SBY telah mengkonsolidasi langkah pemerintah, dunia usaha, BUMN, kampus, maupun praktisi dalam berbagai forum, sejak retreat di Istana Cipanas pada Februari 2010, retreat di Istana Tampak Siring pada April 2010, dan duakali retreat di Istana Bogor pada paruh pertama tahun 2011. Rangkaian retreat di Bogor inilah yang memproduksi Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Ke depan, kita juga akan mengkonsolidasi desain besar percepatan penanggulangan kemiskinan.

Kita bersyukur bahwa dalam dua tahun terakhir ini kita telah berhasil mengawal transformasi besar di era gelombang kedua reformasi. Setiap langkah kita haruslah kita selalu bandingkan dengan perkembangan negara lainnya sebagai pembanding. Indonesia, bersama Tiongkok dan India adalah negara yang pertumbuhan ekonomi terbesar di benua Asia. Ditambah lagi dengan kepemimpinan Indonesia di ASEAN merupakan modal politik untuk menjadikan kawasan ASEAN sebagai kekuatan sentral di kawasan Asia Pasifik.

Dalam kontek domestik, Presiden SBY telah tekankan untuk mengusung spirit ‘harus bisa' dan kebersamaan, melakukan langkah-langkah breakthrough (terobosan) dan tidak ‘business as usual', serta thinking outside the box. Sudah saatnya untuk berpikir dan melangkah tanpa sekat warna-warni partai yang beragam. Bendera kita adalah Merah Putih yang wajib dikibarkan dan ditegakkan di Republik ini. Dalam konteks seperti itu, politik kita adalah politik kebangsaan yang menghadirkan kesejahteraan dan keadilan.

Untuk menegakkan politik kebangsaan ini, Presiden SBY telah mengedepankan pendekatan Pembangunan untuk Semua (development for all) dengan mempertimbangkan dimensi kewilayahan. Tujuan Presiden adalah mewujudkan pusat-pusat keadilan di berbagai pelosok Tanah Air. Pembangunan haruslah berwajah inklusif, adil, desentralisasi yang asimetrik dan berkesinambungan.

Jan 11, 2012

Pembangunan yang Berimbang di Jawa Timur

Jurnal Nasional | Kamis, 12 Jan 2012

Velix Wanggai

Sejak 11 Januari hingga 14 Januari ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyapa rakyat Jawa Timur. Presiden bersilaturahim dengan para ulama tariqah di Malang, dan kemudian melanjutkan kunjungan kerja di daerah selatan Jawa Timur. Tak lupa, Presiden akan singgah di kampung halamannya, Pacitan. Jika pada tahun 1980 populasi penduduk berjumlah 29,1 juta jiwa, dan kini penduduk Jawa Timur meningkat hingga mencapai 37,4 juta jiwa pada akhir tahun 2011.

Dengan jumlah penduduk sebesar itu, Jawa Timur adalah penduduk terbanyak kedua setelah Jawa Barat. Jawa Timur telah tumbuh sebagai salah satu kekuatan ekonomi regional yang berkontribusi dalam struktur ekonomi nasional. Pada akhir tahun 2010 Jawa Timur menyumbang sekitar 14,81 persen terhadap perekonomian nasional. Hal ini juga menggambarkan Jawa-Bali masih menjadi penyumbang terbesar bagi struktur ekonomi Indonesia, yaitu sebesar 59.27 persen dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Tanah Air.

Namun, ada sejumlah tantangan yang dihadapi dalam pembangunan Jawa-Bali. Jumlah penduduk di wilayah perkotaan semakin bertambah, sektor jasa juga semakin berkembang, dan daya dukung sumber daya alam dan lingkungan yang menurun. Di internal Jawa Timur sendiri, salah satu persoalan yang perlu dipecahkan adalah soal kemiskinan baik di kawasan perkotaan dan perdesaan.

Pada tahun 2011 persentase penduduk miskin di Jawa Timur sekitar 14,2 persen dari jumlah 37,4 juta jiwa. Ternyata penduduk miskin di Jawa Timur ini mayoritas menetap di kawasan perdesaan ketimbang di kawasan perkotaan. Dengan setting sosial seperti ini, menuntut kita semua untuk merumuskan strategi pembangunan yang lebih berimbang, baik dalam konteks antarwilayah di Jawa Timur maupun di antarkota dan desa di wilayah Jawa Timur.

Dalam perspektif nasional, pemerintah mendorong pembangunan regional Jawa, termasuk Jawa Timur untuk tetap mempertahankan kinerja pembangunan ekonomi wilayah Jawa-Bali sebagai lokomotif pembangunan ekonomi nasional. Demikian pula, diarahkan untuk tetap mempertahankan fungsi lumbung pangan nasional dan industri pengolahan secara terkendali. Dan, dengan mempertimbangkan konteks tantangan yang dihadapi, saat ini pemerintah juga mendorong percepatan pembangunan wilayah perdesaan dengan beberapa langkah, antara lain dengan pelaksanaan reformasi agraria untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap lahan, pemberian bantuan modal untuk usaha tani dan usaha mikro, kecil, dan menengah, pengembangan kegiatan off farm untuk meningkatkan nilai tambah, serta peningkatan ketersediaan infrastruktur pelayanan dasar di desa-desa.

Selain itu, berulang kali Presiden SBY menekankan pentingnya penguatan keterkaitan desa-kota dalam pembangunan regional Jawa Timur, dan pengembangan wilayah Selatan Jawa Timur. Dalam hal ini, aksessebilitas ke wilayah selatan Jawa Timur harus dibuka dan dikembangkan sehingga dapat menguatkan produktivitas ekonomi, investasi regional, dan pengembangan potensi wisata di wilayah Selatan Jawa Timur. Selain lumbung padi, pemerintah juga terus mendorong pengembangan potensi perikanan dan kelautan di wilayah Selatan dan Timur di Jawa Timur. Di tengah perkembangan pembangunan ini, aspek keberlanjutan dan lingkungan hidup juga menjadi aspek penting, terutama di dalam rehabilitasi daerah-daerah aliran sungai di wilayah Jawa Timur.

Harapannya, pembangunan yang berimbang (balanced development) di Jawa Timur dapat tercipta. Semua ini sejalan dengan komitmen Presiden SBY dalam mewujudkan pembangunan yang adil dan inklusif.

Jan 4, 2012

Elit dan Jaminan Kerukunan

Jurnal Nasional | Kamis, 5 Januari 2012

Oleh : Velix Wanggai


Berbicara tentang kerukunan, kita selalu mengaitkannya dengan cohesiveness atau daya rekat. Karena sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia sering menghadapi persoalan krusial dalam menjaga kerukunan bangsanya. Kepulauan yang terpisah-pisah oleh laut bukanlah penghalang untuk merajut kerukunan abadi itu melalui peran elit formal dan informal di level regional dan di level lokal. Tujuannya satu, yakni terwujudnya kerukunan sebagai prasyarat utama keberlangsungan pembangunan bangsa.

Kata “kerukunan” berasal dari kata Arab rukn atau arkan yang berarti tiang atau pilar-pilar yang menopang bangunan kebangsaan kita. Konsensus kita tentang empat pilar (arkan) kebangsaan kita, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI menjadi daya rekat bagi kesatuan-kesatuan sosial dan politik kita yang beragam.

Dalam konteks politik kenegaraan, keadaan seperti ini menuntut kemampuan pemerintah menghilangkan pelbagai bentuk antagonisme dan pergolakan yang dapat mengancam keutuhan masyarakat bangsa. Disamping itu peran para elit regional dan lokal adalah menjamin terciptanya kerukunan itu di level masyarakat. Caranya adalah terus merawat komunikasi interpersonal dengan para pemimpin dan pegiat organisasi sosial, politik, lembaga adat dan lembaga keagamaan di daerah-daerah.

Pemimpin politik memiliki peran besar dalam hal kerukunan. Secara riil pemerintah SBY berusaha untuk menunjukkan bahwa usaha kearah sana terus dilakukan secara berkesinambungan dan bersama-sama. Pada Sidang Kabinet Selasa, 3 Januari 2012 Presiden SBY menandaskan kembali bahwa para elit politik, elit lokal dan pemimpin masyarakat dan kepala daerah sangat besar dalam menjaga kohesivitas dan harmonisasi masyarakat agar tidak terlihat gaduh sebagaimana tahun 2011.

Upaya mendasar untuk menjaga stabilitas sosial dan politik yang dinamis memunculkan kesimpulan bahwa Indonesia menghadapi tantangan serius, baik internal maupun eksternal. Tidak terbayangkan betapa kompleksnya pembangunan di negeri ini dalam bingkai demokrasi yang kokoh-kuat tanpa peran elit sosial dan politik di tingkat nasional, regional, dan lokal. Mereka harus berperan sebagai negarawan di levelnya masing-masing.

Perbedaan latar-belakang sosial dan kepentingan politik setidaknya harus dikompromikan tatkala semua kelompok sosial dan politik itu berkumpul dalam bingkai demokrasi yang kokoh tersebut. Betapa besar pekerjaan yang harus dilakukan. Betapa banyak regulasi yang diperlukan untuk menjamin kepastian pelaksanaannya. Betapa banyak energi positif yang harus dicurahkan untuk menuntaskannya dan dapat dibayangkan betapa dinamisnya pembangunan.

Pada saat yang sama, pengawasan pembangunan daerah harus juga dilaksanakan secara tepat dan cermat sehingga ada jaminan perlindungan kepentingan masyarakat dan tetap terjaganya kerukunan di level masyarakat. Tentu standardisasi capaian harus dilakukan dengan penerbitan regulasi, sehingga esensi otonomi daerah yang kuat dan terarah bisa tercapai dengan baik, inklusif, merata dan bangunan kerukunan sebagai sebuah bangsa senantiasa berkelanjutan.

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...