Jan 4, 2012

Elit dan Jaminan Kerukunan

Jurnal Nasional | Kamis, 5 Januari 2012

Oleh : Velix Wanggai


Berbicara tentang kerukunan, kita selalu mengaitkannya dengan cohesiveness atau daya rekat. Karena sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia sering menghadapi persoalan krusial dalam menjaga kerukunan bangsanya. Kepulauan yang terpisah-pisah oleh laut bukanlah penghalang untuk merajut kerukunan abadi itu melalui peran elit formal dan informal di level regional dan di level lokal. Tujuannya satu, yakni terwujudnya kerukunan sebagai prasyarat utama keberlangsungan pembangunan bangsa.

Kata “kerukunan” berasal dari kata Arab rukn atau arkan yang berarti tiang atau pilar-pilar yang menopang bangunan kebangsaan kita. Konsensus kita tentang empat pilar (arkan) kebangsaan kita, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI menjadi daya rekat bagi kesatuan-kesatuan sosial dan politik kita yang beragam.

Dalam konteks politik kenegaraan, keadaan seperti ini menuntut kemampuan pemerintah menghilangkan pelbagai bentuk antagonisme dan pergolakan yang dapat mengancam keutuhan masyarakat bangsa. Disamping itu peran para elit regional dan lokal adalah menjamin terciptanya kerukunan itu di level masyarakat. Caranya adalah terus merawat komunikasi interpersonal dengan para pemimpin dan pegiat organisasi sosial, politik, lembaga adat dan lembaga keagamaan di daerah-daerah.

Pemimpin politik memiliki peran besar dalam hal kerukunan. Secara riil pemerintah SBY berusaha untuk menunjukkan bahwa usaha kearah sana terus dilakukan secara berkesinambungan dan bersama-sama. Pada Sidang Kabinet Selasa, 3 Januari 2012 Presiden SBY menandaskan kembali bahwa para elit politik, elit lokal dan pemimpin masyarakat dan kepala daerah sangat besar dalam menjaga kohesivitas dan harmonisasi masyarakat agar tidak terlihat gaduh sebagaimana tahun 2011.

Upaya mendasar untuk menjaga stabilitas sosial dan politik yang dinamis memunculkan kesimpulan bahwa Indonesia menghadapi tantangan serius, baik internal maupun eksternal. Tidak terbayangkan betapa kompleksnya pembangunan di negeri ini dalam bingkai demokrasi yang kokoh-kuat tanpa peran elit sosial dan politik di tingkat nasional, regional, dan lokal. Mereka harus berperan sebagai negarawan di levelnya masing-masing.

Perbedaan latar-belakang sosial dan kepentingan politik setidaknya harus dikompromikan tatkala semua kelompok sosial dan politik itu berkumpul dalam bingkai demokrasi yang kokoh tersebut. Betapa besar pekerjaan yang harus dilakukan. Betapa banyak regulasi yang diperlukan untuk menjamin kepastian pelaksanaannya. Betapa banyak energi positif yang harus dicurahkan untuk menuntaskannya dan dapat dibayangkan betapa dinamisnya pembangunan.

Pada saat yang sama, pengawasan pembangunan daerah harus juga dilaksanakan secara tepat dan cermat sehingga ada jaminan perlindungan kepentingan masyarakat dan tetap terjaganya kerukunan di level masyarakat. Tentu standardisasi capaian harus dilakukan dengan penerbitan regulasi, sehingga esensi otonomi daerah yang kuat dan terarah bisa tercapai dengan baik, inklusif, merata dan bangunan kerukunan sebagai sebuah bangsa senantiasa berkelanjutan.

1 comment:

aisha said...

Hi, cool post. I have been thinking about this topic,so thanks for sharing. I will probably be subscribing to your blog. Keep up great writing!!!
Pontiac Sunfire AC Compressor

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...