Sep 29, 2011

Memaknai Kebersamaan Kita

Jurnal Nasional | Kamis, 29 Sep 2011
Rihad Wiranto

Velix Wanggai

Indonesia adalah negara dengan tingkat keberagaman sangat tinggi. Keberagaman itu memenuhi ruang kepulauan nusantara yang luas. Laut biru membentang, jejeran pulau kecil dan besar, gunung, lembah, dan sungai-sungai. Sebagian wilayahnya berada di jalur tektonik, bergunung api, tandus, kering tetapi ada pula yang aman, subur, dan berhutan lebat.

Karakteristik fisik wilayah serta suku, agama, dan budaya penduduk yang beragam melahirkan struktur kepribadian individu dan kelompok suku bangsa Indonesia pun berbeda-beda. Satu yang menyatukan mereka adalah perasaan senasib membangun sebuah ikatan kebangsaan. Perasaan itu menjadi kehendak bersama (common will), meskipun masing-masing individu tetap merepresentasi watak lingkungan entitas budayanya sendiri. Perasaan primordialisme kesukuan dan ikatan sosial senantiasa tidak terlepas begitu saja tetapi berkembang bersama-sama dinamika komunal keindonesiaan.

Di sinilah makna atas hadirnya pilar kebangsaan kita, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Selain sebagai pilar, keempat hal ini merupakan payung besar common will ketika kita merumuskan kebijakan pembangunan dan pengelolaan pemerintahan. Itu sebabnya, memahami Indonesia seharusnya berangkat dari keikhlasan mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi dan kelompok.

Semangat "kebersamaan" inilah yang menjadi kata kunci kesuksesan membangun bangsa besar ini. Amanah Konstitusi UUD 1945, menyatakan bahwa negara tidak membeda-bedakan warganegaranya, tetapi setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan. Karena itu, negara harus memastikan agar tidak ada kelompok-kelompok masyarakat yang tertinggal dalam proses pembangunan.

Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendapatkan kepercayaan untuk memimpin bangsa ini sejak 2004, Presiden SBY telah mengajak semua komponen bangsa untuk bersatu dan bergandengan tangan. Dalam pidatonya pada 20 Oktober 2004, Presiden SBY mengatakan bahwa: "Kini saatnya bagi kita untuk melangkah bersama, menjemput masa depan. Masa bersaing telah kita lalui, kini masanya untuk bersatu. Masa berucap dan berjanji pun telah kita lalui, kini masanya bertindak dan bekerja. Kini saatnya bagi kita untuk bersatu dalam kreasi, dan dalam karya bersama.Kita harus mengatasinya bersama-sama."

Lima tahun kemudian, tepatnya 20 Oktober 2009, Presiden SBY kembali mengajak semua anak bangsa untuk bersatu dan maju bersama. Perbedaan bukan halangan, namun sebuah rahmat. Di hari pelantikannya itu, Presiden SBY menegaskan tiga ajakan kepada anak bangsa.

Pertama, keuletan dan semangat tak kenal menyerah. Semangat "Harus Bisa", Can do spirit.Semangat "Indonesia Bisa" merupakan semangat dasar untuk mengatasi persoalan, sekaligus untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang telah kita sepakati.

Kedua, persatuan dan kebersamaan. Kita bisa berbeda pandangan dalam demokrasi, namun tidak berarti kita harus terpecah belah. Kata Presiden bahwa apa pun warna politik yang kita anut, kita harus menjaga kekompakan, mencari solusi bersama, dan bersedia untuk berkorban untuk kepentingan bangsa yang lebih besar.

Ketiga, menjaga jati diri, Ke-Indonesia-an. Sebagai bangsa Indonesia, kita memiliki budaya, identitas, dan kepribadian yang membuat bangsa Indonesia khas, unggul, dan tidak mudah koyak. Kata Presiden SBY, "Keindonesiaan kita tercermin dalam sikap pluralisme atau kebhinekaan, kekeluargaan, kesantunan, toleransi, sikap moderat, keterbukaan, dan rasa kemanusiaan."

Pesan dan ajakan Presiden SBY ini sangat bermakna di awal-awal pemerintahan yang Presiden SBY pimpin, baik pada Oktober 2004 maupun Oktober 2009. Tanpa lelah dan terus-menerus, Presiden mengajak semua komponen bangsa untuk melangkah bersama dan mengatasi tantangan dan persoalan bangsa secara bersama-sama. Itulah tugas pemimpin bangsa untuk membangun harapan, menyebarkan nilai-nilai yang bermakna bagi kebersamaan, dan semangat kebangsaan. Pesan dan ajakan masih sangat relevan dalam kondisi kekinian.

Kebhinekaan adalah warna Indonesia. Bangsa ini dibangun atas dasar perbedaan suku bangsa. Perjalanan sejarah menceritakan kebhinekaan itu menjadi fondasi untuk bersatu untuk mewujudkan Indonesia merdeka. Perbedaan adalah rahmat untuk bangsa ini. Di dalam kitab suci pun menjelaskan tentang kebhinekaan dan makna hubungan antarbangsa. Tuhan menciptakan suku bangsa yang berbeda-beda untuk saling kenal mengenal. Persatuan, kebersamaan, hormat-menghormati, dan saling-mengenal adalah makna penting di balik ayat-ayat yang suci ini.

Bertolak dari setting sosial yang beragam ini Tanah Air, Presiden SBY telah meletakkan tiga agenda besar untuk memecahkan segala persoalan yang kita hadapi di dalam pembangunan. Ketiga agenda itu adalah melanjutkan agenda kesejahteraan rakyat, menguatkan demokrasi, dan membangun keadilan untuk semua. Strategi ini yang diterjemahkan ke dalam kerangka kebijakan, program, proyek, serta kebijakan anggaran. Pilihan jalan ekonomi kita pun mengangkat pilihan ekonomi yang terbuka dengan berpihak pada keadilan sosial (open economy with social justice). Dengan demikian, saudara-saudara kita di berbagai pelosok wilayah Tanah Air dapat merasakan manfaatnya.

Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Indonesia mencita-citakan tatanan demokrasi yang bermartabat, yaitu demokrasi yang memberikan ruang kebebasan dan hak politik rakyat, tanpa meninggalkan stabilitas dan ketertiban politik. Demokrasi membutuhkan kebebasan ekspresi, tetapi tidak ada kebebasan yang tanpa batas. Kebebasan haruslah diletakkan pada proporsi di mana pihak lain pun memerlukan ruang untuk memperoleh kebebasan ekspresi yang sama.

Di samping itu penghargaan terhadap kesetaraan hak-hak kewargaan (civil right), mempraktikkan kehidupan yang non-diskriminatif, kesetiakawanan sosial, dan perlindungan bagi yang lemah. Sikap ini akan mempererat dan memperteguh daya kohesivitas masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang maupun tercerai-berai secara geografis.

Selain semangat fanatisme rakyat kepada bangsanya, integrasi bangsa ini terletak pula pada sejauh mana pembangunan menyentuh daerah-daerah yang selama ini tertinggal dan terisolasi. Juga sejauh mana suku-suku terasing, anak-anak telantar, penderita cacat, orang tua jompo, narapidana, dan kelompok-kelompok sosial marginal lainnya mendapatkan perhatian dan perlakuan yang layak.

Memahami Indonesia adalah memahami kelompok-kelompok sosial marginal ini sehingga memori kita tentang nation state ini tidak hanya terbatas pada jalan beraspal di kota-kota, tetapi juga jalan berkubang di desa-desa Tanah Air. Di sinilah makna mendasar dari pembangunan inklusif yang dijalankan oleh Presiden SBY.

No comments:

Staf Ahli Bapennas: Ibu kota direncanakan pindah pada semester I 2024

  Selasa, 21 Desember 2021 17:32 WIB   Tangkapan layar - Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Velix Vernando ...