Sep 29, 2011

Memaknai Kebersamaan Kita

Jurnal Nasional | Kamis, 29 Sep 2011
Rihad Wiranto

Velix Wanggai

Indonesia adalah negara dengan tingkat keberagaman sangat tinggi. Keberagaman itu memenuhi ruang kepulauan nusantara yang luas. Laut biru membentang, jejeran pulau kecil dan besar, gunung, lembah, dan sungai-sungai. Sebagian wilayahnya berada di jalur tektonik, bergunung api, tandus, kering tetapi ada pula yang aman, subur, dan berhutan lebat.

Karakteristik fisik wilayah serta suku, agama, dan budaya penduduk yang beragam melahirkan struktur kepribadian individu dan kelompok suku bangsa Indonesia pun berbeda-beda. Satu yang menyatukan mereka adalah perasaan senasib membangun sebuah ikatan kebangsaan. Perasaan itu menjadi kehendak bersama (common will), meskipun masing-masing individu tetap merepresentasi watak lingkungan entitas budayanya sendiri. Perasaan primordialisme kesukuan dan ikatan sosial senantiasa tidak terlepas begitu saja tetapi berkembang bersama-sama dinamika komunal keindonesiaan.

Di sinilah makna atas hadirnya pilar kebangsaan kita, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Selain sebagai pilar, keempat hal ini merupakan payung besar common will ketika kita merumuskan kebijakan pembangunan dan pengelolaan pemerintahan. Itu sebabnya, memahami Indonesia seharusnya berangkat dari keikhlasan mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi dan kelompok.

Semangat "kebersamaan" inilah yang menjadi kata kunci kesuksesan membangun bangsa besar ini. Amanah Konstitusi UUD 1945, menyatakan bahwa negara tidak membeda-bedakan warganegaranya, tetapi setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan. Karena itu, negara harus memastikan agar tidak ada kelompok-kelompok masyarakat yang tertinggal dalam proses pembangunan.

Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendapatkan kepercayaan untuk memimpin bangsa ini sejak 2004, Presiden SBY telah mengajak semua komponen bangsa untuk bersatu dan bergandengan tangan. Dalam pidatonya pada 20 Oktober 2004, Presiden SBY mengatakan bahwa: "Kini saatnya bagi kita untuk melangkah bersama, menjemput masa depan. Masa bersaing telah kita lalui, kini masanya untuk bersatu. Masa berucap dan berjanji pun telah kita lalui, kini masanya bertindak dan bekerja. Kini saatnya bagi kita untuk bersatu dalam kreasi, dan dalam karya bersama.Kita harus mengatasinya bersama-sama."

Lima tahun kemudian, tepatnya 20 Oktober 2009, Presiden SBY kembali mengajak semua anak bangsa untuk bersatu dan maju bersama. Perbedaan bukan halangan, namun sebuah rahmat. Di hari pelantikannya itu, Presiden SBY menegaskan tiga ajakan kepada anak bangsa.

Pertama, keuletan dan semangat tak kenal menyerah. Semangat "Harus Bisa", Can do spirit.Semangat "Indonesia Bisa" merupakan semangat dasar untuk mengatasi persoalan, sekaligus untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang telah kita sepakati.

Kedua, persatuan dan kebersamaan. Kita bisa berbeda pandangan dalam demokrasi, namun tidak berarti kita harus terpecah belah. Kata Presiden bahwa apa pun warna politik yang kita anut, kita harus menjaga kekompakan, mencari solusi bersama, dan bersedia untuk berkorban untuk kepentingan bangsa yang lebih besar.

Ketiga, menjaga jati diri, Ke-Indonesia-an. Sebagai bangsa Indonesia, kita memiliki budaya, identitas, dan kepribadian yang membuat bangsa Indonesia khas, unggul, dan tidak mudah koyak. Kata Presiden SBY, "Keindonesiaan kita tercermin dalam sikap pluralisme atau kebhinekaan, kekeluargaan, kesantunan, toleransi, sikap moderat, keterbukaan, dan rasa kemanusiaan."

Pesan dan ajakan Presiden SBY ini sangat bermakna di awal-awal pemerintahan yang Presiden SBY pimpin, baik pada Oktober 2004 maupun Oktober 2009. Tanpa lelah dan terus-menerus, Presiden mengajak semua komponen bangsa untuk melangkah bersama dan mengatasi tantangan dan persoalan bangsa secara bersama-sama. Itulah tugas pemimpin bangsa untuk membangun harapan, menyebarkan nilai-nilai yang bermakna bagi kebersamaan, dan semangat kebangsaan. Pesan dan ajakan masih sangat relevan dalam kondisi kekinian.

Kebhinekaan adalah warna Indonesia. Bangsa ini dibangun atas dasar perbedaan suku bangsa. Perjalanan sejarah menceritakan kebhinekaan itu menjadi fondasi untuk bersatu untuk mewujudkan Indonesia merdeka. Perbedaan adalah rahmat untuk bangsa ini. Di dalam kitab suci pun menjelaskan tentang kebhinekaan dan makna hubungan antarbangsa. Tuhan menciptakan suku bangsa yang berbeda-beda untuk saling kenal mengenal. Persatuan, kebersamaan, hormat-menghormati, dan saling-mengenal adalah makna penting di balik ayat-ayat yang suci ini.

Bertolak dari setting sosial yang beragam ini Tanah Air, Presiden SBY telah meletakkan tiga agenda besar untuk memecahkan segala persoalan yang kita hadapi di dalam pembangunan. Ketiga agenda itu adalah melanjutkan agenda kesejahteraan rakyat, menguatkan demokrasi, dan membangun keadilan untuk semua. Strategi ini yang diterjemahkan ke dalam kerangka kebijakan, program, proyek, serta kebijakan anggaran. Pilihan jalan ekonomi kita pun mengangkat pilihan ekonomi yang terbuka dengan berpihak pada keadilan sosial (open economy with social justice). Dengan demikian, saudara-saudara kita di berbagai pelosok wilayah Tanah Air dapat merasakan manfaatnya.

Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Indonesia mencita-citakan tatanan demokrasi yang bermartabat, yaitu demokrasi yang memberikan ruang kebebasan dan hak politik rakyat, tanpa meninggalkan stabilitas dan ketertiban politik. Demokrasi membutuhkan kebebasan ekspresi, tetapi tidak ada kebebasan yang tanpa batas. Kebebasan haruslah diletakkan pada proporsi di mana pihak lain pun memerlukan ruang untuk memperoleh kebebasan ekspresi yang sama.

Di samping itu penghargaan terhadap kesetaraan hak-hak kewargaan (civil right), mempraktikkan kehidupan yang non-diskriminatif, kesetiakawanan sosial, dan perlindungan bagi yang lemah. Sikap ini akan mempererat dan memperteguh daya kohesivitas masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang maupun tercerai-berai secara geografis.

Selain semangat fanatisme rakyat kepada bangsanya, integrasi bangsa ini terletak pula pada sejauh mana pembangunan menyentuh daerah-daerah yang selama ini tertinggal dan terisolasi. Juga sejauh mana suku-suku terasing, anak-anak telantar, penderita cacat, orang tua jompo, narapidana, dan kelompok-kelompok sosial marginal lainnya mendapatkan perhatian dan perlakuan yang layak.

Memahami Indonesia adalah memahami kelompok-kelompok sosial marginal ini sehingga memori kita tentang nation state ini tidak hanya terbatas pada jalan beraspal di kota-kota, tetapi juga jalan berkubang di desa-desa Tanah Air. Di sinilah makna mendasar dari pembangunan inklusif yang dijalankan oleh Presiden SBY.

Sep 23, 2011

Sepucuk Jambi Sembilan Lurah

Velix Wanggai, Jurnal Nasional Kamis 22 September 2011

Sejak 21 sampai 23 September 2011, Presiden SBY kembali menyapa saudara-saudara kita di Jambi. Jambi dikenal juga sebagai “Sepucuk Jambi Sembilan Lurah". Nama ini memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Jambi. Ini bermakna satu kesatuan kebangsaan, satu kesatuan rakyat dan wilayah Jambi dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia. Juga melambangkan kebesaran dari Sepucuk Jambi Sembilan Lurah dari sialang lantak besi sampai durian batakuk Rajo dan Tanjung Jabung.

Dari barbagai sumber yang ada, “Sepucuk Jambi Sembilan Lurah" diambil dari naskah Undang-undang Piagam Pencacahan Kisah Negeri Jambi yang ditulis Ngebi Sutho Dilago Priyayi Rajo Sari 13589H/1937 M. Pada kitab itu tertulis "Yang bernama Pucuk Jambi itu adalah uluan Jambi, pertama Pulau Umak, disanalah durian di Takuk Rajo sébelah ulu sialang belantak besi antara dengan tanah Minangkabau, maka itulah yang bernama pucuk Jambi." Sedangkan makna dari Sembilan Lurah itu merupakanan anak Batanghari Jambi. Anak Sungai Batanghari yang besar sembilan sungai, yakni Tembesi, Merangin, Batang Asai, Sungai Tabir, Tebo, Bungo, Pelepat, Masumai, dan Jujuhan. Hal ini inilah yang dinamakan Sembilan Lurah. Masyarakat Jambi adalah masyarakat yang taat pada ajaran agama. Itulah salah satu makna dari gambar masjid di logo Jambi.

Kedatangan ke kota Jambi ini mengingatkan kembali beberapa tahun silam ketika Presiden SBY masih menjabat sebagai Pangdam Sriwijaya. Saat itu tentu saja Presiden berulang kali mengunjungi kota Jambi dan kabupaten/kota di wilayah Jambi. Demikian pula, pada kurun waktu 2004-2009, Presiden SBY pernah mengunjungi Jambi. Kunjungan kali ini memiliki makna yang berarti bagi Presiden maupun bagi masyarakat di 11 kabupaten/kota di wilayah Jambi. Presiden ingin melihat perkembangan kemajuan pembangunan wilayah dan masyarakat Jambi. Karena itu, satu jam setelah Presiden SBY tiba, tepatnya jam 14.00 Presiden menggelar rapat khusus untuk mendengar presentasi Gubernur Jambi menyangkut strategi masa depan pembangunan Jambi. Tema besar yang diangkat oleh Gubernur Jambi Hasan Basri Agus adalah Jambi Emas 2015.

Jambi merupakan salah satu bagian penting dari kebijakan Masterplan Perluasan dan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Jambi adalah salah satu wilayah dari koridor ekonomi Sumatera yang diarahkan sebagai sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional. Sumatera diharapkan menjadi gerbang ekonomi nasional ke pasar Eropa, Afrika, Asia Selatan, Asia Timur, serta Australia. Sejalan dengan kebijakan koridor ekonomi Sumatera ini, Gubernur Jambi Hasan Basri Agus mengusulkan kepada Presiden untuk membentuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Ujung Jabung sebagai penjabaran dari kerangka MP3EI.

Salah satu komoditas yang dekat dengan kehidupan masyarakat Jambi adalah karet. Pada kunjungan ke Jambi ini, Presiden akan memanen perdana karet rakyat. Perkebunan dan industri karet menjadi salah satu sektor ekonomi yang menyerap tenaga kerja. Di Indonesia, ternyata Jambi beserta Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, dan Sumatera Barat menjadi provinsi-provinsi yang menyumbang besar dalam struktur produksi karet di Indonesia. Indonesia merupakan penghasil karet alam di dunia, yakni sekitar 28 persen dari produksi karet dunia di tahun 2010.

Saat ini Jambi sedang tumbuh dan bergerak. Terletak di pesisir timur bagian tengah Pulau Sumatera, dengan jumlah penduduk sekitar 3.088.618 jiwa, Jambi merupakan provinsi yang berkembang baik dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Pulau Sumatera. Pertumbuhan ekonomi Jambi membaik dari tahun ke tahun dalam enam tahun terakhir ini.

Di tahun 2004, pertumbuhan ekonomi sekitar 5,38 persen dan meningkat menjadi 6,39 persen pada tahun 2009 dan 7,31 persen pada tahun 2010. Angka pengangguran dan kemiskinan juga menurun. Angka pengangguran turun dari 10,74 persen pada tahun 2005 menjadi 5,39 persen pada tahun 2010. Angka kemiskinan di Jambi juga membaik, dari 11,88 persen di tahun 2005 ke 8,40 persen di tahun 2010. Pendapatan perkapita Jambi juga meningkat lebih dari 100 persen dari sekitar Rp 7.057.671 pada tahun 2004 menjadi Rp 17.403.648 pada tahun 2010. Perkembangan ekonomi Jambi ini mencerminkan Jambi adalah provinsi yang potensial untuk berkembang dan bangkit lebih cepat.

Sep 16, 2011

Makna Kunjungan PM Thailand dan PM Viet Nam

oleh: Velix Wanggai, dimuat di Jurnal Nasional, 15 September 2011

Dalam tiga hari terakhir ini Presiden SBY menerima kunjungan PM Thailand Yingluck Shinawatra dan PM Republik Sosialis Viet Nam Nguyen Tan Dung. Kunjungan ini memiliki makna yang strategis bagi pengembangan kerjasama regional di lingkungan kawasan Asia Tenggara. Kedua pemimpin negara yang baru terpilih ini memandang Indonesia adalah sahabat yang strategis yang perlu dikunjungi oleh pemimpin baru dari kedua negara ini, baik Thailand and Viet Nam. Indonesia adalah negara besar di lingkungan Asia Tenggara yang dihormati dan disegani. Apalagi tahun 2011 ini Presiden SBY menjabat sebagai Ketua ASEAN.

Yingluck adalah sosok yang cukup fenomenal dalam kepolitikan nasional Thai. Dalam pemilihan anggota parlemen pada 3 Juli 2011, Yingluck yang dicalonkan kubu oposisi Partai Pheu Thai meraih suara mayoritas di parlemen dan mengalahkan calon petahana dari Partai Demokrat pimpinan PM Abhisit Vejjajiva. Dengan usia muda, 44 tahun, Yingluck adalah perempuan pertama yang menjabat sebagai PM Thailand. Setelah People’s Power Party dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi Thailand pada tahun 2008, Yingluck tidak otomatis sebagai ketua Partai. Ia baru bersedia sebagai Ketua Partai pada 16 Mei 2011 dan otomatis menjadi calon PM jika partai memenangi suara mayoritas di parlemen.

Lawatan pertamanya ke Indonesia dapat dimaknai sebagai langkah yang serius yang ditunjukkan oleh PM Yingluck. Presiden SBY mengajak PM Yingluck untuk memikirkan bersama tujuan bersama ASEAN. Dalam konteks ASEAN, pada tahun 2009 para pemimpin ASEAN telah berkumpul di Hua Hin, Thailand dalam forum KTT ASEAN ke-14, dan telah berhasil membuat keputusan bersejarah bagi masyarakat ASEAN. Di negeri gajah putih itu, telah dihasilkan Cha-am Hua Hin Declaration on the Roadmap for an ASEAN 2009-2015. Ada tiga keputusan penting yang disepakati, yaitu Cetak Biru Komunitas Politik Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community Blueprint/APSC Blueprint), Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community Blueprint/ASCC Blueprint), dan Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economy Community Blueprint/AEC Blueprint), serta Initiative for ASEAN Integration Work Plan 2 untuk tahun 2009-2015.

Di negara tetangga lainnya, PM Viet Nam Nguyen Tan Dung terpilih kembali untuk kedua kalinya sebagai perdana menteri. Nguyen Tan Dung didukung penuh partai Komunis berkuasa yang dibawah kepemimpinan Nguyen, negeri Viet Nam telah mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat dan memilih untuk akrab dengan aturan-aturan World Trade Organisation. Viet Nam juga memiliki komitmen yang kuat untuk mewujudkan ASEAN Community. Pada 2010 Keketuaan ASEAN dipegang oleh Viet Nam. Saat itu PM Nguyen Tan Dung berpandangan bahwa negara-negara ASEAN perlu memberikan perhatian pada beberapa aspek, yaitu: mempromosikan aspek-aspek budaya dalam pembentukan Masyarakat ASEAN; menguatkan ASEAN sebagai pemain yang vital dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan di Asia Timur; memberikan perhatian pada integrasi intra ASEAN dengan mengembangkan konektivitas dalam bidang infrastruktur, transportasi, dan teknologi informasi, terutama dalam pengembangan wilayah Mekong (the Mekong Sub-region).

Pertemuan antara Presiden SBY dengan PM Lingyuck dan PM Nguyen semakin menguatkan komitmen ketiga negara ini untuk meningkan kerjasama antarnegara untuk mewujudkan Masyarakat ASEAN pada 2015. Tidak hanya itu, materi pembicaraan serangkaian pertemuan bersejarah ini lebih diwarnai oleh agenda perdagangan. Indonesia, Thailand dan Viet Nam dikenal sebagai sentra penyuplai beras di Asia Tenggara. Karena itu, pada kesempatan yang baik itu, Presiden SBY mengatakan bahwa Indonesia dan Thailand bertekad untuk meningkatkan sumbangannya pada aspek ketahanan pangan regional (regional food security) dan kerjasama di bidang beras. Tahun 2010 total perdagangan antara Indonesia dan Thailand adalah mendekati US$ 13 miliar. Sementara hingga pertengahan tahun 2011 telah mendekati US$ 7 miliar. Perdagangan kita dengan Thailand masih deficit. Oleh karena itu, di tahun-tahun mendatang, Indonesia bertekad untuk meningkatkan ekspor yang lebih variatif di bidang manufaktur, tidak hanya ekspor batubara, minyak, dan gas.

Dengan Viet Nam, Presiden SBY mengharapkan Indonesia dan Viet Nam dapat meningkatkan volume perdagangan antarkedua negara. Tahun 2010 lalu volume perdagangan telah mencapai US$ 3 miliar. Sebelum tahun 2015, Presiden SBY dan PM Nguyen bertekad dapat meningkatkan perdagangan hingga US$ 5 miliar. Fokus pembahasan pertemuan ini menyoroti kerjasama perdagangan dalam bidang beras. Hal ini merupakan bagian penting dari peningkatan ketahanan pangan di kawasan Asia (regional food security). Indonesia dan Viet Nam memasuki tonggak baru dalam meningkatkan kerjasama intra-regional yang lebih erat.

Baik PM Yingluck dan PM Nguyen Tan Dung, kunjungan ke Indonesia ini merupakan kunjungan ke negara pertama setelah keduanya terpilih secara demokratis. Di mata kedua pemimpin itu, Indonesia adalah kekuatan strategis regional yang selalu menghormati siapa pun negara di dunia. Prinsip “multi-derection foreign policy” dan “a million friends, zero enemy” selalu disambut baik oleh negara-negara sahabat. Apalagi Indonesia dinilai dapat menjadi “penyambung lidah” negara-negara ASEAN maupun negara-negara berkembang, karena Indonesia adalah satu-satunya negara anggota ASEAN yang masuk di lingkaran G-20.

Oleh karena itu, tidak salah, ketika Presiden Obama bertemu Presiden SBY di Jakarta beberapa waktu lalu, Obama berkata, “I believe that Indonesia is not only a regional power that is rising, but also the global forces” (saya percaya bahwa Indonesia bukan hanya kekuatan regional yang sedang naik, tetapi juga kekuatan global).

Hal itu adalah pandangan objektif dari Amerika Serikat, salah satu kekuatan dunia. Demikian pula, tentu harapan yang sama ditunjukkan oleh negara-negara sahabat di lingkungan Asia Tenggara. Kita adalah bangsa yang bisa berbuat banyak untuk dunia.

Sep 9, 2011

Ekonomi Mudik Lebaran

Velix Wanggai --Jurnal Nasional, Kamis 8 September 2011

Di sela-sela suasana liburan Idul Fitri 1432 H dan cuti bersama, sejak 28 Agustus hingga 4 September 2011, Presiden SBY selalu mengamati dengan seksama perkembangan dan dinamika ekonomi nasional dan daerah yang sedang berlangsung. Menjelang perayaan Idul Fitri, Presiden menyebuti peristiwa ekonomi tahunan yang memiliki dampak yang luar biasa bagi tumbuhnya ekonomi nasional, regional dan lokal sebagai “Ekonomi Lebaran". Peristiwa ekonomi lebaran ini merupakan peristiwa khusus dengan waktu tertentu di bulan suci Ramadhan, Idul Fitri, dan satu-dua minggu setelah Idul Fitri. Jutaan orang bergerak dari satu pulau ke pulau lain, dari satu provinsi ke provinsi lain, dari kota ke desa, maupun dari luar negeri ke dalam negeri, atau sebaliknya.

Dalam pandangan pribadi penulis, peristiwa ekonomi mudik lebaran ini mungkin sebagai "model ekonomi jalan Tuhan," sebagai pelengkap model ekonomi jalan pasar (market economy) dan model jalan peran negara (state intervention). Ekonomi lebaran ini memiliki warna yang kental dengan nilai-nilai transendental, humanisasi dan liberasi. Ada makna ibadah silaturahmi ‘“tatap muka secara langsung- yang sulit digantikan dengan kemajuan teknologi komunikasi seperti melalui telepon atau teleconference. Orang saling berkunjung, saling memaafkan, dan saling memberi. Kita memperbaiki hubungan horizontal antara sesama manusia. Kita berharap dosa dan kesalahan kita dengan sesama dapat diampuni oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan kita memperoleh ridho-Nya. Demikian pula, dengan pulang ke kampung halaman, orang-orang dapat berziarah ke makam orang tua, keluarga dan handau taulan yang telah meninggal. Ziarah juga mengandung makna silaturahmi dengan orang-orang yang kita cintai yang telah wafat lebih dulu. Ada juga ibadah sosial lainnya seperti infaq, sedekah, dan zakat selama Ramadhan dan Idul Fitri ini. Kesemua ini merupakan nilai-nilai mulia yang terkandung dalam model ekonomi mudik lebaran.

Ekonomi mudik lebaran juga mengandung makna redistribusi ekonomi yang lebih inklusif ke semua kelompok masyarakat dan merata ke seluruh pelosok wilayah Tanah Air. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Radjasa mengatakan uang yang berputar selama Ramadhan dan Idul Fitri sekitar Rp 61 trilliun. Uang sebanyak itu berputar dari satu tempat ke tempat lainnya, terutama dari kota-kota ke desa-desa atau ke daerah-daerah yang menjadi pusat-pusat arus mudik. Banyak orang terkena berkah lebaran ini. Mereka yang mudik membawa gaji dan tunjangan hari raya, dan menggunakan uang mereka untuk membeli oleh-oleh, menggunakan jasa transportasi dan akomodasi, maupun memberikan kepada sanak keluarga di kampung halaman. Mereka yang mudik ini dari berbagai golongan penduduk, baik mereka yang berprofesi penjual jamu, pedagang bakso, petugas satuan keamanan, guru, karyawan swasta, pegawai negeri sipil terendah hingga esalon I, dan lainnya. Dengan beragamnya pemudik ini, maka berbeda pula tingkat pengeluaran uang. Semuanya memiliki peran dalam menggerakkan ekonomi lokal.

Kita juga dapat menyaksikan secara langsung atau secara tidak langsung di berbagai media yang menyiarkan ribuan orang yang mengunjungi tempat-tempat wisata di berbagai daerah, berbelanja di pasar-pasar tradisonal hingga mal modern, menikmati kuliner khas daerah dan membeli pernak-pernik kerajinan rakyat sebagai hasil dari ekonomi kreatif yang tumbuh di daerah-daerah. Pasar batu-batu mulia di kota Martapura begitu ramai dikunjungi orang-orang. Surat kabar lokal memberitakan bahwa perdagangan batu mulia mengalami peningkatan yang signifikan. Apa yang terjadi di pasar Martapura ini pun terjadi di kota-kota lainnya. Dari omzet pedagang batik di Surakarta yang meningkat hampir tigaratus persen hingga pedagang baju muslim, songkok, dan batik khas Makasar yang melonjak drastis. Ekonomi tumbuh dimana-mana.

Dalam konteks pembangunan daerah, salah satu pelajaran penting yang patut kita ambil dari fenomena dan dampak ekonomi mudik lebaran ini adalah bagaimana memantapkan dan melanjutkan strategi pembangunan kota-kota besar, menengah dan kecil di luar Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek). Kota-kota kecil dan menengah tersebut baik di Pulau Jawa-Bali maupun di luar Pulau Jawa-Bali. Jutaan pemudik yang berasal dari kawasan Jabodetabek ke kota-kota kecil di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, maupun pemudik yang mengunjungi saudara-saudaranya di kota-kota kecil di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua. Mengingat peranan perkotaan, khususnya kota-kota besar dan menengah, cukup signifikan sebagai penghela pertumbuhan ekonomi regional dan lokal atau dikatakan sebagai engine of growth perekonomian daerah.

Oleh karena itu, sejak 2004 lalu, Presiden SBY memberikan perhatian yang besar bagi percepatan pembangunan kota-kota menengah dan kecil. Kebijakan dasar Presiden SBY adalah melalui pendekatan pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar perkotaan sesuai dengan tipologi kota masing-masing dan pembangunan keterkaitan ekonomi kota-desa dalam "sistem wilayah pengembangan ekonomi" dengan mempertimbangkan perluasan dan diversifikasi aktivitas ekonomi dan perdagangan (nonpertanian) di pedesaan yang terkait dengan pasar di perkotaan. Harapannya, kota-kota kecil dan menengah ini sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi regional dan lokal.

Beberapa langkah yang telah dan akan tetap dilanjutkan oleh Presiden SBY dan jajaran pembantunya adalah antara lain: (1) menumbuhkan sentra-sentra industri kecil di kota-kota kecil, khususnya industri yang mengolah hasil pertanian dari wilayah-wilayah perdesaan dengan menggunakan teknologi tepat guna; (2) meningkatkan jaringan transportasi wilayah yang menghubungkan antara kota-kota kecil dan menengah; (3) meningkatkan kesiapan infrastruktur sosial dasar perkotaan di kota-kota kecil dan menengah untuk dapat melayani fungsi eksternal dan internal kotanya; (4) memberdayakan kemampuan pengusaha kecil dan menengah yang akan berfungsi sebagai pelaku-pelaku ekonomi lokal yang dapat menciptakan lapangan kerja baru di daerahnya.

Sejumlah langkah tersebut diharapkan dapat menumbuhkan kota-kota menengah dan kecil di luar wilayah Jabodetabek, sehingga kota-kota kecil dan menengah itu dapat berperan sebagai penggerak ekonomi regional dan lokal di sekitarnya. Dengan demikian, urbanisasi ke kota-kota besar seperti ke Jakarta dapat dikurangi semaksimal mungkin. Ditambah lagi dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang terus dilakukan saat ini, serta kebijakan perluasan dan percepatan pembangunan ekonomi Indonesia, atau kebijakan MP3EI, maka kota-kota kecil dan menengah dapat tumbuh dan berperan sebagai pusat-pusat pertumbuhan dan pusat-pusat keadilan yang tersebar merata di negeri ini.

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...